Beberapa waktu yang lalu saya mendapat sebuah email yang berisi pertanyaan, begini intinya: “Bagaimana Bambang Pamungkas menilai karirnya sendiri?”.

Seketika saya berkata dalam hati, “Wah susah ini”. Iya, atas nama obyektifitas menilai diri sendiri adalah hal yang paling sulit, pun demikian halnya dengan jujur kepada diri sendiri, bias-bias pembelaan diri itu hampir pasti sulit untuk dihindari. Lagi pula pertanyaan ini kan seharusnya ditanyakan kepada orang lain, bukan kepada diri saya.

Namun demikian setelah memerah otak sedikit lebih keras, akhirnya saya menemukan sebuah jawaban yang dalam “husnudzon” saya, semoga tidak ada unsur-unsur pembelaan diri di dalamnya.

Begini: “Karir Bambang Pamungkas adalah sebuah contoh nyata, dimana walau berbekal talenta yang serba pas-pasan, seseorang tetap dapat meraih mimpi-mimpinya”.

Sebentar, sebentar jangan “suudzon” dengan berpikir jika saya tengah coba untuk merendahkan diri, tidak, tidak sama sekali.

Ngomong-ngomong, masih ingat dengan salah satu rumus sukses (K - P + R = S) dalam salah satu tulisan saya dahulu kan ya? Yang K - P + R = S itu lho. Yang (K)ita - (P)ermasalahan + (R)eaksi = (S)ukses itu. Tidak perlu lah rasanya saya ulang kembali penjelasan detailnya, semoga kalian masih ingat.

Pada tulisan ini, saya ingin mencoba memberi titik berat pembahasan pada bagian (R) atau reaksi. Dimana berkaitan erat dengan modal talenta saya sebagai pesepak bola yang pas-pasan tadi.

Tidak dapat dimungkiri sebagai pesepak bola talenta saya memang serba seadanya, saya yakin banyak penikmat sepak bola Indonesia yang sependapat dengan saya. Dalam banyak kesempatan, ayah saya sendiri pun sering berkata demikian.

Untuk ukuran seorang pesepak bola postur saya tidak dapat dikatakan ideal, apalagi berposisi sebagai striker yang harus berjibaku dengan bek-bek asing dengan postur yang biasanya menjulang. Dribbling saya juga seadanya, itu pun kalo kata jelek dianggap terlalu merendah. Tehnik? terlebih lagi. Jangankan tehnik seperti stepover, roullette, elastico,  cruyff turn dan lain-lain wong yang standar seperti juggling aja harus dengan susah payah. Kecepatan, dan agresifitas rasanya juga setali tiga uang, tidak ada yang terlalu menonjol.

Pertanyaannya yang kemudian muncul adalah: "Bagaimana caranya, dengan modal yang serba pas-pasan tadi, saya tetap mampu meraih mimpi saya untuk menjadi pemain nasional?"

Begini.

Sadar akan keterbatasan yang saya miliki, membuat saya harus berpikir lebih keras untuk menyiasati keadaan. Tujuannya agar walau dengan semua yang serba pas-pasan tadi, saya tetap dapat mewujudkan mimpi-mimpi saya. Setelah melakukan analisa yang cukup mendalam keputusan pun dibuat, dan mulailah saya menyusun sebuah strategi untuk menutupi kelemahan-kelemahan saya tadi. Yaitu dengan melatih unsur-unsur penunjang yang lain, dengan harapan dapat mempersempit ruang dari permasalahan yang saya miliki.

Contohnya, bagaimana cara mengatasi kekurangan dalam hal postur?

Dengan memberi latihan ekstra pada kekuatan otot kaki seperti ankle, betis, paha bagian depan, serta bagian belakang. Tujuannya agar saya mampu melompat lebih tinggi. Disamping itu saya juga melatih keseimbangan, dan “timing” dalam melakukan lompatan. Tidak terburu-buru, namun juga jangan sampai terlambat.

Karena menurut saya, duel udara itu bukan hanya tentang seberapa tinggi kita melompat. Namun lebih kepada kapan waktu yang tepat untuk melompat. Tujuannya agar kita dapat bertemu dengan bola pada saat kita berada pada titik tertinggi lompatan kita. Latihan-latihan tersebut yang membuat saya tetap mampu melakukan duel-duel udara, walaupun dengan postur yang katakanlah kurang ideal.

Kemudian bagaimana mengatasi kelemahan dalam hal dribbling, dan tehnik?

Dengan menyederhanakan cara bermain. Saya memilih bermain dengan satu, atau dua sentuhan. Banyak melakukan wall pass, dan back pass kemudian bergerak mencari ruang, dalam jarak yang tidak terlalu jauh. Untuk mendukung cara bermain tersebut, maka mau tidak mau saya pun harus memperbanyak latihan-latihan dasar sepak bola saya.

Seperti kontrol bola, memperhalus sentuhan pertama, passing, shooting, dan akurasi passing sekali sentuh. Hal-hal tersebut harus dapat saya lakukan dengan kedua kaki saya dengan sama baiknya. Strategi di atas terbukti dapat mempermudah, dan membuat saya tetap berbahaya sebagai striker, walaupun tidak memiliki dribbling yang baik.

Sedang untuk mengatasi masalah kecepatan, dan agresifitas?

Saya mengandalkan penempatan posisi, dan antisipasi dalam membaca permainan. Mencoba untuk selalu berada di saat, tempat, dan situasi yang tepat. Juga berusaha untuk berpikir satu langkah di depan pemain bertahan lawan (antisipasi), terutama di sekitar area kotak enam belas. Hal-hal tersebut terbukti efektif untuk membuat saya menjadi sedikit sulit ditebak. Penempatan posisi yang baik adalah faktor kunci agar lebih mudah mengeksekusi bola.

Akhir sekali beri sentuhan karakter yang kuat dalam penampilan kalian. Pilih yang sesuai dengan kepribadian masing-masing.

Hal-hal tersebut diatas adalah (R) Reaksi saya untuk menutupi kekurangan atau (P) Permasalahan saya. Karena hidup ini bukan tentang seberapa besar permasalahan yang kita hadapi, namun tentang seberapa positif reaksi kita terhadap permasalahan tersebut, yang pada akhirnya membuat kita menjadi orang sukses atau tidak.

Memiliki kekurangan bukan lah akhir dari masa depan kita. Yang berpotensi mengakhiri masa depan kita adalah, ketika kita tidak berani jujur kepada diri sendiri akan kekurangan kita, dan tidak segera memulai untuk memperbaiki.

Sekali lagi, modal talenta pas-pasan tidak semestinya membuat kita menyerah untuk mengejar, dan meraih mimpi-mimpi kita.

Selesai…..