Untuk topik yang ketiga, saya melontarkan pertanyaan ini:


Mengapa Tim Nasional tidak kunjung berprestasi..? Kita berbicara tentang Timnas ya, bukan pengurus PSSI atau Liga Indonesia…



Di topik ini, diskusi berjalan dengan dengan sangat panas dan penuh antusiasme. Banyak yang berbicara keras, tetapi menurut saya keluar dari topik pembahasan. Seperti yang saya sebutkan di atas, saya kurang tertarik mengomentari pengurus PSSI dan Liga Indonesia.


Mengapa?? karena yang saya ingin tahu adalah pendapat masyarakat mengenai kinerja Tim Nasional itu sendiri, tanpa embel-embel berbagai hal. Satu hal lagi, mengenai kinerja PSSI dan kualitas Liga Indonesia sendiri sudah terlalu banyak saya bahas di artikel-artikel yang sebelumnya…


Banyak pendapat yang menurut saya sangat masuk akal, dan sedikit banyak ada benarnya, seperti: “Pembinaan usia dini yang kurang, mandeknya regenerasi, kurang memberi kesempatan pemain muda, pemanggilan pemain yang itu-itu saja, usia pemain yang rata-rata sudah tua, daya juang pemain yang kurang, kurangnya rasa disiplin pemain, daya tahan yang minim, kurangnya rasa nasionalisme, dsb”…


Ada juga pendapat yang sejujurnya susah saya mengerti, antara lain: “Waktu berkumpul yang kurang, pemain mata duitan, postur tubuh pemain kecil-kecil, kurang jimat, pemain kurang fokus karena banyak kebutuhan hidup yang belum terpenuhi, dsb”. Saya tidak dapat mengerti alasan tersebut, karena menurut hemat saya, hal-hal tersebut tidak seharusnya masuk dalam kategori kendala…


Di antara banyak komentar, saya tertarik membahas satu komentar yang berisi demikian ;


“Pemain Indonesia bakat alaminya luar biasa bagus.. Akan tetapi minim kemampuan taktis atau secara intelegensi lemah” via @mirwansuwarso


Menurut saya ini analisa yang luar biasa, dan saya sangat setuju dengan pendapat ini. Secara kualitas individu, Timnas kita tidak kalah dengan Timnas negara lain, akan tetapi secara pemahaman taktik dan strategi, kita terkadang masih sering tertinggal dengan negara lain. Itu mungkin terjadi karena banyak pemain kita yang tidak mengalami jenjang sekolah sepakbola (SSB) saat masih kecil. Dimana sebenarnya di sanalah cara bermain sepakbola secara baik dan benar itu diajarkan, baik secara teknik, taktik maupun strategi…


Atau mungkin kita dapat memperbanyak diklat-diklat (pendidikan dan latihan) sepakbola di Indonesia. Dimana seorang atlet mendapatkan beasiswa untuk bersekolah, sembari menerima pendidikan sepakbola, akan tetapi lebih memberi penekanan pada bidang akademis. Artinya, jika seorang atlet ingin tetap berada di dalam asrama dan mendapat beasisiwa sekolah, maka dia juga harus mengejar nilai rata-rata yang ditetapkan oleh sekolah dan diklat tersebut…


Jika atlet tersebut tidak dapat mencapai nilai rata-rata yang ditetapkan, maka diapun harus rela tergusur dari pemusatan latihan. Dengan demikian mau tidak mau, atlet tersebut harus bekerja keras, dikedua bidang tersebut secara bersamaan. Sehingga atlet tersebut, tidak hanya akan siap secara skill akan tetapi juga secara sumber daya manusianya…


Mengenai pendapat saya sendiri adalah seorang pelatih Timnas di Indonesia, selalu mendapatkan penilaian per turnamen, bukan dari perkembangan cara bermain Timnas itu sendiri. Artinya seorang pelatih tidak diberi kesempatan yang cukup lama dalam meramu tim, sehingga terkadang di saat kerangka tim sudah mulai jelas dan permainan tim mulai bagus, akan tetapi gagal di sebuah turnamen, maka pelatih tersebut harus rela meninggalkan jabatannya…


