Beberapa hari yang lalu, saya sangat kaget ketika melihat berita di TV, yang mengatakan jika Robert Enke telah meninggal dunia di usia 32 tahun. Jujur seketika saya termenung dan sedih, bagi Anda mungkin ekspresi saya tadi terlalu berlebihan, akan tetapi jika Anda berada di posisi saya dan mengalami peristiwa saat itu(10 tahun yang lalu). Saya yakin ada akan melalukan hal yang sama dengan diri saya..
Terlalu berlebihan jika saya katakan, saya mengenal Robert Enke dengan baik, terlalu berlebihan juga jika saya katakan dia mengenal diri saya. Akan tetapi sebuah cerita yang menarik telah terjadi diantara kami 10 tahun yang lalu, sebuah cerita yang tidak akan pernah saya lupakan dalam hidup saya, sebuah cerita yang unik, lucu, memalukan dan tentu menarik. Berdasarkan peristiwa tersebut, saya menilai seorang Robert Enke sebagai sosok pribadi yang ramah, bersahabat dan rendah hati..
Moenchengladbach 1999…
Pada tahun 1999, melalui manager saya saat itu, Mirwan Suwarso. Saya pernah mendapat kesempatan untuk berlatih di beberapa klub di Eropa, sebelum akhirnya saya bermain di EHC NORAD Belanda. Klub-klub tersebut diantaranya Roda JC Kerkrade, FC Koln dan Borussia Monchengladbach. Bermain di Eropa adalah impian semua pemain sepakbola di belahan dunia manapun, dan saat itu saya memiliki kesempatan untuk menimba ilmu di sana. Yang akan saya ceritakan saat ini adalah, saat saya berada di Boussia Moenchengladbach, saat di mana saya berkesempatan berjumpa dengan pemain-pemain top seperti Tony Polster, Robert Enke, Sebastian Deisler dan pelatih-pelatih top bernama Berti Vogts dan Rainer Bonhof..
Suatu pagi, saya bersama Franz van Balkom mengendara mobil dengan sedikit tergesa-gesa. Kami harus sampai di Moenchengladbach sebelum pukul 9 pagi, jarak Valkenberg Belanda dengan Moenchengladbach Jerman kira-kira 1,5 jam berkendara, melalui jalan tol yang sangat mulus. Pukul 10 tim akan melakukan latihan, dan 1 jam sebelumnya semua pemain sudah harus ada di dalam ruang ganti pemain..
Singkat cerita kami sampai di sana pukul 8:00 pagi. Saat itu suasana tempat latihan masih sangat sepi, seorang receptionist menyapa kami di pintu depan kamp latihan Moenchengladbach ini. Karena masih terlalu pagi, orang tadi membawa kami ke sebuah cafe yang berada di dalam area kamp latihan ini..
Seorang chef mempersilahkan kami dan menanyakan hidangan apa yang saya inginkan untuk sarapan pagi ini. Saya mengatakan “Apa saja sir”, orang tadi menjawab “Apapun yang kamu mau kami akan menyiapkannya, kesehatan pemain adalah tanggung jawab saya”. Saya sempat tertegun dan kaget, luar biasa di sini hal sekecil ini pun sangat diperhatikan. Setelah sedikit berpikir, saya meminta roti bakar dengan selai strowberry, yogurt dengan rasa senada dan segelas teh manis. Chef tadi menjawab “Hanya itu sir, Anda memerlukan lebih dari itu untuk menjadi seorang atlet, saya akan menambahkan pisang dan mengganti teh dengan segelas susu segar, apakah Anda setuju”, tanpa menunggu lama saya berkata “Oke sir”. Tak lama berselang datanglah makanan tadi, dan mulailah saya melahapnya..
