DALAM olah raga sepak bola, setiap keputusan yang diambil oleh seorang wasit akan selalu meninggalkan luka bagi salah satu tim yang berlaga. Walau pun tugas wasit sendiri adalah sebagai pengadil (baca: pengambil keputusan seadil-adilnya) sesuai peraturan permainan, toh tetap saja akan menimbulkan ketidakpuasan.

Pada kesempatan ini, saya ingin membahas tentang beberapa keputusan kontroversial wasit asal Tiongkok, Shen Yinhao, saat memimpin pertadingan antara Indonesia melawan Uzbekistan yang berkesudahan 2:0 untuk kemenangan Uzbekistan. Mengapa tulisan ini baru saya buat dua hari setelah pertandingan? Karena saya ingin mencari tahu terlebih dahulu, utamanya tentang peraturan pertandingan, dan juga melihat kembali video proses terjadinya insiden-insiden dalam pertandingan tersebut. Ini penting, karena untuk menghindari ketidakyakinan saya dalam berpendapat, utamanya karena pemahaman regulasi pertandingan yang kurang memadai.

Ya walau pun saya mantan pesepakbola, toh bukan berarti saya "ngelotok" tentang peraturan pertandingan. Dan jikalau katakanlah saya ngerti, peraturan pertandingan sepak bola sendiri kan selalu berkembang. Jadi, bisa saja ada aturan-aturan pertandingan baru yang belum pernah saya ketahui. Itu lah mengapa, melakukan penelusuran menjadi hal yang sangat penting sebelum membuat tulisan ini. Mungkin saja tulisan saya ini tetap tidak sepenuhnya tepat, tapi setidaknya saya memiliki dasar yang saya yakini sebelum berpendapat.

Terkait dengan pertandingan antara Indonesia melawan Uzbekistan, setidaknya terdapat tiga kejadian yang cukup menjadi perdebatan sengit di kalangan pecinta sepak bola nasional. Yaitu pinalti yang seharusnya didapatkan Indonesia, atas insiden yang melibatkan Witan Sulaiman di menit ke-25. Gol Muhammad Ferrari yang dianulir wasit pada menit ke-60. Dan Kartu merah yang diterima oleh Rizky Ridho di menit ke-81. Dan atas tiga hal tersebut di atas, pecinta sepak bola nasional nampak kompak menyalahkan kepemimpinan wasit, sebagai biang keladi kekalahan Indonesia atas Uzbekistan.

Apakah benar Indonesia dicurangi wasit? Ada baiknya kita coba bedah insiden-insiden tersebut satu per satu, sesuai dengan peraturan pertandingan sepak bola yang berlaku saat ini. Dan ketika kita membahas tentang aturan dalam pertandingan sepak bola, maka acuan yang harus kita gunakan ya sudah barang tentu regulasi yang dikeluarkan oleh International Football Assosiation Board yaitu IFAB Laws of the Game (2023-24).

 

Interfering With an Opponent

Nah, ditengah ke-belumpaham-an saya tersebut, maka saya pun mengunjungi website resmi IFAB www.theifab.com. Dan di sana lah sana menemukan pencerahan tentang kontoversi-kontroversi yang terjadi, pada pertandingan tersebut. Dari apa yang saya baca, setidaknya saya menemukan aturan atau pasal yang “bisa jadi’ mendasari keputusan wasit asal Shen Yinhao dalam mengambil keputusan yang menurut masyarakat Indonesia sangat merugikan tadi.

Baik, sesuai dengan IFAB Law of The Game 2023-2024, saya akan mulai dengan insiden dianulirnya gol Ferrari terlebih dahulu. Apakah posisi Sananta offside? Kalau pun posisinya offside, bukankah Sananta tidak menyentuh bola sama sekali? Artinya, harusnya gol Ferrari sah dong.

Begini, dalam IFAB Law of The Game perihal Offside dikupas dalam pasal 11. Pasal 11 sendiri dibagi menjadi 4 ayat. Ayat 1 berisi penjelasan tentang Offside Position. Ayat 2 - Offside Offence. Ayat 3 - Offside No Offence. Dan ayat 4 - Offences and Sanction.

