Alunan sebuah tembang berjudul "Return to Innocence" dari group asal Jerman "Enigma", menemani perjalanan saya dari ibukota Jakarta, menuju kota kembang Bandung. Seperti biasa, setelah melewati sebuah pertandingan maka memejamkan mata adalah sebuah hal yang hampir mustahil untuk saya lakukan.


Begitu juga malam itu, alih-alih untuk tidur, perjalanan Jakarta - Bandung yang memakan waktu kurang lebih 2,5 jam ini malah saya habiskan untuk mendengarkan musik, dan bermain twitter.


Sama seperti sehari sebelum pertandingan, malam ini saya kembali berdiskusi dengan followers saya. Pembahasan malam ini adalah pertandingan antara Persija Jakarta Vs Pelita Bandung Raya, yang baru saja berakhir beberapa jam yang lalu.


Dari banyaknya mention yang masuk, mayoritas bernada cukup positif. Namun demikian, tidak sedikit pula mention yang berisi hal-hal yang kurang menyenangkan. Seperti biasa, saya selalu berusaha untuk menjawabnya dengan baik. Toh pada akhirnya ini hanya sebuah diakusi, semua berhak menyampaikan pendapat, dan semua juga berhak untuk setuju, atau tidak setuju.


Secara keseluruhan, apa yang tersaji pada malam itu sungguh sempurna. Secara pribadi saya sangat menikmati setiap momen yang terjadi baik sebelum, dalam, maupun setelah pertandingan tersebut.


Diawali komunikasi dengan rekan-rekan The Jakmania melakui twitter sehari sebelum pertandingan. Sebuah komunikasi yang menunjukkan betapa eratnya hubungan diantara kami. Secara sopan mereka memberi salam, sekaligus meminta ijin untuk meneror saya selama 90 menit sepanjang pertandingan nanti. Dan untuk hal tersebut saya sangat berterima kasih..


Di hari pertandingan, saat memasuki stadion yang selalu saya anggap sebagai rumah, Gelora Bung Karno. Sambutan dari seluruh personel yang bertugas pada malam itu sungguh membuat saya terharu. Jabat tangan, pelukan erat, dan foto bersama disela-sela obrolan ringan nan hangat dengan para penjaga setiap pintu masuk, ruang ganti, lorong menuju lapangan, panitia pelaksana, hingga petugas keamanan nyaris membuat mata saya berkaca-kaca.


Meriahnya suasana stadion, nostalgia dengan para pendukung, tensi pertandingan yang panas, berjibaku dengan para sahabat, serta banner-banner yang memenuhi stadion (baik yang bernada dukungan maupun intimidasi) sungguh menjadi momen yang tak akan saya lupakan.


Apapun, tidak ada yang dapat menyangkal jika Gelora Bung Karno terbelah malam itu. Di antara banner-banner bernada intimidasi, masih terselip kalimat-kalimat apresiasi yang ditujukan bagi saya. Ikatan batin yang begitu erat antara saya dengan pendukung Persija Jakarta, membuat intimidasi itu nampak berjalan setengah hati.


Terlepas dari itu, saya yakin jika di lubuk hati mereka yang paling dalam, mereka sadar jika sebesar apapun tekanan yang mereka berikan, tidak akan berarti apa-apa bagi saya.


Mereka tentu paham, sebagai (mantan) punggawa Persija Jakarta yang paling sering mencetak gol di Bandung (Stadion Siliwangi, Stadion Si Jalak Harupat) dibawah tekanan suporter tuan rumah yang begitu luar biasa. Sebesar apapun tekanan mereka kepada saya, tidak akan mampu mengganggu karakter saya sebagai seorang pesepakbola.


Di akhir laga, saya menyempatkan untuk berkeliling untuk menyampaikan salam hormat, dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh The Jakmania yang hadir. Sudah lama rasanya saya tidak merasakan kehangatan berada ditengah-tengah mereka, seperti pada pertandingan malam itu.


Sekali lagi apa yang terjadi malam itu sungguh sangat sempurna. Momen sangat berharga, dan tak terlupakan dalam karir saya. Satu hal yang mengganjal hanyalah sebuah kejadian kecil di pintu merah, sesaat sebelum rombongan pemain Pelita Bandung Raya meninggalkan stadion.


Ketika itu empat orang pendukung Persija yang ingin berfoto dengan saya, diusir oleh pendukung Persija (yang tengah bertugas) yang lain. Dengan kalimat kasar, mereka menghardik empat orang tersebut untuk menjauh dari saya. Sebuah pemandangan yang membuat saya shock, dan sangat sedih.


Melalui tulisan ini, ijinkan saya untuk memohon maaf kepada empat orang pendukung Persija Jakarta tersebut. Semoga di lain kesempatan kita dapat bertemu kembali, dan dapat berfoto bersama.


Bagi saya, kembali berlaga dihadapan The Jakmania di Gelora Bung Karno, dengan status sebagai lawan, akan selalu menjadi hal yang sangat tidak mudah. Tekanan terbesar adalah pada mental, dan karakter saya baik sebagai sebuah pribadi, juga seorang pesepakbola.


Ini adalah saat, dimana saya harus memimpin sebuah pasukan yang bertujuan untuk menaklukkan sebuah tim yang telah membesarkan nama saya, dan memberikan begitu banyak hal dalam karir saya.


Hal yang bagi sebagian orang mungkin dianggap sebagai sebuah penghianatan. Namun bagi saya pribadi, hal tersebut tidak lebih dari sebuah rutinitas pekerjaan. Sebuah pekerjaan yang menuntut saya untuk mengerahkan seluruh kemampuan terbaik atas nama loyalitas, dan totalitas kepada sebuah profesi yang sangat saya cintai.


Dan sebagai seorang pesepakbola, saya tidak akan pernah menghianati profesi saya.


Selesai....