Maaf sudah menunggu lumayan lama, maklum sedang lumayan sibuk "berberlanja di pasar". Baik mari langsung saja kita lanjutkan.

“Kebijakan transfer di putaran ke-2 akan menjadi kunci keberhasilan tim untuk bangkit di BRI Liga 1 2021/22”.

Banyak yang berpendapat jika kurang maksimalnya penampilan Persija di 2 seri awal BRI Liga 1 kemarin karena hilangnya sosok Mark Klok di dalam tim. Ada juga yang menilai, jika hal tersebut dikarenakan banyaknya Persija mempromosikan pemain muda ke tim senior. Pemain-pemain muda tersebut dirasa belum siap untuk mengarungi kerasnya kompetisi tertinggi di Indonesia. Atau bahkan ada juga yang berkeyakinan tidak maksimalnya performa tim, dikarenakan tidak komunikatifnya manajer tim kepada publik.

Hmmm ini menarik, mari kita coba bahas satu per satu ya.

Pertama mengenai Klok. Saya tidak memungkiri jika kehilangan Klok memang sedikit banyak mempengaruhi keseimbangan tim. Namun jika hal tersebut dijadikan alasan utama mengapa Persija kurang maksimal di 2 seri awal BRI Liga 1, saya kok tidak setuju. Sebegitu krusial kah peran Klok dalam tim? Jawaban saya adalah tidak.

Betul, Klok menjadi pemain terbaik Piala Menpora 2021. Setuju, jika peran dan menit bermainnya juga banyak. Namun, jika kemudian membandingkan penampilan Persija di Piala Menpora dengan BRI Liga 1, hanya karena ketidakadaan Klok dalam tim, saya sangat tidak setuju. Saya tidak ingin dan tidak akan mengecilkan peran penting pemain-pemain lain bagi Persija dalam merebut Piala Menpora 2021.

Kurang maksimalnya peran lini tengah Persija, lebih karena komposisi untuk 2 gelandang bertahan hanya diisi oleh 3 pemain. Dengan kompetisi sistem seri di mana jarak setiap pertandingan sangat dekat, maka hal tersebut tentu sangat kurang ideal. Jika saja kita mampu mendatangkan 2 pemain tambahan di posisi ini seperti yang saya bahas di catatan ke-2 kemarin, rasanya hal ini tidak akan menjadi suatu masalah yang berarti. Jadi, kesalahan Persija adalah gagal mendatangkan pemain baru di penutupan bursa transfer putaran pertama. Mengapa itu bisa terjadi, sudah saya bahas juga di tulisan sebelumnya. Jadi clear ya.

Mayoritas Masih Pemain Senior

Berikutnya mengenai apakah karena Persija terlalu banyak mempromosikan pemain-pemain akademi ke tim senior? Baik coba kita bahas lebih mendalam. Saya akan coba menjelaskan dengan data ya, supaya terukur. Berdasarkan memo yang saya buat kepada Direktur Persija Akademi, jumlah pemain akademi yang kita promosikan adalah 12 orang. Rinciannya adalah sebagai berikut:

Rio Fahmi, Muhammad Ferrari, Muhammad Uchida, Salman Alfarid, Rangga Wildansyah, Resa Aditya, Syawal Ginting, Raka Cahyana, Alfrianto Nico, Muhammad Fajar, dan Dony Pamungkas.

Jika diambil presentase, jumlah 12 pemain tersebut adalah 36% dari kekuatan tim. Artinya komposisi tim masih didominasi oleh para pemain senior dengan 64%. Perlu juga diketahui, jika pemain-pemain akademi yang kita promosikan ini memiliki latar belakang prestasi yang sangat menjanjikan di level mereka. Di tangan Angelo Alessio mereka terbukti dapat beradaptasi dengan cepat dengan atmosfer tim senior. Tercatat 9 dari 12 pemain akademi tersebut sudah merasakan jam terbang di Liga 1. Hanya Resa Aditya, Muhammad Uchida, dan Cahya Supriyadi yang belum sempat menjalani debut.

Resa belum mendapat kesempatan karena sempat mengalami cedera, dan ketika pulih dari cedera malah mendapat panggilan dari tim nasional untuk bergabung dengan program Garuda Select. Uchida sendiri lebih karena ia harus fokus menjalani pelatda (Muaythai) dan membela DKI di PON ke-20 di Papua. Sedang Cahya sendiri memang masih sulit untuk menggeser Andritany, Adixi, dan juga Beny.

Beberapa pemain yang sudah mendapatkan kesempatan bahkan cukup memberi warna di tim. Ilham Rio misalnya. Di luar dugaan banyak orang Rio mampu menjalankan perannya dengan sangat baik, saat harus menggantikan posisi Marco Motta atau Rezaldi Hehanussa. Alfrianto Nico lebih menonjol lagi. Nico menjadi pemain tersubur kedua dalam tim dengan 3 gol, tepat di bawah Marko Simic. Ini tentu menjadi kabar gembira untuk masa depan sepak bola Jakarta.