Setelah selesai, seorang staf yang lain mempersilahkan saya untuk mengikutinya. Saat saya keluar dari cafe ini seseorang tengah berjalan menuju ke arah kami, orang tersebut nampak sangat familiar di kepala saya, saya sempat ternganga melihat orang tersebut. Staf tadi berbicara sebentar dengan orang tersebut, sayapun sempat bersalaman dengannya. Setelah orang tersebut masuk ke dalam dan kami sudah di luar, saya memberanikan diri bertanya kepada staf tadi, “Maaf sir, apakah tadi Tony Polster(Austria)..??”, “Iya betul dia adalah kapten kami Tony Polster” jawab staf tadi singkat…
Ternyata staf tadi membawa saya ke ruang ganti pemain, “Ini adalah ruang gantinya, ini looker kamu, ini perlengkapan latihan kamu”, “Oke sir, di mana pemain yang lain” tanya saya. Dia menjawab “Mereka tengah sarapan sekarang dan akan berada di sini sebentar lagi”. setelah itu staf tadi meninggalkan saya sendirian di sebuah ruang ganti, yang lebih mirip seperti ruangan spa hotel berbintang 5 dimata saya…
Ruangan ini sangat besar, terdapat kotak-kotak tempat di mana setiap pemain telah disiapkan perlengkapan latihannya. Di tengah ruangan terdapat sebuah meja yang lumayan besar, di atasnya tertata rapi buah-buahan, susu, yogurt, roti dan jus dengan berbagai rasa buah, sebuah rangkaian bunga mempercantik tatanan meja ini. Saya sempat melihat-lihat ke belakang, di mana terdapat ruang mandi yang sangat besar dengan 15 pancuran air, kolam air panas, kolam air dingin dan 3 buah meja teraphy. Woow luar biasa fasilitas tim Moenchengladbach ini, gumam saya dalam hati…
Tiba-tiba tersirat dalam benak saya untuk mengabadikan moment tersebut, seketika saya ambil sebuah kamera saku dari tas ransel saya, dan saya pun mulai memotret keadaan dalam ruangan tersebut. Tentu dengan sebentar-sebentar melihat ke pintu, karena tentu saya akan sangat malu jika tiba-tiba seseorang masuk dan mengetahui apa yang saya lakukan he he he..
Setelah puas memotret segala sesuatu di dalam ruangan tersebut, saya pun mulai berpikir, buat apa saya memotret semua ini jika tidak ada foto saya di sini. Maka saya pun berpikir, bagaimana ya caranya agar saya bisa memotret diri saya sendiri dengan latar belakang ruangan ini. Beberapa saat saya memutar otak, dan akhirnya timbulah ide brilian dari otak kampungan saya ini…
Kebetulan di tembok tengah ruangan terdapat sebuag kaca yang cukup lebar, maka segeralah saya memakai seragam latihan saya. Dan secepat kilat, saya menuju kaca tersebut, saya berdiri kira-kira 1,5 meter pas menghadap ke kaca. Kemudian saya arahkan kamera yang saya pegang di tangan kanan saya, ke arah kaca dengan sudut yang agak miring ke arah dalam. Target potretan saya bukanlah diri saya, akan tetapi kaca di depan saya, dengan harapan pantulan kaca tersebut, akan memberikan gambaran lebih lebar diri saya dengan latar belakang ruang ganti tersebut. Brilian bukan he he he…
Maka dengan berbagai macam gaya, saya pun mulai memotret kaca di depan saya saya tersebut, saya pun tidak lupa memberikan bumbu senyuman di setiap gaya saya(foto-foto tersebut mungkin masih disimpan oleh mas Mirwan). Tanpa saya sadari seseorang telah memasuki ruangan, saya mengetauinya setelah terdengar bunyi looker dibuka. Seketika saya berbalik dan secepat kilat kembali ke looker saya yang berada di ujung ruangan ini, jantung saya berdebar saat itu, sebagai seorang yang normal tentu saya sangat malu. Pemain tersebut tidak beraksi apa-apa, tanpa menghiraukan saya dia mengenakan baju latihannya…
Dalam hati saya berkata “Ah syukurlah dia tidak melihat saya, tetapi mana mungkin dia tidak melihat saya, Ah bodo amat lah”, beberapa saat kemudian beberapa pemain mulai memasuki ruangan. Mereka pun mulai bercerita dan bercanda diantara para pemain, saya masih saja di posisi di mana saya berada sejak tadi (pojokan ruangan) dengan pura-pura membetulkan tali sepatu yang sebenarnya sudah terpasang dengan rapinya. Tujuan saya adalah, agar posisi badan saya menunduk sehingga tidak terlalu banyak kontak mata dengan para pemain yang lain..
Sambil memakan sebuah apel yang disediakan di ruang ganti ini, pemain yang datang paling awal tadi, bercerita kepada beberapa pemain dengan bahasa Jerman yang tentu tidak saya mengerti sama sekali. Sontak para pemain tersebut tertawa terbahak-bahak dan melihat kearah saya. Muka saya pun berubah merah, dalam hati saya berkata “Sial, berarti pemain tadi tau apa yang saya lakukan tadi” maka semakin menunduklah diri saya, sambil terus melepas dan memasangkan kembali tali sepatu saya, yang memang sebenarnya tidak bermasalah tadi..
