Waktu menunjukkan pukul 02:15 WIB ketika saya meninggalkan hotel tempat pemain menginap, dan mengendarai mobil menuju kediaman saya. Pagi itu jalanan kota Jakarta masih cukup ramai, terlihat kerumunan masyarakat di beberapa sudut jalan. Sebagian adalah sisa-sisa pendukung Persija yang baru saja pulang dari stadion, sebagian lagi nampaknya warga ibukota yang melakukan kegiatan sahur on the road.


Perjalanan dari hotel menuju rumah saya memakan waktu kurang lebih 15 sampai 20 menit. Ketika itu banyak sekali hal berkecamuk di kepala saya. Tanpa sadar saya pun meracau selama perjalanan. Kecewa dan marah sudah pasti, namun rasanya hal yang paling saya rasakan pada saat itu adalah kesedihan, iya kesedihan yang teramat sangat mendalam.


Kesedihan mendalam saya bukanlah karena saya gagal menjadi algojo pinalti. Bukan, bukan karena itu. Karena siapa saja bisa gagal, dan lagipula ini bukanlah kegagalan pertama saya dalam mengeksekusi tendangan 12 pas. Dan oleh karena itu, saya tidak akan pernah menolak, jika di lain kesempatan harus menjadi penendang kembali.


Bukan juga karena Persija harus menelan kekalahan pada pertandingan kali ini. Kekalahan memang selalu menyakitkan, terlebih lagi hal tersebut terjadi di kandang sendiri. Namun demikian toh dalam pertandingan sepakbola menang, seri ataupun kalah adalah hal yang biasa, walaupun sudah barang tentu semua pemain, klub, atau suporter selalu menginginkan hasil terbaik, yaitu menang.


Kesedihan terbesar saya adalah melihat salah satu suporter terbaik di negeri ini (Jak mania) lepas kendali dan melakukan hal-hal yang diluar dugaan saya. Sebuah tindakan anarkis yang sudah pasti mencoreng kredibilitas mereka sendiri, kredibilitas yang mereka bangun dengan susah payah selama bertahun-tahun.


Entah apa (meninggalnya Fahreza, gas air mata yang ditembakkan terlalu dini oleh polisi, kegagalan saya dalam mengeksekusi pinalti, atau kekecewaan mereka karena tim kesayangannya tertinggal) yang mendasari tersulutnya emosi Jak mania, merangsek ke area lapangan hingga membuat pertandingan harus dihentikan adalah hal yang tidak dapat dibenarkan, dan dikatakan dewasa.


Hal tersebut lah yang membuat saya memilih tinggal di lapangan, saat semua pemain di evakuasi menuju ruang ganti. Saya seakan tidak percaya dengan apa yang saya lihat malam itu. Saya selalu memiliki keyakinan jika kualitas kita sebagai manusia jauh lebih baik dari apa yang tergambar pada malam itu.


Dan oleh karena itu kita seharusnya juga dapat berperilaku, atau memberikan respon yang jauh lebih baik dari itu. Baik terhadap segala sesuatu yang terjadi dari dalam lapangan, maupun dari luar lapangan.


Keesokan hari mungkin kita baru akan tersadar, jika apa yang terjadi pada malam itu sama sekali tidak memberikan sesuatu yang positif bagi kita semua baik bagi Jak mania, kota Jakarta, dan terlebih lagi bagi Persija Jakarta. 


Terlalu besar (potensi) konsekuensi yang harus kita bayar atas apa yang terjadi, tidak hanya bagi Jak mania namun juga Persija Jakarta, dan bisa jadi juga jalannya kompetisi di tanah air. Konsekuensi besar yang sudah barang tentu tidak kita semua inginkan.


Kesedihan saya semakin mendalam ketika melihat begitu banyak komentar yang terdapat di akun instagram saya, dimana diantara pendukung Persija Jakarta sendiri pun saling menyerang antara satu dengan yang lain.


Dalam sebuah kesempatan saya pernah menyampaikan:


"Kekalahan memang sangat menyakitkan, namun lebih menyakitkan lagi jika kekalahan tersebut membuat kita menjadi terpecah-belah". 


Dan oleh karena itu, serta untuk kebaikan bersama maka dengan berat hati sayapun memutuskan untuk menghapus semua komentar tersebut, dan meninggalkan pesan sebagai berikut:


"Dengan sangat terpaksa dan tanpa mengurangi rasa hormat kepada siapapun, saya harus menghapus segala komentar disini. Baik yang berupa kritik, saran, masukan serta dukungan bagi saya setelah pertandingan semalam. 


Hal tersebut agar tidak terjadi perdebatan yang lebih panjang mengenai diri saya yang berpotensi membuat kita semua menjadi terpecah-belah. Namun demikian dapat saya pastikan jika saya membaca semua pesan yang anda sekalian tinggalkan dalam akun instagram saya ini, dan oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. 


"Kekalahan memang sangat menyakitkan, namun lebih menyakitkan lagi jika kekalahan tersebut membuat kita menjadi terpecah-belah". 


Kegagalan pinalti sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya, tidak ada alasan, dan oleh karena itu saya akan perbaiki. Sedang apa yang anda sekalian dapat lakukan adalah kembali bersatu (jangan lagi ada perdebatan), kembali rapatkan barisan  untuk mendukung tim kesayangan kita semua. 


Karena dalam situasi seperti ini Persija Jakarta sangat membutuhkan dukungan kalian semua. Regards, Bambang Pamungkas".


Kerusuhan yang terjadi akibat ulah (sebagian kecil) Jak Mania malam itu, sudah pasti akan memberikan efek negatif yang sangat luar biasa, tidak hanya bagi Jak mania, tapi juga Persija Jakarta. Karena sebagai klub, Persija Jakarta sudah pasti akan sangat dirugikan dengan kejadian tersebut. 


Bukan bentuk dukungan yang seperti ini yang Persija harapkan dari pendukungnya. Bukan fanatisme membabi-buta seperti ini yang Persija inginkan dari manusia-manusia kreatif bernama Jak Mania. 


Yang kami butuhkan adalah dukungan positif (kritik, saran dan masukan) penuh kearifan agar kita dapat bersinergi dan bersama-sama membangun, menjaga nama baik dan menjaga kebesaran tidak hanya Persija, namun juga kota Jakarta yang kita sama-sama kita cintai.


Setelah apa yang terjadi pada malam itu, sudah seharusnya kita sama-sama merenung, dan melakukan introspeksi kedalam diri kita masing-masing. Apakah kualitas kita sebagai manusia sedemikian buruknya, hingga tidak dapat mengendalikan diri, dan berlaku sedemikian rupa.


Apakah sudah tidak ada lagi ruang untuk rasa cinta dalam hati kita, sehingga kekerasan adalah respon dari sebuah kekecewaan. Apakah sedangkal itu kedalaman nilai dari ketulusan cinta kita kepada Persija Jakarta?


Saya pikir tidak. Seperti yang saya sampaikan diawal tadi, saya masih percaya jika kualitas kita sebagai manusia jauh lebih baik dari apa yang tersaji pada malam itu. Dan oleh karena itu sudah selayaknya kita malu atas apa yang terjadi, dan segera memperbaiki diri.


Oleh karena itu, mari kita segera merapatkan barisan, menahan diri dari segala bentuk provokasi, kembali berkoordinasi dengan kesatuan masing-masing, dan menghadapi segala permasalahan ini bersama-sama. 


Atas nama rasa cinta, tidak hanya kecintaan kita kepada Persija, namun juga kota Jakarta, serta persepakbolaan Indonesia.


We Are Better Than This...!!!


Selesai....