Seperti yang saya sempat singgung di catatan sebelumnya, jika keputusan untuk mempromosikan pemain-pemain muda ini adalah salah satu program Persija, untuk menyiapkan mereka menjadi tulang punggung tim di masa yang akan datang. Ini sejalan dengan visi jangka panjang manajemen Persija. Karena kami berpendapat, sebuah tim yang kuat harus ditunjang dengan akademi yang juga bagus. Sesuai juga dengan tagline akademi Persija yaitu “Menuju Tim Utama”. Akademi Persija sendiri tahun ini mendapatkan predikat sebagai akademi terbaik di Indonesia.

Sampai dengan saya menulis artikel ini 7 dari 12 pemain muda Persija tersebut mendapat panggilan dari tim nasional. 6 pemain (Nico, Raka, Ferrari, Ginting, Cahya, dan Uchida) untuk proyeksi Piala Dunia U20, dan 1 pemain (Resa) ke program Garuda Select. Artinya kebijakan dan keberanian Persija dalam memberi kesempatan para pemain muda ini diapresiasi oleh banyak pihak, termasuk PSSI.

Apa yang ingin saya sampaikan adalah komposisi pemain Persija dalam mengarungi BRI Liga 1 2021 ini masih didominasi oleh para pemain senior, dengan jumlah 21 pemain dari total 33 yang didaftarkan. Jadi jika banyaknya pemain muda yang dipromosikan dijadikan alasan, rasanya kok kurang pas.

Perbedaan Cara Pandang

Lagi pula, saya melihat ada kesalahpahaman cara pandang di kalangan masyarakat akhir-akhir ini. Bahwa tolok ukur kelayakan seorang pesepakbola profesional itu seharusnya bukan usia, namun kemampuan. Tidak peduli jika pemain tersebut masih muda atau sudah berumur, selama kemampuannya berada di level yang sangat baik, maka ia layak mendapatkan kesempatan.

Di Eropa misalnya, seorang pemain yang menjalani seleksi di sebuah klub pada usia 18-19 tahun saja sudah dianggap terlalu tua. Sedang saat ini di negara kita, banyak orang yang masih berpendapat jika pemain berusia 18 hingga 23 tahun masih dianggap sebagai pemain muda.

Saya ingat di awal-awal saya memulai karir di sepakbola profesional di Indonesia pada tahun 1999. Ketika itu banyak pemain muda (usia 18 - 20 tahun) mengorbit di tim-tim kontestan Liga Indonesia. Mereka tidak hanya magang atau numpang di tim utama, namun menjadi pemain-pemain penting dari tim-tim tersebut..

Sebut saja saya, Warsidi, Hari Saputra, Washiyatul Akmal (Persija). Ismed Sofyan (Persiraja). Ilham Jayakesuma, Zaenal Arif (Persita). Gendut Dony, Leo Saputra (Persijatim). Purwanto, Elie Aiboy, Erol Iba (Semen Padang). Budi Sudarsono, Andri Gepeng (Persebaya). Nova Arianto, Tugio, Supriyono (PSIS). Aliyudin, Enjang Rohiman (Mataram Indocement). Firman Utina (Persma Manado). Sahari Gultom, Edu Juanda (PSMS). dan Ponaryo Astaman (Persiba). Kami semua satu angkatan, usia kami antara 18 - 20 tahunan. Dampaknya cukup siknifikan, banyaknya pemain muda yang mengorbit di kompetisi tertinggi membuat tim nasional Indonesia juga kemudian dihuni oleh muka-muka baru.

Begitu sulitnya para pemain muda kita (saat ini) menembus tim-tim Liga 1, menyisakan sebuah pertanyaan besar dalam benak saya. Apakah kualitas dan level Liga Indonesia sudah berlari begitu cepatnya, sehingga sulit bagi pemain muda kita untuk mengejar? Atau kualitas liganya sih tetap, namun level para pemain muda Indonesia saat ini yang menurun, sehingga belum layak untuk bersaing di kompetisi tertinggi di Indonesia?

Rasanya setiap orang memiliki pendapatnya masing-masing.

Berikutnya adalah apakah hasil minor Persija di 2 seri awal BRI Liga 1 dikarenakan manajer tim yang kurang komunikatif dengan masyarakat? Hmmm sulit rasanya untuk mencari korelasi dari dua hal tersebut. Namun, jika pun itu mau dijadikan alasan atas hasil diraih tim ya sah-sah saja. Toh pada akhirnya saat hasilnya tidak sesuai harapan, maka apa saja juga bisa jadi salah.

Selalu Tampil Tidak Lengkap

Jadi, apa sebenarnya alasan paling pas dari ketidakmaksimalan tersebut? Dari data yang saya miliki selama pertandingan pertama hingga pekan ke-17, salah satu kendala terbesar yang dimiliki oleh Persija adalah tim ini tidak pernah tampil dalam kondisi lengkap. Dari pertandingan pertama melawan PSS Sleman, hingga pertandingan penutup putaran pertama melawan Bhayangkara FC selalu saja ada pemain yang cedera atau harus keluar dari daftar tim.

