Hari ini sebuah komitmen pekerjaan mengharuskan saya menempuh perjalanan dipagi hari ke daerah Slipi, Jakarta Barat. Mengingat hal tersebut bertepatan dengan jam-jam orang berangkat ke kantor, maka sayapun memutuskan untuk memilih alat transportasi roda dua daripada roda empat.

Pertimbangan utamanya adalah, dengan mengendarai sepeda motor jelas waktu tempuh dari rumah ke tempat tujuan jauh lebih cepat. Mengingat sepeda motor dapat menyiasati kemacetan laten kota Jakarta, dengan cara menyelinap diantara mobil di jalanan ibukota, yang berubah menjadi tempat parkir dipagi hari. 

Maka dengan semangat empat lima sayapun memacu Vespa orange PT Pos Indonesia saya, melaju dari kediaman tercinta menuju ke sebuah gedung di bilangan Slipi, Jakarta Barat. 

Mengendarai sepeda motor itu selalu menyenangkan. Semilir angin yang menerpa badan di setiap tikungan, berbaur dengan meningkatnya andrenalin saat tangan kanan kita memutar gas, menghasilkan sebuah sensasi yang cukup sulit untuk di ungkapkan.

Namun pagi ini, sensasi luar biasa tersebut berubah menjadi rasa cemas, was-was, emosi bahkan ketakutan. Pagi tadi adalah pengalaman pertama saya berkendara searah dan berbarengan dengan orang-orang yang berangkat menuju kantor. Semuanya tiba-tiba berubah dari menyenangkan menjani mengerikan.

Saya seperti tengah berkendara dalam satu listasan balap, bersama para pembalap Moto GP yang otaknya mungkin hanya sebesar biji salak. Hal tersebut membuat sensasi berkendara yang menyenangkan itu hilang tak berbekas. Yang tersisa hanyalah sekumpulan hewan di kebun binatang ragunan.

Di setiap lampu merah, para pengendara motor amatir tersebut mendadak berubah menjadi Kevin Schwantz, Kenny Roberts jr, Max Biaggi, Luca Cadalora, Nicky Hayden, Valentino Rossi, Dani Pedrosa, Jorge Lorenzo, hingga Marc Marquez. Yang bersiap untuk saling serobot, saling tikung, dan saling pintas saat lampu hijau menyala tanda balapan dimulai. Sebuah pemandangan yang sangat menakutkan.

Saya memang beberapa kali mengendarai sepeda motor pada saat jam-jam orang pulang kantor. Akan tetapi jujur, ketegangannya hanya setengah dari berkendara di saat orang berangkat ke kantor di pagi hari. Walaupun kepadatannya boleh dikatakan sama. 

Hal tersebut mungkin karena di pagi hari, mereka terikat dengan peraturan jam masuk kantor yang sudah diatur oleh setiap perusahaan. Sedang ketika pulang kantor mereka dapat berkendara dengan lebih santai, karena tidak diburu waktu.

Di pagi hari semua orang tampak sangat terburu-buru. Hal tersebut tentu mempengaruhi cara berkendara setiap orang. Saling tikung, tidak mau mengalah, mengambil jalan orang lain, hingga menyerobot lampu merah adalah pemandangan mengerikan dan biasa kita dapati di pagi hari.

Jangankan ikut berkendara secara ugal-ugalan, berkendara secara baik dan benar saja belum tentu dapat menjamin keselamatan anda. Karana cara berkendara kebanyakan orang yang ngawur tersebut, tidak hanya membahayakan diri mereka sendiri, namun juga orang lain, termasuk juga yang berkendara dengan baik dan benar.

Asap dan debu dari knalpot dapat mengakibatkan gangguan pernapasan hingga kanker. Sedang saling serobot jalan jelas dapat berakibat serangan jantung. Saling tikung dan tak mau mengalah, mengakibatkan emosi dan hipertensi. Bahkan kecerobohan atau salah perhitungan sekecil apapun, dapat menyebabkan kecelakaan yang fatal, hinggalah mungkin sampai meninggal dunia.

Maka dari itu saya berani bertaruh, jika ada dua orang manusia. Orang pertama adalah seorang perokok, yang dapat menghabiskan dua bungkus rokok setiap hari. Sedang orang kedua adalah pengendara sepeda motor, yang setiap hari berangkat dan pulang kantor mengendarai sepeda motor di kemacetan jalanan ibukota. 

Siapa yang akan meninggal terlebih dahulu? Si pengendara sepeda motorlah orangnya, walaupun bisa jadi si perokok juga akan menyusul seminggu kemudian.

Saya tidak sedang ingin berkata, bahwa mengendaai motor lebih berbahaya daripada merokok. Akan tetapi satu hal yang pasti, mengendarai sepeda motor di kemacetan jalanan ibukota, terutama di pagi hari, tidak lebih aman daripada merokok dua bungkus dalam sehari.

Oleh karena itu alangkah bijaksananya, jika pemerintah dalam hal ini pemda DKI Jakarta. Memberi himbauan atau peringatan kepada setiap pembeli sepeda motor di ibukota. Berupa sebuah tulisan di setiap body motor, dengan kalimat sebagai berikut:

Mengendarai sepeda motor di ibukota dapat menyebabkab kanker, serangan jantung, hipertensi hinggalah kematian..

Selesai...