Saat ini 27 Juli 2008 pukul 01:45 pagi saya sedang berada di ketinggian 9457 ribu kaki di atas permukaan laut, tepatnya berada di dalam pesawat Malaysian Airlines dengan nomor penerbangan MH 016 yang akan membawa saya dari Kuala Lumpur menuju Amsterdam dan kemudian ke Vienna. Tujuan perjalanan saya kali ini adalah untuk menyaksikan Final Euro 2008 bersama beberapa rekan. Di sebelah saya duduk Aliyudin dan juga pelatih Sriwijaya FC Pak Rahmat Darmawan yang keduanya sedang tertidur pulas. Saya sendiri merasa susah tidur saat ini, maka untuk mengusir kejenuhan, dengan ditemani secangkir kopi tanpa gula, saya mencoba untuk menggali ide serta ingatan saya dan mencoba menyusunnya menjadi sebuah artikel yang nantinya akan bisa dinikmati oleh para pengunjung web saya.


Pernahkah Anda mengalami masa yang sangat sulit dalam hidup Anda..?
Saya rasa semua orang pernah mengalami masa yang sangat sulit dalam perjalanan hidupnya, terkadang saat masa sulit itu menghampiri perasaan ingin menyerah dan berhenti sering kali terbersit dalam benak kita. Apalagi itu berhubungan dengan karir pekerjaan kita yang selama ini menjadi mata percaharian dan sandaran hidup kita. Sebagai pemain sepakbola saya pernah mengalami masa yang sangat sulit dalam karir sepakbola saya, bahkan saya sempat berpikir untuk mengakhiri karir saya dan mencoba hal yang baru untuk melanjutkan hidup.


Sebagai pemain sepakbola ketakutan terbesar saya atau sebagian besar pemain sepakbola adalah ketika cedera datang menghampiri, cedera itu sendiri bisa berbentuk apa saja. Dalam setiap pertandingan bahaya cedera selalu mengintip kami dalam setiap aksi di lapangan, oleh karena itu setiap pemain sepakbola dituntut untuk selalu berkonsentrasi dan siap secara fisik, mental serta emosional. Karena jika tidak bahaya cedera bisa menghampiri kita kapan saja. Sebagai olahraga yang menggunakan seluruh anggota tubuh untuk berinteraksi dengan lawan tentu resiko cedera sangat besar. Saya sendiri pernah mengalami cedera yang hampir saja membuat saya berhenti untuk berkarir sebagai pemain sepakbola.


Bagi mereka yang masih ingat, 6 tahun lalu tepatnya tahun 2002 dalam sebuah pertandingan Liga Indonesia antara Persija Jakarta Vs Arema Malang di Stadion Lebak Bulus, saya mengalami cedera yang sangat parah, sehingga harus memaksa saya untuk naik ke atas meja operasi dan harus menjalani teraphy selama kurang lebih 5 bulan lamanya. Kejadian itu berawal dari sebuah serangan Persija ke gawang Arema yang saat itu dijaga oleh penjaga gawang Agus Setiawan. Saat itu saya terperangkap off side sehingga saya mencoba menangkap bola dan mencoba memberikan bola tersebut kepada penjaga gawang, akan tetapi tanpa saya sadari tiba-tiba Agus Setiawan terbang menerjang saya dengan kedua kakinya. Kaki kanannya mengenai lutut kiri saya dan kaki kirinya mendarat persis di engkel kaki kiri saya sebelah luar, saat itu saya tidak mengira jika Agus Setiawan akan menyerang saya. Karena saat itu wasit sudah meniupkan peluitnya dan juga saat itu posisi saya membelakangi gawang Arema. Seketika terdengar bunyi “krek..” yang saya sendiri tidak tahu berasal dari mana, akan tetapi yang jelas saat itu lutut dan engkel kaki kiri saya mengalami rasa sakit yang sangat hebat, seketika saya roboh dan harus mendapatkan pertolongan dari petugas medis, akhirnya saya pun tidak dapat meneruskan pertandingan..


