AWAL tahun 1999, saat berakhirnya musim kompetisi 1998/1999, Gubernur DKI Sutiyoso tengah galau. Iya, setelah di musim pertamanya memegang kendali penuh Persija, kompetisi harus dihentikan karena situasi dan kondisi Indonesia yang tidak menentu akibat konflik. Musim ini, Persija hanya mampu sampai ke semifinal, tersingkir dari PSIS Semarang yang kemudian menjadi juara liga Indonesia. Hasil yang membuat orang nomer satu di ibukota tersebut kecewa berat. Keinginannya untuk menjadikan Persija sebagai tim juara pun, harus kembali dikubur dalam-dalam.

Segala daya dan upaya rasanya sudah dilakukan. Materi pemain mentereng sudah dihadirkan, secara finansial Persija juga tergolong sangat mapan, dukungan suporter juga sudah mulai hadir. Apa lagi yang kurang? Begitu kurang lebih isi hati Bang Yos ketika itu. Namun kemudian Bang Yos tersadar, bahwa untuk meraih kesuksesan dibutuhkan sebuah proses. Dan kegagalan demi kegagalan ini adalah bagian dari proses tersebut. Bang Yos pun tak patah semangat, orang nomer satu di DKI Jakarta ini akan terus berusaha untuk mewujudkan cita-cita besarnya.

Di tengah kegundahan tersebut, Bang Yos teringat dengan seseorang. Sosok yang menurutnya mampu membantu mewujudkan keinginannya. Dia adalah I Gusti Kompyang Manila, seniornya di tentara sekaligus teman diskusinya tentang sepakbola. Kebetulah kedua jenderal ini, sama-sama menyukai tim nasional Belanda, dengan gaya permainan total footballnya.

Reputasi IGK Manila di dunia olah raga khususnya sepak bola, memang tidak perlu diragukan lagi. Keberhasilannya mengomandoi tim nasional Indonesia meraih emas SEA Games 1991, dan juga Bandung Raya meraih gelar Liga Indonesia 1996 adalah bukti tangan dingin Manila. Maka, Bang Yos pun menghubungi IGK Manila.

Gayung pun bersambut. IGK Manila tertarik untuk membantu Bang Yos, untuk mewujudkan apa yang ia cita-citakan. Terjadilah diskusi intensif dan detail selama beberapa bulan, tentang segala sesuatu yang diperlukan untuk membentuk sebuah tim juara. Keduanya sepakat, jika hal pertama yang harus dilakukan adalah konsolidasi. Untuk dapat membentuk tim yang solid dengan target juara, harus melibatkan masukan-masukan para pakar dibidangnya. Dan Jakarta adalah gudangnya pakar-pakar sepakbola.

Hinggalah pada suatu hari di bulan April 1999, Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso mengundang beberapa tokoh di hotel Grand Hyatt Jakarta. Mereka adalah para pakar sepakbola di Jakarta, terdiri dari tokoh-tokoh sepakbola veteran, mantan pengurus, wartawan, mantan pesepakbola, dan juga suporter. Perintah Bang Yos singkat, padat, dan jelas yaitu bagaimana caranya Persija bisa menjadi yang terbaik di Indonesia.

Mereka yang hadir ketika itu diantaranya IGK Manila, F.H Hutasoit, Abdul Kahfi, Ahmadin Ahmad, Aang Hamid Suganda, Ronny Pattinasaray, Hery Kiswanto, Tumpak Sihite, Judo Hadiyanto, dan Ian Situmorang. Maka disusunlah sebuah tim yang diketuai oleh IGK Manila. Tim tersebut memiliki dua tugas utama, yaitu menyusun susunan pelatih serta pemain yang akan direkrut, dan menyiapkan sarana/prasarana untuk menunjang agar tim dapat tampil maksimal.

Pada awalnya nama-nama pelatih beken di Indonesia, sempat menjadi nominasi. Diantaranya Benny Dollo, Ronny Pattinasarani, Andi Lala, dan Sinyo Aliandoe. Namun secara pribadi, Bang Yos menginginkan sentuhan sepakbola moderen khas eropa di tubuh Persija. Maka, diputuskanlah untuk mencari juru taktik asing, untuk menahkodai Persija. Dan karena Bang Yos dan IGLK Manila adalah penggemar tim nasional Belanda, maka diutuslah sebuah tim kecil yang terdiri dari FH HUtasoit, Ronny Pattinasarani, dan Ian Situmorang untuk berburu pelatih di negeri Kincir Angin.

Perburuan pelatih di Belanda tidak berjalan lancar, karena terkendala masalah dana. Harga pelatih-pelatih top di Belanda memang selangit. Maka perburuan pun berpindah, ke negara-negara eropa timur. Secara kultur sejarah, pelatih-pelatih dari eropa timur memang kerap kali sukses di Indonesia. Tony Pogacnic (Yugoslavia), Josef Masopust (Cekoslovakia), dan juga Anatoly Polosin (Rusia) adalah pelatih-pelatih asal eropa timur yang sukses berkiprah di sepakbola Indonesia.

Tim pun terbang ke Roma Italia, untuk bertemu Rayana Djakasurya. Kolega Ian Situmorang sesama wartawan, yang mengenal beberapa agen pelatih di eropa, khususnya eropa timur. Setelah berdiskusi panjang lebar, akhirnya tersusunlah beberapa kandidat pelatih dari eropa timur. Daftar dan CV (curriculum vitae) pelatih-pelatih tersebut pun dikirim ke Jakarta. Dari nama-nama yang dikirim, Bang Yos dan IGK Manila tertarik dengan nama Ivan Venkov Kolev.

Pelatih muda asal Bulgaria bersertifikat FIFA yang ketika itu menangani tim nasional Bulgaria U-21. Track record-nya sebagai pemain juga cukup bagus, ia pernah bermain untuk dua klub elit Bulgaria Locomotive Sofia dan CSKA Sofia. Kebetulan harga Kolev juga bersahabat. Maka, resmilah Ivan Kolev ditunjuk menjadi juru taktik Persija musim 1999.