Mengapa saya katakan demikian, selama 11 tahun saya bermain untuk Timnas, terhitung tidak kurang dari 6 pelatih yang telah menangani saya. Mulai dari Bernard Schoem, Nandar Iskandar, Dananjaya, Benny Dollo, Ivan Kolev, Peter Withe kembali ke Ivan Kolev dan akhirnya balik ke Benny Dollo. Sehingga rata-rata seorang pelatih hanya memangku jabatan selama 20 bulan…


Bandingkan dengan Singapore yang sudah ditangani Radjoko selama hampir 6 tahun, atau Peter Withe yang sempat 6 tahun bersama Timnas Thailand. Jika sebuah tim terlalu sering berganti pelatih, maka kesulitan terbesar akan diterima oleh para pemain. Pemain akan merasa kebingungan, karena harus bersiap beradaptasi dengan pola dan cara bermain yang baru setiap terjadi pergantian pelatih…


Setiap pelatih pasti mempunyai selera dan kerangka tim yang berbeda-beda, disaat kita sudah mulai menemukan sebuah kestabilan bermain bersama pelatih A misalnya, kemudian kita gagal dalam sebuah turnamen, dan pada akhirnya pelatih tersebut dipecat. Maka secara otomatis kita akan memulai lagi kerja dari titik awal, dengan pelatih baru dan juga dengan cara bermain dan strategi yang baru pula…


Tanpa kita sadari, ini akan menghambat perkembangan Timnas itu sendiri. Sejujurnya saya tidak pernah peduli, siapapun pelatih yang nantinya ditunjuk menggantikan Benny Dollo (baik itu asing maupun lokal). Akan tetapi, jika saya boleh urun rembuk, berikanlah kesempatan pelatih tersebut untuk meramu tim secara leluasa dengan memberikan waktu yang cukup. Jangan lagi hanya karena setiap kita gagal dalam sebuah turnamen langsung dipecat. Karena katakanlah, jika setiap 1,5 tahun kita memiliki pelatih baru, maka yang terjadi adalah kita hanya akan sampai pada tahap adaptasi, dengan pola serta cara bermain setiap pelatih, tanpa pernah sampai pada tahap dimana sebuah tim akan menuai hasilnya…


Saya penah menulis tentang hal tersebut 2 tahun yang lalu (Red: Tulisan > Timnas > Pelatih Tim Nasional). Tepat sebelum PSSI menunjuk Benny Dollo menjadi arsitek Tim Nasional untuk yang kedua kalinya. Ketika itu, saya juga sempat berdiskusi dan menyampaikan pendapat saya, kepada salah satu pengurus PSSI saat itu, yaitu Bapak John Halmahera…


Lebih dari itu, saya sangat berterima kasih kepada rekan-rekan yang telah meluangkan waktunya untuk berdiskusi dengan saya via Twitter. Saya merasa sangat terhormat karena diskusi siang ini melibatkan berbagai kalangan. Mulai dari sineas, sesama atlet, fotografer, penyayi, penyiar radio, presenter, para siswa, jurnalis dan banyak lagi…


Antusiasme ini adalah bukti jika rekan-rekan sekalian peduli dan sangat mencintai Tim Nasional Indonesia. Kritik, saran dan harapan yang telah rekan-rekan tumpahkan siang ini, membuat saya semakin bangga dan tertantang sebagai pemain nasional…


* Bangga, karena telah memilik sepakbola sebagai profesi, dimana ternyata saya memiliki pendukung yang sangat loyal, kritis dan sangat militan*


* Dan tertantang, karena kritik, saran dan harapan yang terlontar dari rekan-rekan sekalian, membuat saya lebih tertantang untuk memberikan kemampuan terbaik saya, untuk berjuang demi kemajuan persepakbolaan Tanah Air*…

Selesai