Saat di ruang ganti saya merasa mual, pusing dan serasa ingin pingsan. Karena bentuk lutut serta engkel kaki kiri saya tampak ganjil dan tidak bisa digerakan, maka tim dokter Persija saat itu Dr. I Nyoman segera membawa saya ke Rumah Sakit Siaga Raya Jakarta selatan. Setelah diperiksa secara intensif oleh tim dokter, hasilnya tulang fibula engkel sebelah kiri saya patah dan ligamen dalam lutut kiri saya rusak cukup parah. Saat mendengar hasil pemeriksaan tersebut, seketika mata saya berkunang-kunang dan rasa mual saya semakin menjadi. Dalam kebingungan saya, saya sempat mendengar beberapa orang di sekitar saya berbicara bahwa kiper Arema Agus Setiawan sengaja ingin mencederai saya, saat itu pertandingan disiarkan secara langsung oleh ANTV, sehingga orang-orang di Rumah Sakit pun melihat kejadian tersebut. Saat itu apa yang bisa saya lakukan hanyalah menangis, otak saya tidak bisa berpikir dan seluruh kaki kiri saya saat itu terasa sakit sekali. Setelah melewati diskusi yang cukup alot antara tim dokter rumah sakit dengan Dr. Nyoman serta melalui persetujuan saya, tentunya akhirnya diambilah keputusan. Besok pagi saya akan naik ke meja operasi..


Malam itu saya tergolek lemas di sebuah kamar di Rumah Sakit Siaga Raya, beberapa kali telepon saya berdering dan beberapa sahabat serta orang tua saya memberikan simpatinya. Anehnya hampir semua menilai bahwa saat itu Agus Setyawan terlihat jelas dengan sengaja mencederai saya. Saat mendengar itu emosi saya sempat meninggi, karena oleh karena kesengajaannya tersebut esok hari saya harus berhadapan dengan meja operasi. Dalam hati saya bertanya-tanya apakah benar Agus melakukannya dengan sengaja, jika itu benar mengapa dia sedemikian tega melakukannya terhadap seorang pemain muda seperti saya. Di tengah kegalauan saya, tiba-tiba handphone saya berbunyi, di layar tidak terdapat nama dan nomer yang tertera di layar, tampak sedikit asing di mata saya, saya sempat ragu sebelum akhirnya memutuskan mengangkat telepon, dan ternyata orang di seberang sana adalah orang yang membuat saya harus terbaring di ruangan ini..


Pembicaraan berjalan dengan kaku dan aneh malam itu, karena antara saya dan Agus Setyawan sebelumnya memang tidak pernah berkomunikasi secara langsung. Agus menyampaikan ucapan turut prihatin dengan apa yang menimpa saya. Secara pribadi dia meminta maaf atas kejadian di lapangan sore tadi. Dia berkata bahwa dia tidak mendengar peluit wasit sehingga kejadian itu terjadi. Sejujurnya awalnya saya kurang bisa menerima argumen dia, akan tetapi pada akhirnya saya bisa mengihklaskan kejadian tersebut, dan malah secara pribadi saya memuji sikap Agus yang beritikad baik dengan meminta maaf secara langsung kepada saya melalui telepon..


