Tri Agus Prasetijo kebanyakan orang memanggilnya Tri Agus, atau Agus Tri. Saya sendiri memanggilnya Manthut kependekan dari Mas Kenthut. Saya kurang paham bagaimana awal mula keluarga kami mamanggil dia dengan nama Kenthut. Saya sendiri tidak pernah memiliki niat untuk melakukan investigasi mengenai hal tersebut.
Dari enam saudara kandung saya boleh dikatakan Manthut adalah yang paling dekat dengan saya. Mengapa? karena ketika saya menginjak masa-masa awal remaja, dua kakak laki-laki saya yang lain Mas Agus, dan Mas Seno sudah tidak tinggal bersama kami. Sedang tiga saudara saya yang lain adalah perempuan, maka tidak heran jika dialah yang paling dekat dengan saya. Sebelum pada akhirnya Manthut juga tinggal di Semarang untuk mengejar cita-citanya sebagai guru olah raga.
Sebagai pesepak bola profesional idola saya memang Kurniawan DJ dan Paul Gascoigne, namun sebagai pesepak bola pemula Manthut adalah inspirasi, dan referensi saya untuk menjadi pesepak bola profesional. Saya mengikuti hampir dari semua hal yang Manthut lakukan dalam keseharian. Cara dia istirahat, berlatih, makan, gaya bermain, model rambut hingga kebiasaan-kebiasaan yang lain.
Ambil contoh, jika sedang memiliki uang kebiasaan Manthut pada malam sebelum bertanding adalah mengonsumsi kuning telor yang dilarutkan kedalam minuman ringan bersoda dengan rasa lemon. Sejujurnya saya kurang paham apa khasiat dari minuman tersebut. Namun karena Manthut sering meminumnya, maka dalam beberapa kesempatan saya pun mengikuti.
Ketika sudah menjadi pesepak bola profesional saya baru mengerti jika ritual Manthut tersebut sebenarnya tidak lebih dari sebuah sugesti. Telor bebek memang mengandung banyak nutrisi penting bagi tubuh. Namun tidak ada satu pun diantaranya yang dapat seketika membuat anda menjadi lebih fit keesokan harinya. Tapi itulah hebatnya sugesti terkadang mampu mengalahkan ilmu pengetahuan, sekaligus akal sehat hehehe.
Masih melekat dalam ingatan saya ketika Manthut pulang dari TC Pra PON Jawa Tengah, dengan bangga dan serasa anggota skuad Pra PON Jawa Tengah saya mencoba semua perlengkapan milik Manthut. Mulai dari baju, jaket, training, pelindung kaki, hingga sepatu bola (ketika itu ukuran kaki saya masih 35 sedang Manthut 39). Bahkan tas latihannya pun saya pakai untuk bersekolah. Saya berharap suatu saat nanti saya bisa menjadi seperti Manthut.
Betul apa yang disampaikan Manthut, ayah saya selalu berkata jika sebagai pesepak bola secara tehnik bermain Manthut berada di atas saya. Kemana pun ayah pergi dan bertemu seseorang, ketika membahas tentang sepak bola beliau selalu bercerita demikian. Bahkan ketika bertemu dengan pesepak bola profesional seangkatan saya seperti Ismed, Ponaryo, Budi, Ely, Firman dll.
Dan harus saya akui, jika secara skill Manthut memang lebih baik dari saya. Cara dia passing lebih baik dari saya. Dribling-nya lebih baik dari saya. Kontrol-nya lebih baik dari saya. Shooting-nya baik kanan maupun kiri lebih baik dari saya. Heading-nya juga lebih baik dari, wait hmmmm untuk yang satu ini nyuwun sewu ya Mas, rasanya saya lebih baik dari sampeyan. Setidaknya demikianlah pendapat masyarakat se-Indonesia hehehe.
