Pagi ini Jakarta terasa aneh di mata saya, suasana jalanan yang sangat sibuk dan padat membuat saya merasa sedikit pusing. Sangat bertolak belakang dengan suasana di kampung halaman saya Getas, Salatiga. Pak Mirwan berkata perjalanan dari terminal Lebak Bulus ke rumahnya di kawasan Kemang akan memakan waktu kurang lebih 30 menit, selama perjalanan saya banyak bercerita dengan Pak Mirwan tentang banyak hal, dari pembicaraan itu saya jadi lebih banyak tau tentang Pak Mirwan dan latar belakangnya termasuk pekerjaannya. Oh iya dia menyuruh saya memanggil dia dengan nama Mirwan saja karena dia merasa agak terganggu dengan panggilan pak dari saya, akan tetapi sebagai orang Jawa yang menjunjung tinggi sopan santun, saya pun memilih memanggil dia dengan sebutan Mas Mirwan dan diapun setuju dengan hal itu. Dari gaya bahasanya saya menebak bahwa mas Mirwan ini adalah golongan orang yang cukup intelektual dan berpikiran maju. Setelah lumayan lama kami memacu mobil di antara padatnya jalanan ibukota, akhirnya kami sampai di daerah yang bernama Kemang, kami memasuki gang kecil yang berada diantara sebuah cafe dan perkantoran, dan tidak lama kemudian akhirnya mobil pun berhenti..


 


Kami berhenti di sebuah tempat yang menurut saya menyerupai kantor dan sekolahan, sesaat kemudian mas Mirwan berkata “Akhirnaya sampai juga.. Inilah rumah ku Bang, lebih tepatnya rumah orang tuaku sih, rumahku ada di belakang”, “oh iya mas” jawab saya singkat. Setelah itu dia menunjukkan tempat di mana saya akan beristirahat, sebuah rumah kecil bergaya klasik yang berada di taman belakang bersebelahan dengan kolam renang, “nah ini rumahku Bang, kamar mandi ada di atas ya setelah mandi aku tunggu di ruang makan, kita sarapan bareng, kamu pasti sudah lapar” Kata Mas Mirwan sebelum meninggalkan saya, dalam hati saya berkata “Tau aja dia kalo saya memang sudah kelaparan he he he” karena memang sejak semalam saya belum makan. Setelah mandi dan berganti baju saya pun turun dan menuju ruang makan yang terletak tepat di pojok kolam renang. Saat sarapan kami kembali bercerita panjang lebar tentang tawaran klub eropa yang memberikan ujicoba kepada saya, klub itu bernama Roda JC Kerkrade dari Belanda, Roda mengundang saya untuk berlatih bersama mereka selama 2 minggu, berkat kerja mas Mirwan saya mendapatkan kesempatan itu, tentunya untuk bisa ke sana tentu di butuhkan Visa dan tiket pesawat, sedang untuk mengurusnya dibutuhkan persyaratan yang sangat banyak, akan tetapi Mas Mirwan berjanji akan mengurus itu semua. Untuk mengurus semuanya kira-kira dibutuhkan seminggu, sehingga selama seminggu kedepan saya akan tinggal di rumah ini..


Selama seminggu saya banyak menghabiskan waktu untuk berlatih sendiri di halaman belang rumah ini yang lumayan cukup luas, di samping itu saya juga sering menghabiskan waktu di kantor mas Mirwan yang terletak tepat di depan rumah. Di sana saya belajar menggunakan komputer, mengasah kemampuan bahasa inggris saya dan juga sedikit belajar Bahasa Belanda walaupun sejujurnya Bahasa Belanda itu membuat saya jadi sakit tenggorokan. Melalui mas Mirwan saya juga mendapatkan sponsor pribadi yaitu product apparel dari Amerika bernama NIKE, sehingga mulai saat ini semua kebutuhan saya akan disediakan oleh Nike dari mulai sepatu bola, kets, baju, tas dll. Itulah tahun pertama saya menjadi model Nike dan ternyata kerja sama tersebut berkelanjutan sampai dengan saat ini..