Nah, offside yang menjerat Ramadhan Sananta dalam proses gol Ferrari tersebut dikategorikan dalam Interfering With An Opponent yang tercantum pada penjelasan Pasal 11 ayat 2 - Offside Offence. Letterlijk (baca: leterlek)-nya sebagai berikut:

OFFSIDE OFFENCE - INTERFERING WITH AN OPPONENT

"Preventing an opponent from playing or being able to play the ball by clearly obstructing the opponent’s line of vision or challenging an opponent for the ball or clearly attempting to play a ball which is close when this action impacts on an opponent or making an obvious action which clearly impacts on the ability of an opponent to play the ball".

Atau singkatnya, seorang pemain berada dalam posisi offside dan kemudian dianggap mengganggu atau menghalangi garis pandang pemain lawan saat akan memainkan bola.

Nah, ini persis seperti proses gol Korea Selatan ke gawang Indonesia yang juga dianulir oleh wasit melalui VAR. Gol Kang-hee Lee (8) dianggap tidak sah, karena sebelum terjadinya gol, salah satu pemain Korea Selatan dianggap berada dalam posisi offside kategori interfering with an opponent ini. Ketika itu, Ji-sung Eom (17) tertangkap VAR dalam posisi offside saat Tae-seok Lee (22) melambungkan bola ke dalam kotak pinalti. Walau pun tidak menyentuh bola, namun kemudian Je-sung Eom (17) dianggap mengganggu pergerakan Komang Teguh (4) saat melakukan halauan. Sehingga bola jatuh ke Kang-hee Lee (8) dan menjadi gol.

Pun demikian dengan gol Indonesia ke gawang Uzbekistan. Saat Arhan Pratama (12) melakukan umpan, posisi Ramadhan Sananta (9) tertangkap VAR dalam posisi offside. Dan walau pun Sananta tidak menyentuh bola sama sekali, namun Sananta dianggap mengganggu pergerakan atau menghalangi garis pandang penjaga gawang Abduvokhid Nematov (1) atau Alibek Davronov (18) saat akan menghalau bola. Ini lah dasar wasit menganulir gol Ferrari, atas aturan Offside offence - Interfering with an opponent.

 

Playing in Dangerous Manner

Bagaimana dengan kartu merah yang diterima Rizky Ridho?

Begini, perdebatan yang terjadi dengan kejadian ini adalah, apakah pelanggaran tersebut layak diganjar kartu merah? Bukan kah Ridho tidak melakukannya dengan sengaja. Nah, penjelasan mengenai ini saya temukan di IFAB Law of The Game pasal 12 (Fouls and Misconduct), ayat 2 - Playing in Dangerous Manner, yang kalimat lengkapnya sebagai berikut.

PLAYING IN A DANGEROUS MANNER

"Playing in a dangerous manner is any action that, while trying to play the ball, threatens injury to someone (including the player themself) and includes preventing a nearby opponent from playing the ball for fear of injury. A scissors or bicycle kick is permissible provided that it is not dangerous to an opponent".

Atau kurang lebihnya. Seorang pemain dianggap melakukan aksi yang berbahaya atau membahayakan pemain lain atau dirinya sendiri. Dan playing in a dangerous manner ini juga lah yang membuat pemain Korea Selatan Young-jun Lee (6) dikartu merah saat dianggap melakukan aksi berbahaya kepada Justin Hubner (10), ketika Indonesia berjumpa dengan Korea Selatan.

Dalam tayangan VAR, memang kaki Rizky Ridho “mampir” ke badan pemain Uzbekistan Jasurbek Jaloliddinov (10) setelah menghalau bola. Artinya, argumentasi jika gerakan ini dilakukan dalam satu ayunan (baca: tidak sengaja), bisa saja digunakan. Dan di sini lah saya menangkap wasit sempat ragu. Apakah tindakan ini dilakukan Ridho dengan sengaja atau tidak disengaja? Jika kita cermati, wasit Shen Yinhao membutuhkan waktu yang cukup lama dan seksama (baca: berulang-ulang) saat melihat tanyangan VAR di tepi lapangan.