Selain sebagai mentor Manthut jugalah pelindung saya. Tahun 1995 saya sempat berada satu tim dengan Manthut, ketika itu kami bermain untuk Persikas Kab. Semarang dalam kompetisi PSSI divisi 2B regional Jawa Tengah. Dengan usia yang masih 15 tahun dan bermain di level senior, maka saya adalah sasaran empuk bagi bek-bek lawan yang notabene berbadan lebih besar dari saya.
Setiap kali saya dikasari oleh pemain lawan Manthut selalu datang untuk melindungi dan membela saya. Termasuklah dari kritik bapak yang memang terkenal pedas, dan tidak pernah merasa puas melihat permainan saya. Menjadi kebiasaan bapak setiap kami pulang bertanding, beliau selalu menghujani kami dengan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan pertandingan. Mulai dari hasil, jalannya pertandingan, penonton, proses terjadinya gol hingga perilaku kami di dalam lapangan. Setiap kali itu juga Manthut selalu melaporkan hal yang bagus-bagus tentang saya.
Kebanyakan orang mungkin berpikir jika saya telah mengalahkan Manthut dalam hal mewujudkan cita-cita. Sebenarnya Manthut lah yang terlebih dahulu mencapai cita-citanya. Di saat saya masih sebatas menjadi public speaker dan menjadi pembicara di seminar, kakak saya sudah berhasil menjadi seorang guru olah raga, seperti yang ia cita-citakan sejak dulu. Perjalanan Manthut untuk meraih cita-citanya menurut saya juga cukup dramatis dan mengispirasi.
Manthut adalah contoh paling sederhana teori “K - P + R = S ”, atau “Kita - Permasalahan + Reaksi = Sukses”. Untuk mencapai cita-citanya sebagai seorang guru olah raga, Manthut harus mengalami berbagai rintangan yang tidak dapat dikatakan ringan. Mulai dari sekolahnya dibubarkan pemerintah sehingga ijazah Sekolah Guru Olah Raga-nya dinyatakan tidak berlaku, mengambil sekolah penyetaraan, bekerja honorer di perusahaan daerah air minum, kuliah sambil bekerja hingga akhirnya dapat menjadi seorang guru olah raga seperti saat ini.
Siapapun kita, dengan segala kelebihan dan kekuarangan yang kita miliki, memiliki hak untuk menjadi sukses. Sudah barang tentu dalam proses perjalanan menjadi sukses terdapat halangan, dan rintangan yang bentuknya sangat beragam. Namun pada akhirnya toh bukan mengenai seberapa berat rintangan yang menghalangi kita, namun seberapa positif reaksi kita terhadap permasalahan tersebut yang akan membuat kita menjadi sukses, atau gagal.
Reaksi positif Manthut terhadap segala permasalahan hidupnya lah yang pada akhirnya membuat Manthut dapat meraih cita-citanya.
“Setiap orang memiliki sisi gelap dalam hidupnya. Seorang pejuang menceritakannya agar dapat menjadi inspirasi bagi orang lain. Pecundang menjadikannya alasan pembenar mengapa pada akhirnya ia gagal”.
Manthut dengan segala kelebihan dan kekurangannya berhasil memperjuangkan mimpi, dan cita-citanya sebagai guru olah raga. Inspirasi dapat datang dari mana saja, tidak harus selalu dari tokoh-tokoh sukses dan terkenal. Kisah inspiratif acap kali datang dari orang-orang di sekitar kita, karena pada dasarnya setiap manusia dilahirkan sebagai pejuang, dan berhak menjadi sukses.
Tetap semangat, dan sukses selalu dalam segala aspek kehidupanmu Mas. Tetaplah menginspirasi saya, dan orang-orang di sekitarmu. Jadilah pahlawan bagi cerita yang kamu tulis dalam kehidupanmu sendiri.
Bambang Pamungkas
PS: Tulisan ini saya buat tahun 2018, sebagai pengantar dari salah satu buku karya Manthut.
Selesai....