Keesokan harinya saya pun harus naik meja operasi. Operasi itu sendiri dilakukan oleh Prof. Bambang dan dibimbing secara langsung oleh Alm. Prof Sehab. Sebelum operasi berlangsung, Prof. Bambang sempat meminta pendapat saya apakah lebih suka dibius total atau lokal, karena Prof. mengatakan bahwa operasi akan berjalan kurang lebih 1 jam, maka saya memutuskan untuk dibius lokal saja. Dengan bius lokal, saya berkesempatan melihat jalannya operasi secara langsung karena saya dalam keadaan sadar, akan tetapi ternyata rencana tersebut meleset, karena keadaan patahan tulang yang ternyata menyelip di antara engsel engkel saya. Maka tim dokter memerlukan waktu yang lebih lama dari yang diperkirakan. Saya mengikuti jalannya operasi dengan sangat seksama dengan dibatasi kain hijau di dada saya. Sedikit ngeri dan ngilu juga melihat pisau operasi yang belepotan darah serta bunyi desing gerenda tulang yang bekerja silih berganti membongkar engkel saya. Saya sempat tertidur beberapa kali selama operasi. Di sela-sela operasi Prof. Bambang sempat berkata “Sabar ya, ini tulang patahannya ngeyel ngga mau diangkat..”


Setelah kurang lebih 4 jam, akhirnya operasi itu selesai juga. Tim dokter mengatakan bahwa operasi berjalan baik walau agak susah dan memakan waktu lebih lama dari yang diperkirakan. Sekarang tahap yang selanjutnya adalah teraphy setelah operasi, tahap ini boleh dikatakan lebih penting dari operasi itu sendiri, karena ditahap ini nantinya saya akan mampu lepas dari trauma patah kaki itu atau tidak. Dalam tahap ini kesabaran dan disiplin mengambil peranan yang sangat besar. Dalam masa teraphy setelah operasi, saya harus melakukan diet yang sangat ketat agar berat badan saya tidak naik, karena jika berat badan naik tentu akan memberi beban yang sangat berat kepada engkel kaki saat akan mulai kembali berjalan serta berlari, di samping itu saya harus banyak sekali memakan zat besi, protein serta susu kalsium tinggi yang rasanya anyir seperti besi karatan setiap hari..


Tahap demi tahap saya lalui dengan penuh kesabaran dan harapan yang tinggi. Seperti yang dokter pernah katakan, ini adalah tahap terpenting dari proses penyembuhan itu sendiri, karena dalam tahap teraphy inilah yang nantinya akan menentukan berapa lama trauma itu akan segera mampu saya hilangkan. Terkadang saya merasa sudah sangat siap untuk kembali menendang bola, akan tetapi dokter mengatakan bahwa secara medis saya belum siap dan jika saya memaksakan menendang bola maka rasa sakit itu akan datang lagi dan trauma itu akan semakin lama hilang, itu yang terkadang membuat banyak pemain yang mengalami cedera serupa susah kembali ke performa terbaik, karena mereka kurang sabar dan terlalu mengikuti kata hati untuk ingin sesegera mungkin kembali bermain. Padahal sebenarnya secara medis dia belum 100% siap, mendengar itu terkadang rasa frustasi itu timbul di benak saya…


4 bulan sudah saya melewati semua ini dan semuanya berjalan sangat baik. Dokter mengatakan bahwa saya sudah boleh mulai berlatih kembali di lapangan bergabung bersama tim Persija, akan tetapi untuk bermain dalam pertandingan kompetitif dibutuhkan 1 bulan lagi, ehm.. saya masih harus kembali bersabar. Dan akhirnya hari itu datang juga, pada pertandingan terakhir kompetisi saat Persija bermain melawan PSM pada babak 8 besar di Padang, saya tampil untuk yang pertama kalinya setelah cedera, saya tampil selama 20 menit terakhir menggantikan Budhi Sudarsono. Saat itu Persija memang kalah 1:0 oleh gol dari Miro Baldo Bento dan kekalahan itu membuat langkah Persija terhenti sampai di 8 besar saja, rasa sedih tentu ada mengingat selama 6 bulan saya tidak mampu berjuang bersama Persija untuk mempertahankan gelar, akan tetapi di sisi lain saya merasa sangat bahagia karena selama 20 menit saya bermain, saya merasakan kondisi kaki saya sangat baik dan tidak mangalami kendala sedikitpun. Luar biasa.. itu berarti mulai sekarang saya bisa kembali mengejar mimpi-mimpi yang masih terlalu banyak menggantung di benak saya…