Fakta yang memberatkan adalah benturan yang terjadi mengenai area tubuh yang sensitif dan sangat berbahaya. Jadi, dalam posisi demikian, sulit bagi wasit untuk tidak memasukkan gerakan tersebut ke dalam Pasal 12 (Fouls and Misconduct)Playing in Dangerous Manner. Itu lah kemudian, wasit memberikan kartu merah kepada Rizky Ridho.

 

Sedang insiden terakhir yang melibatkan Witan Sulaiman, sejujurnya saya pribadi juga masih belum begitu puas. Awalnya saya berharap, review VAR dilakukan untuk menentukan apakah pelanggaran tersebut terjadi di dalam atau di luar kotak pinalti. Karena pada salah satu angle kamerakontak seperti terjadi di luar. Namun di angle kamera yang lain, nampak kontak terjadi di dalam area pinalti. 

Sayangnya, ternyata review VAR tersebut dilakukan untuk menentukan apakah insiden tersebut benar sebuah pelanggaran atau tidak. Padahal jika kita cermati dalam tanyangan VAR pada momen tersebut, rasanya memang terjadi kontak antara Witan dengan Abdukodir Khusanov (4), walau pun mungkin memang tipis. Sayangnya wasit memiliki pandangan yang berbeda, wasit menilai tidak terjadi gangguan yang menghalangi pergerakan Witan. 

Menurut saya pribadi yang tentu tidak memiliki pemahaman sebaik seorang wasit, rasanya insiden tersebut adalah sebuah pelanggaran. Walau pun mungkin bukan pinalti, tapi setidaknya Indonesia layak mendapatkan tendangan bebas di luar kotak pinalti.

Kesimpulannya yang saya dapat terkait dengan perdebatan pecinta sepak bola nasional tentang insiden-insiden kontroversial dalam pertandingan antara Indonesia melawan Uzbekistan, terutama tentang dianulirnya gol dan kartu merah adalah:

Jika kita setuju dengan keputusan wasit saat menganulir gol Kang-hee Lee (8), dan keputusan kartu merah yang diterima Young-jun Lee (6), saat Indonesia berjuma Korea Selatan. Maka, seharusnya kita juga bisa menerima, saat wasit menganulir gol Ferrari dan memberikan kartu merah kepada Rizky Ridho. Karena prosesnya dan aturan yang digunakan untuk menilai kejadian-kejadian tersebut sama yaitu IFAB Law of The Game 2023/24, Pasal 11 ayat 2, Offside offence - Interfering with an opponent untuk Muhammad Ferrari. Dan Pasal 12 ayat 2, Fouls and Misconduct - Playing in a dangerous manner untuk Rizky Ridho.

 

The Show Goes On

Lebih dari pada itu, seperti yang terjadi di belahan dunia yang lain. Perdebatan terkait perlu atau tidaknya VAR dalam pertandingan sepak bola karena dapat menghilankan esensi drama dalam sepak bola, masih dan akan terus terjadi. Karena akan selalu ada pendapat jika VAR ini diperlukan dan baik, bagi pihak yang diuntungkan. Pun sebaliknya, VAR menjadi hal yang tidak perlu dan merusak esensi sepak bola, bagi mereka yang kemudian merasa dirugikan oleh keputusan yang diambil berdasarkan rekomendasi VAR. 

Akhir sekali, kekalahan Indonesia dari Uzbekistan tentu bukan akhir dari mimpi Indonesia untuk berlaga di Olimpiade Paris 2024 nanti. Masih ada pertandingan di perebutan tempat ke-3 melawan Irak yang jika mampu dimenangkan, maka akan membawa Garuda Muda berlaga di Paris pada bulan Juli nanti. Dan kalau pun amit-amit kita kembali kandas, maka jalan ke Olimpiade terakhir adalah partai play off menghadapi peringkat 4 zona Afrika (Guinea U23) yang akan dilangsungkan di Clairefontaine, Prancis, tanggal 9 Mei nanti.

Saya kok berkeyakinan, jika kita akan mampu melewati hadangan Irak dan merebut tiket otomatis ke Olimpiade Paris, pada tanggal 2 Mei nanti. Semoga demikian. Amiin.

Tetap semangat dan sukses selalu….


Salam,

Bambang Pamungkas