Entah berapa kali kejadian ini berulang. Entah berapa banyak nyawa yang telah melayang. Sampai kapan dan butuh berapa banyak korban lagi, untuk membuat kita sadar dan menghentikan semuanya?

Sejak malam setelah pertandingan hingga saya menulis artikel ini, hampir seluruh platform sosial media dipenuhi dengan kalimat duka cita atas meninggalnya salah satu suporter sepak bola, akibat dikeroyok oleh kelompok suporter yang lain. Video pengeroyokan pun menyebar luas di masyarakat.

Sangat brutal dan keji, manusia-manusia tersebut seperti tak memiliki hati nurani, memangsa saudara sendiri hanya karena berbeda keyakinan dalam mendukung sebuah klub sepak bola. Kebencian itu terlihat begitu mengakar. Kegiatan biadab yang dilakukan secara berantai pengeroyokan, mendokumentasikan, dan menyebarkan.

Kemudian apakah kita masih saja menutup mata dan mengelak, jika ternyata sepak bola memang menjadi aktivitas yang sangat berbahaya di negara ini.

Saya tahu apa yang akan saya sampaikan ini mungkin akan terlihat (terdengar) kurang baik atau bahkan kurang pantas. Namun sebagai pelaku sepak bola, mohon maaf yang sebesar-besarnya rasanya saya memiliki tanggung jawab moral untuk menyampaikannya secara jelas.

Melakukan penganiayaan hingga hingga mengakibatkan nyawa melayang adalah prilaku yang biadab, namun "nekat" datang ke sebuah pertandingan away (dalam kondisi seperti saat ini) atas nama sebuah fanatisme juga jelas bukan tindakan yang dapat dibenarkan.

Bukankah sudah banyak himbauan yang dikeluarkan oleh kedua belah pihak, demi tidak terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Bagi saya itu bukan fanatisme, namun sebuah ego, iya sebuah ego yang terlalu besar.

Saya hanya ingin berpesan kepada siapapun suporter (dari tim mana pun) di luar sana yang memiliki ego serupa, tolong pikir kembali dengan baik niat anda tersebut. Ini bukan sekadar tentang hilangnya (lagi) satu nyawa, ini tentang bergulirnya bola salju permasalahan yang semakin lama semakin membesar, dan entah kapan akan berhenti.

Menulis kalimat belasungkawa, kata-kata bijak, dan rasa simpati kemudian mem-postingnya ke media sosial adalah hal yang mudah. Bagian tersulitnya adalah menghentikan berkembang pesatnya kebencian yang kemudian menimbulkan tindakan saling balas di kemudian hari.

Kita semua tentu turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas apa yang terjadi, kita semua juga bersimpati kepada keluarga korban yang ditinggalkan, dan mendoakan agar almarhum mendapatkan tempat terbaik sesuai dengan amal ibadahnya. Namun sekali lagi, mohon maaf yang sebesar-sebesarnya saya harus menyampaikan ini secara jelas, agar hal semacam ini tidak lagi terjadi di masa yang akan datang.

Suporter sepak bola itu sebuah fenomena yang unik, ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi menguntungkan, karena mereka adalah salah satu faktor penggerak utama sebuah industri sepak bola. Namun di sisi lain, menjadi merugikan ketika sudah mulai melakukan tindakan-tindakan di luar batas, yang tidak lagi dapat ditoleransi.

Dalam situasi seperti saat ini yang harus kita lakukan adalah mencari solusi bukan saling menyalahkan, apalagi membenarkan.

Di Indonesia hukuman denda kepada klub untuk ulah yang dilakukan oleh suporter sudah tidak lagi efektif. Mengapa? karena hal tersebut tidak berdampak langsung kepada suporter. Suporter merasa membayar untuk menyaksikan pertandingan, sehingga yang ada dalam benak mereka adalah, “Ya tinggal bayar aja pakai uang tiket. Toh kita nonton bayar kok”. Hukuman model ini hanya memberatkan klub, namun tidak memberikan efek jera kepada sumber permasalahannya.

Untuk suatu masalah yang ekstrem diperlukan tindakan yang juga ekstrem. Ketakutan atau kekecewaan terbesar suporter adalah ketika melihat tim kebanggaannya kalah (tidak mendapatkan poin). Menurut saya federasi dalam hal ini PSSI harus mulai bermain di zona tersebut. Dengan apa? dengan pengurangan poin. Tinggal dilihat saja pada tingkatan mana pelanggaran yang dilakukan oleh suporter. Semakin berat masalah yang dibuat oleh suporter sebuah tim, maka semakin banyak poin yang akan dikurangi.

Jadi jika suporter tidak ingin tim kesayangannya mendapatkan pengurangan poin, ya harus menjaga prilaku di dalam dan di sekitar stadion dengan sebaik mungkin.

Dari sana kita harapkan akan timbul rasa khawatir, hingga kemudian menimbulkan introspeksi dan saling mengingatkan diantara mereka sendiri. Hukuman pengurangan poin akan menjadi hukuman yang teramat sangat berat bagi sebuah tim, hukuman yang juga akan dirasakan langsung oleh suporter dari tim tersebut.

Sebuah ide (entah ini legal atau tidak di mata FIFA) yang mungkin dapat dipertimbangkan oleh PSSI, untuk kemudian dapat diberlakukan di musim yang akan datang. Mengenai penggolongan mana pelaggaran ringan, sedang, berat, hingga sangat berat nantinya dapat disepakati bersama sebelum bergulirnya kompetisi. Tidak hanya oleh klub, namun juga suporter dari setiap klub.

Jika hal tersebut sudah diberlakukan, dan ternyata kekerasan dalam dunia sepak bola Indonesia masih saja terjadi. Maka satu-satunya jalan keluar terbaik adalah mengilangkan sepak bola dari Republik ini. Karena ternyata kita memang belum cukup pantas untuk memainkan olah raga sakral ini, selesai masalah.

Terus siapa yang menanggung hajat hidup ribuan orang yang terlibat dalam industri sepak bola, jika sepak bola ditiadakan?

Disinilah sering kali logika kita terbalik dalam melihat suatu masalah. Yang seharusnya kita pikirkan bukanlah, “siapa nantinya yang akan menanggung hajat mereka jika sepak bola ditiadakan?”. Namun “bagaimana caranya agar sepak bola tetap ada di Indonesia?”.

Jawabannya mudah ya mari saling menjaga prilaku, saling menahan diri, dan saling menghargai agar pertandingan sepak bola tidak menjadi sebuah aktivitas yang meresahkan dan membahayakan masyarakat, sesederhana itu.

Kita sering kali berpikir (terlalu jauh) akibatnya apa, tanpa mau berusaha dan mencoba untuk melakukan tindakan preventif terlebih dahulu. Hukuman diberikan jika tidak ada perbaikan. Maka pola pikir kita seharusnya perbaiki segera agar hukuman tidak dijatuhkan, bukan kalau sudah dihukum apa yang harus kita lakukan.

Sekarang tinggal kita mau pilih yang mana?

Tetap semangat dan sukses selalu.

Selesai....