Alarm handphone saya menyalak dengan lantangnya pagi itu, sayapun terbangun dan dengan seketika mematikannya. Jam menunjukan pukul 8:15 pagi hari waktu Muskat, atau 12:15 waktu Jakarta, dan Ponaryo pun masih nampak tertidur di ranjangnya. Tidak ada jadwal berlatih pagi ini, itu sebabnya semalam pemain boleh tidur sedikit lewat dari biasanya. Jadwal pagi ini adalah sarapan pagi pukul 9, dan seperti biasa kamipun harus memulainya bersama-sama.
Setelah membersihkan badan, kami puan turun ke ruang makan, di sana sudah tampak berkumpul para staf pelatih, akan tetapi belum satupun pemain tampak batang hidungnya. Kami adalah dua pemain pertama yang hadir di sana. Kami segera mengambil meja di pojok ruangan, menjauh dari meja para staf. Tiba-tiba Bung Oktaf datang menghampiri kami, dan berkata “Memang kalian berdua ini penjahat kelas kakap, apa yang ngga ada di otak orang lain ada di otak kalian”, “Ada apalagi nih bung?, jangan merusak mood sarapan pagi kami lah” jawab saya pura-pura bodoh. Bung Oktaf pun tertawa dan menimpali “Ooo gitu ya, mau saya laporin ke head coach?, udah bikin orang lututnya kepentok meja masih pura-pura bego lagi”, dan kami bertiga pun tertawa bersama.
Beberapa saat kemudian para pemain mulai berdatangan, setelah semua lengkap kamipun mulai sarapan bersama-sama. Seperti biasa, setiap Timnas melawat ke luar negeri, pembantu umum kami selalu membawa beberapa makanan khas Indonesia. Tujuannya adalah, walaupun jauh dari kampung halaman, kami tetap dapat merasakan hawa-hawa Indonesia dimanapun kami berada. Makanan seperti rendang, sambal udang Bu Sri Surabaya, balado ikan teri pedas, saos sambal, dsb adalah beberapa makanan selingan yang hampir selalu berada di meja. Makanan tadi hanya bersifat pelengkap dan bukan makanan pokok.
Di meja saya bergabung Ismed dan Elly. Di tengah sarapan, Ismed dan Elly bercerita tentang kejadian di kamar mereka semalam, saya dan Ponaryo mencoba menanggapi dangan tawa yang sewajarnya. Dan tiba-tiba “Itu, masa’ Charles Bronson doyan Balado teri asin sih” kata Elly dengan muka pongo ciri khasnya, sambil menunjuk Om Benny yang sedang mengambil balado teri dari sebuah toples, seketika kami bertiga pun tertawa terkekeh-kekeh sambil menutup mulut dengan serbet makan kami, bahkan Ponaryo sampai tersendak dan terbatuk-batuk dibuatnya.
Hal positif dari kejadian malam tadi adalah, sekarang para pemain kembali lebih membaur dan ceria, Charles Bronson adalah topik yang selalu hangat dibahas setelah itu, disamping membahas masalah sepakbola tentunya. Firman Utina menjadi objek penderita yang selalu menjadi bahan celaan pemain yang lain setiap topik tadi dibahas kembali. Petualangan dunia maya para pemainpun, sedikit banyak dapat terkontrol, mengingat semenjak itu hampir setiap saat Charles Bronson online di Facebook. Kami memang sengaja meninggalkan laptop menyala, sedang kami berdua melakukan kegiatan kami seperti biasa.
Dan hasilnya, saat pertandingan melawan Oman, kami berhasil menahan Oman 0:0, yang 2 hari sebelumnya menjadi juara dalam Gulf Cup setelah mengalahkan Arab Saudi. Hasil tersebut tentu cukup menggembirakan saat itu, dan sehari berselang kamipun pulang kembali ke tanah air tercinta. Dua minggu sudah kami berada di Oman dan sekarang adalah saatnya kembali berjumpa dengan keluarga.
Beberapa hari setelah itu saya dan Ponaryo berinisiatif untuk mematikan akun Charles Bronson, kami rasa cukup sudah Charles Bronson melakukan tugasnya. Apalagi saat itu kami baru tahu, jika aktor yang lahir di Ehrenfeld, Pennsylvania dengan nama Charles Dennis Bucninsky ini, sesungguhnya sudah meninggal 6 tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 30 Agustus 2003 pada usia 81 tahun. Tentu kami tidak ingin bermain-main dengan orang yang sudah meninggal dunia (ampun Om Charles,, ampun ya he he he).
Sampai saat di mana saya menulis artikel ini, hanya saya, Ponaryo, bung Oktaf dan Nizar yang tahu pasti mengenai hal ini. Sedangkan para pemain yang lain, termasuk korban utama Firman Utina, masih hanya sekedar menebak-nebak. Memang mereka sempat curiga terhadap kami, mengingat kami adalah orang-orang yang paling jahil di dalam tim. Akan tetapi mereka tidak mempunyai fakta hukum yang cukup kuat untuk menjerat kami berdua. Mengenai Om Benny sendiri, saya yakin beliau tidak tahu sama sekali mengenai hal ini sampai sekarang.
Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini, saya ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada Om Benny Dollo. Satu hal yang dapat kami pastikan adalah kami tidak pernah menggunakan akun tersebut untuk berinteraksi dengan siapa pun, kecuali para pemain Timnas. Memang kami sempat menerima permintaan pertemanan dari lumayan banyak orang, akan tetapi kami tidak pernah membalas atau mengomentari wall dari mereka semua. Itu kami lakukan untuk menjaga kredibilitas pelatih kami yang sangat kami hormati.
Untuk siapa pun di luar sana yang merasa pernah berteman dengan Charles Bronson di Facebook, kami juga mohon maaf. Kami tidak bernah bermaksud menyeret Anda semua dalam permainan ini, akan tetapi Anda sekalian yang datang kepada kami. Terima kasih bagi siapa pun yang sempat menulis di wall Charles Bronson, atau berkomentar apapun di sana. Dapat saya pastikan, bahwa kami tidak pernah menyampaikan apapun komentar Anda kepada yang bersangkutan.
Ada satu wall yang sangat kami ingat, karena menurut kami isinya memang sangat lucu, yaitu “Om Benny ganteng deh, apalagi kalo kurusan sedikit hehehe”. Bukankah komentar itu cukup lucu saudara-saudara hehehe. Sekali lagi kami berdua Mohon Maaf Om Benny Dollo.
The end….