Jika kita sedikit menengok ke belakang di seri 1, saat itu Persija harus tampil tanpa Braif Fatari dan Novri Setiawan yang cedera, Ramdani Lestaluhu juga kondisinya tidak 100% fit. Seri 1 belum selesai, kapten sekaligus kiper utama Andritany harus menepi selama 3 minggu karena demam berdarah. Disusul Osvaldo yang mengalami cedera retak tulang kaki dan harus istirahat selama 10 minggu. Belum lagi Riko yang sempat mengalami cedera hamstring, sehingga harus istirahat selama 2 minggu.

Di seri 2 kondisi belum juga membaik. Andri memang sudah kembali pulih, kondisi Ramdani juga mulai fit, dan Novri juga sudah mulai berlatih bersama tim. Namun tiba-tiba Taufik harus bergabung dengan tim nasional U-23 selama sebulan, bahkan Braif yang selama ini cedera dan baru saja sembuh pun juga dipanggil tim nasional. Beruntung kemudian Braif dikembalikan karena kondisinya memang belum 100% fit.

Kita juga harus menerima kenyataan jika Osvaldo harus menghilang dari tim di sepanjang seri 2. Keadaan menjadi semakin sulit, ketika Rohit Chand juga mendapatkan panggilan dari tim nasional Nepal untuk bertanding di SAFF Cup selama 3 minggu. Bahkan di akhir seri 2, Dutra juga harus menepi karena cedera hamstring.

Di seri 3 setali tiga uang. Novri, Osvaldo, dan Riko memang sudah kembali bugar. Namun pada saat yang bersamaan, kita harus merelakan 7 pemain muda kita dipanggil tim nasional untuk melaksanakan pemusatan latihan di Turki. Belum lagi Dutra yang praktis absen di sepanjang seri 3 karena cedera hamstring. Rezaldi juga harus istirahat hingga akhir musim karena cedera tendon achilles. Braif memang sudah mulai bermain, namun kita harus akui jika kondisi dia belumlah 100% fit.

Dari data di atas, maka saya berpendapat jika salah satu faktor yang membuat tidak maksimalnya permainan tim adalah banyaknya pemain yang cedera sehingga Persija tidak pernah dapat tampil full team. Jika ada yang berpendapat lain tentu juga boleh-boleh saja.

Keadaan tersebut diperparah dengan kedalaman skuat kita yang harus diakui kurang mumpuni, sehingga membuat pilihan pemain untuk melakukan rotasi menjadi terbatas. Apalagi sistem kompetisi musim ini menggunakan sistem series. Dimana jarak antar pertandingan menjadi semakin dekat, dan masa recovery pemain yang juga tidak ideal.

Kebijakan Transfer Putaran ke-2 Adalah Kunci

Harus kita akui, terlepas dari segala kendala yang kita miliki di putaran pertama, seharusnya Persija mampu memberikan hasil yang lebih baik dari ini. Namun menariknya, hasil Persija hingga di paruh pertama musim ini ternyata sama persis dengan raihan tim saat menjadi juara di tahun 2018, yaitu 25 poin. 25 poin dari Ismed Sofyan dan kawan-kawan ketika itu hasil dari 7 kali menang, 4 kali seri dan 6 kali kalah. Sedang 25 poin musim ini berasal dari 6 kali menang, 7 kali seri, dan 4 kali kalah.

Fakta yang sejujurnya membuat saya secara pribadi merasa optimis. Mengapa? Karena jika kita bisa bangkit di putaran kedua dan menjadi juara di tahun 2018, maka bukan hal yang mustahil kita juga dapat mengulanginya lagi musim ini. Salah satu kunci keberhasilan Persija bangkit dan menjadi juara di 2018 adalah kebijakan transfer putaran kedua yang tepat. Ketika itu kita berhasil mendatangkan pemain-pemain yang sesuai dengan kebutuhan pelatih untuk menjalankan strateginya.

Nah pengalaman itu harus dapat dijadikan pelajaran untuk kemudian diulangi lagi musim ini. Maka, kebijakan transfer putaran kedua ini akan menjadi kunci dan sangat krusial untuk dapat mendongkrak performa tim di sisa kompetisi. Bukan asal beli pemain bintang dan mahal, namun lebih kepada memenuhi kebutuhan pelatih dengan mendatangkan pemain yang tepat sehingga dapat mendukung sistem permainan yang diinginkan pelatih.

Modal poin dari putaran pertama musim 2018 dengan musim 2021 sama-sama 25 poin. Sekarang tinggal apakah Persija berhasil mendatangkan pemain yang sesuai dengan rekomendasi (keinginan) pelatih, untuk kemudian dapat mendongkrak performa tim sehingga mendapatkan hasil yang lebih baik di putaran kedua nanti.

Siapa sajakah pemain-pemain yang didatangkan oleh Persija untuk melengkapi dan mendongkrak performa tim di jendela transfer putaran kedua ini? Menarik untuk kita tunggu bersama.

Tetap semangat dan sukses selalu.

 

Salam,

Bambang Pamungkas