Singkat cerita pada suatu malam ketika saya tengah membaca buku Travel Guide tentang Belanda tepatnya kota Kerkrade Mas Mirwan datang menemui saya. “Bang semua sudah beres dan besok malam kamu bisa berangkat” kata Mas Mirwan sambil tersenyum, mendengar berita tersebut sontak mata saya berbinar dan berkata “wah akhirnya mas kita jadi berangkat juga, kita berangkat naik pesawat apa mas..? “Kita..? Kamu akan berangkat sendiri Bang menggunakan pesawat KLM, aku ngga bisa ikut karena banyak hal yang harus aku kerjakan di Jakarta..” kata Mas Mirwan,seketika ekspresi muka saya yang tadinya berbinar berubah menjadi pucat, dan saya pun berkata “Wallaah.. Mas Mirwan bercanda ya..?” “Ha ha ha ya ngga lah..” jawabnya sambil tertawa karena melihat ekspresi muka saya yang memang benar-benar pucat dan terlihat lemas, “tenang saja Bang ada temenku di sana namanya Frans Van Balkom dia akan membantu kamu selama di sana, dia pelatih sepakbola dan pernah juga melatih beberapa tim di Indonesia seperti Pardedetex serta Niat Mitra, dia juga pernah melatih timnas Indonesia tapi tahunnya akau lupa, dan orangnya enak banget ko..” lanjut dia enteng, “Tapi nanti kalau saya nyasar gimana ma..?” tanya saya lagi, “ya ngga lah Bang, naik pesawat itu ngga kayak naik bus bisa sembarangan naik jadi kamu ngga akan nyasar, yang terpenting adalah tiket dan pasport jangan sampai hilang dan jangan terlambat serta yang terpenting jangan malu bertanya, lagian Bahasa Inggris kamu khan lumayan bagus” jelas Mas Mirwan, “Jadi bener nih saya berangkat sendiri besok..?” tanya saya lagi memastikan “Iya Bambang besok kamu berangkat sendiri naik KLM dari Jakarta-Singapore terus Singapore-Amsterdam dan diteruskan pakai pesawat domestik Amsterdam-Kerkrade. Di Kerkrade, Van Balkom yang akan menjemput kamu, aku akan memantau dari Jakarta” Jelas dia sambil menyerahkan tiket pesawat KLM berwarna biru muda,” “Oh iya kertas ini jangan lupa di bawa ya!, ini surat bukti undangan ujicoba dari Roda JC Kerkrade, biasanya akan ditanya di imigrasi Amsterdam” kata dia lagi..


Malam itu hati saya benar-benar gundah gulana, saat itu saya menjadi pribadi yang sangat rapuh, perasaan ragu menyeruak dari dalam hati saya, apakah saya harus pergi ataukah lebih baik saya mengurungkan niat untuk mencoba sesuatu yang baru di Eropa sana. Malam itu saya duduk di beranda depan sambil terus berpikir, apa yang sebaiknya saya lakukan. Berbalik badan dan menghindar jelas bukan tipikal seorang Bambang Pamungkas, akan tetapi membayangkan terbang dari Jakarta-Singapore-Amsterdam sampai ke Kerkrade sendirian jelas membuat nyali saya menjadi ciut. Selama ini saya ke luar negeri selalu bersama rombongan tetapi besok saya harus mengurus semuanya sendiri, jelas itu sesuatu yang membuat saya bimbang apakah bisa saya melakukannya sendiri. Akan tetapi jika membayangkan Mas Mirwan yang bekerja keras selama seminggu untuk mengurus semuanya agar saya bisa berangkat, jelas mundur bukanlah jalan yang bijaksana, saya tidak ingin membuat kerja keras Mas Mirwan sia-sia. Tanpa terasa jam di dinding sudah menunjuk ke angka 2, wah sudah larut sekali ternyata dan badan saya pun sudah terasa penat dan mengantuk. Setelah menimbang semuanya dengan seksama akhirnya saya pun menetapkan hati untuk berangkat besok malam, apapun yang terjadi akan saya hadapi yang terpenting adalah jangan malu bertanya walaupun dengan Bahasa Inggris yang berantakan. Tanpa terasa saya pun tertidur pulas malam itu…


TO BE CONTINUE…