Di tengah rasa malu saya tadi, datanglah seorang berbadan tegap dengan rambut sedikit gondrong menghampiri saya. Pemain tersebut membawa sebuah apel berwarna merah, pemain tersebut menyapa saya dan berkata dalam bahasa Inggris “Hallo apa kabar, nama saya Robert, selamat datang di Borussia, jangan hiraukan mereka, mereka hanya bercanda”. Pemain tersebut langsung duduk di sebelah saya, karena memang looker dia ternyata tepat di sebelah saya.
Saya pun menerima apel tersebut dan menjabat tangan si Robert, kemudian saya berkata “Terima kasih, nama saya Bambang, saya dari Indonesia”, “Indonesia, di negara mana kota itu” tanya Robert. “Indonesia adalah negara, kamu tahu Jakarta..??” tanya saya, dan dia masih tidak mengetahui di mana itu Indonesia. Seketika saya teringat Bali, maka saya berkata “Apakah Anda tahu Bali..??”, “Bali, ehm tentu saya tau Bali, saya pernah berlibur ke sana tahun lalu, pantainya bagus sekali” jawabnya bersemangat. “Betul Bali memang sangat indah” lanjut saya.
Kemudian keluarlah pertanyaan yang membuat saya jadi bingung dari Robert. “Apakah Indonesia terletak di Bali..??” seketika bingung, bagaimana dia tahu Bali tapi tidak tahu Indonesia. Saya pun menjelaskan kepada Robert “Indonesia adalah sebuah negara, ibukotanya bernama Jakarta, sedangkan Bali adalah salah satu propinsi di Indonesia”. Mendengar penjelasan saya si Robert malah nampak bingung, “Saya pikir Bali adalah sebuah negara, saya tidak melewati Jakarta, karena saya terbang langsung dari Singapore ke Bali” jelas dia..
Tiba-tiba datanglah seorang paruh baya berperawakan tegap, yang nampaknya sang pelatih (Rainer Bonhof). Orang tersebut berkata “selamat pagi semua, mari kita mulai bekerja”, dan semua pemain pun serentak beranjak dari tempat duduknya termasuk saya dan si Robert. Dalam hati saya berkata “Untung ada si Robert, sehingga setidaknya saya tidak kikuk menghadapi pemain-pemain yang tadi menertawakan saya”. Robert telah menyelamatkan saya pagi ini..
Singkat cerita setelah selesai berlatih, saya pun pulang. Sebelum pulang, saya sempat mengambil sebuah majalah di depan receptionist yang memang disediakan bagi siapa saja. Dalam perjalanan pulang saya membaca majalah tersebut, yang sengaja saya mengambil dalam edisi bahasa Inggris. Dari sanalah saya tahu jika, Robert yang tadi menolong saya, adalah Robert Enke. Kiper andalan Borussia yang tahun depan akan pindah ke salah satu klub terbaik di dunia Barcelona FC Spanyol (sebelum dipinjamkan ke Benfica dan kembali ke Bancelona). Dari majalah tersebut, saya pun mengetahui jika pemain yang masuk ruangan, ketika saya berfoto tadi adalah Sebastian Deisler. Bintang lapangan Borussia yang tahun depan akan pindah ke klub Raksasa Jerman Bayern Munchen. Selama perjalanan pulang saya pun sering tersenyum-senyum sendiri, “Sebuah hari yang tak terlupakan”, gumam saya dalam hati..
Berdasarkan pengalaman saya tadi, saya rasa sangat wajar jika saya sangat kaget dan sedih mendengar berita meninggalnya Robert Enke. Saya sempat mengikuti karir si Robert ini, dia sempat bermain di Barcelona (Spanyol), Benfica (Portugal), Fenerbahce(Turki), Tenerife (Spanyol) sebelum akhirnya bermain untuk Hanover 96 FC (Jerman). Robert Enke juga merupakan salah satu kiper yang dipersiapkan pelatih Jerman Joachim Loew menuju Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan..
*DANKE ROBERT ENKE, ICH WERDE NIE VERGESSEN DEINE GUTE.. UND IN FRIEDEN RUHEN*…
Selesai…