MUDAH memang menilai keputusan seoarang pemain dari layar kaca. Dengan sudut pandang yang lebih luas, penampakan kamera dari berbagai sisi, serta gerakan yang diperlambat dan diulang-ulang.

Yang sulit itu mengambil keputusan dalam waktu yang sangat singkat, dengan keterbatasan sudut pandang, dan berada dalam tekanan lawan. Di sini lah kecerdasan kognitif setiap pemain akan memainkan peran yang sangat penting.

Karena dalam sepak bola, selain skill individu, kecerdasan kognitif (psikologi kognitif) inilah yang kemudian membedakan antara pesepak bola kelas gawang sandal jepit peluit akhir bedug Maghrib, tujuhbelasan, amatir, pro biasa, pro bagus, pro hebat, atau Diego Maradona.

Pun demikian dengan “pengamat sepak bola” dadakan, yang akhir-akhir ini menjamur di mana-mana. Sama halnya dengan pesepak bola di atas tadi, mereka pun juga ada kelas-kelasnya.

Apakah setiap setiap orang boleh ngomong tentang sepak bola? Tentu saja boleh. Jangankan cuma berkomentar, wong mengoreksi sambil memaki dengan penuh kesoktahuan, perihal tehnis maupun non tehnis saja sah kok. Nah, kalau salah bagaimana? Ya tidak apa-apa juga, kan memang bukan bidangnya.

Sama halnya dengan, ambil contoh saja diri Saya. Misalnya, Saya dengan kesoktahuan Saya ngomongin politik sampai berbusa-busa. Apakah boleh? Ya boleh-boleh saja. Bagimana kalau isinya ngawur? Ya sah-sah saja, namanya juga bukan bidang Saya. Trus bagaimana kalau orang pada percaya? Ya salah mereka yang percaya, lha wong sudah tahu yang ngomong bukan ahlinya, kok dipercaya.

Yang tidak boleh itu, kalau ada orang yang berkecimpung atau pernah berkecimpung di dunia sepak bola (seharusnya mengerti sepak bola baik tehnis maupun psikologis), kemudian ngomongin sepak bola tanpa menggunakan disiplin ilmu atau pengalaman yang dimiliki. Main “pukul rata” pokoknya semua rusak, semua jelek, dan hanya memberikan kritik keras tanpa menyelipkan solusi, nah itu yang tidak pantas.

Jadi sebenarnya apa sih yang ingin disampaikan Mbang?

Bagini, mengingat di dunia ini pada hakekatnya siapa saja berhak berpendapat tentang apa saja, maka biarkan saja mereka berbicara, tinggal kitanya saja yang kemudian harus lebih pintar dan selektif. Utamanya dalam memilih dan memilah setiap pendapat sesuai dengan kelas pengategorian di atas tadi.

Tentu kaitannya dengan isi pendapatnya ya, bukan hanya tentang siapa yang ngomong. Apakah ini omongan kelas gawang sandal jepit peluit akhir bedug Maghrib, profesional, atau Diego Maradona?

Dan sengawur apa pun pendapatnya, tidak perlu juga untuk kemudian menyerang individunya. Karena tanpa kita sadari, hal tersebut malah akan meresonansi pendapat yang dirasa ngawur tadi. Dan jika individu tadi merasa mendapatkan panggung, maka bisa jadi akan muncul pendapat-pendapat berikutnya, yang mungkin kategorinya sama atau malah lebih parah. Cilaka kan.

Kalau pun tidak sepaham, ya kritisi saja isi pendapatnya, dengan memberikan argumentasi atau sudut pandang yang menurut kalian lebih pas.

Sama hal nya dengan tulisan saya ini. Jikalau pendapat Saya ini kalian anggap masuk akal dan relevan, maka boleh lah kiranya dijadikan penambah wawasan dalam berpikir. Pun sebaliknya, jika tulisan ini dirasa mengada-ada, atau bahkan tendensius. Ya tinggal lewati dan lupakan saja, sesederhana itu.

Akhir sekali, ijinkan Saya menggarisbawahi satu hal.

Jika kalian pernah bermain sepak bola (pada level apa pun), kemudian sempat mengalami situasi di mana Anda mengalami keterbatasan sudut pandang, berada dalam tekanan lawan, dan dalam waktu yang sangat singkat dipaksa untuk menggunakan kecerdasan kognitif Anda, untuk mengambil sebuah keputusan krusial. Niscaya Anda akan lebih arif dan bijaksana ketika ngomong tentang permainan sepak bola.

Karena kata Dave Chappelle, “Everything is funny, till it happens to you”.

Tetap semangat dan sukses selalu….


Salam,

Bambang Pamungkas

 

PS: Istilah kognitif berasal dari kata latin “cognoscere” yang berarti mengetahui atau mengenal. Sedang Ilmu Psikologi Kognitif adalah ilmu yang mempelajari pemikiran, kesadaran, persepsi, memori, imajinasi, bahasa, penalaran, pemecahan masalah, kreativitas, dan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh otak manusia.