Sesampainya saya di apartemen, semua barang tadi saya masukkan ke dalam kulkas, saya berencana membuat masakan tadi hari Minggu, karena minggu ini tidak ada pertandingan. So jika nantinya perut saya harus sakit pun tidak akan mengganggu pekerjaan saya. Setelah mencuci tangan dan kaki, saya pun kembali ke peraduan..

Hari minggunya, saya sangat bersemangat bangun pagi. Seperti hari minggu-minggu yang lain, saya dan beberapa teman biasanya akan bersepeda keliling daerah Valkenberg. Bersepeda adalah olahraga favorit warga sini ketika hari Minggu tiba. Saya sengaja bangun lebih pagi karena saya mempunyai sebuah misi, yaitu memasak Momordica Charantia yang saya beli Jum’at lalu, dan saya pun memulai proses memasaknya sesuai dengan apa yang pernah ibu saya ajarkan di kampung halaman saya Getas..


Setelah Semua bumbu sudah siap, mulailah saya menumis. Seketika bau harum bawang merah dan putih serta bau pedasnya cabai menyeruah di udara, woow.. sayapun semakin bersemangat dibuatnya. Saya memang sengaja memberi cabai sedikit lebih banyak, karena cabai merah besar memang kurang pedas untuk ukuran saya. Bau masakan sayapun semakin kuat, keringat yang mengucur dari kening saya membuat semangat saya semakin meninggi. Akan tetapi ditengah berkobarnya semangat saya, tiba-tiba terdengar suara pintu kamar terbuka dilanjutkan dengan suara seseorang berteriak..


“Bambang…!!! What are you doing, Man..?? You want to kill me..!!! sontak sayapun terperanjat, orang itu adalah teman se-apartemen saya Mike, seorang warga Amerika keturuna China. “What’s wrong Mike..??? tanya saya polos, “stupido kulo” kata dia sambil terbatuk-batuk dan berlari ke taman belakang. Saya pun hanya tertawa dan berkata “F**k off Mike, go to hell”..


Namun tiba-tiba seseorang mengetok pintu depan apartement saya, sayapun segera membukanya. Seseorang bertubuh tinggi yang nampaknya seorang petugas berada tepat di depan saya. Selanjutnya diapun berkata “Maaf tuan apa yang sedang Anda lakukan di dalam sana…???” “Memasak meneer, apakah ada masalah..???” jawab saya, “Coba Anda keluar sebentar, saya akan menunjukkan sesuatu”.. lanjut dia, “ok meneer” timpal saya sambil beranjak keluar pintu. Tidak saya sangka di sekitar rumah saya terdapat sekitar 10 orang yang memandangi saya sampil menutup hidungnya dengan handuk kecil, mereka adalah para tetangga saya. Petugas tadipun kembali berkata “Tuan, apapun yang Anda masak di dalam sana, itu sangat memanggu mereka semua”, “oh maaf-maaf”  dan sayapun berteriak “Maaf-maaf semua, atas ketidak nyamanannya, saya akan segera menyelesaikannya”. “Terima kasih, tuan” kata petugas tadi sambil beranjak pergi. Di antara kerumunan orang-orang tadi saya melihat sosok Mike yang bergabung dengan mereka, dan diapun terlihat tertawa terpinggal-pingkal melihat saya disidang di muka umum. Secara reflek sayapun melemparkan sendok kayu yang saya pakai untuk menumis tadi..


Untung masakan saya tadi sudah selesai, setelah menyimpannya sayapun segera mengajak Mike untuk bersiap-siap berangkat bersepeda. Mike berkata “Bambang kenapa terburu-buru, sekarang masih jam 9 pagi, biasanya kita bersepeda jam 10″, “Hey…!!! kamu mau ikut saya jalan sekarang atau akan menunggu mungkin akan ada orang-orang yang lain datang kesini lagi” timpal saya. Setelah berpikir sejenak diapun bersiap “Ok,tapi kemana kita akan pergi” kata Mike sembari bersiap, “sambil menunggu yang lain, sementara kita ke rumah Franz saja ok” sahut saya. Dan kami pun secepat kilat meninggalkan apartement kami melalui pintu belakang..


Nyonya Franz terlihat sedang memotong bunga di depan rumahnya ketika kami datang, dia sedikit terkejut ketika melihat kedatangan kami yang memang terlalu awal. “Hey yonges.. kenapa kalian bersemangat sekali pagi ini” kata dia sambil menyambut kami. “Kami bukan bersemangat nyonya, akan tetapi melarikan diri” sahut Mike sambil tertawa, “Kenapa kalian harus melarikan diri” tanya Nyonya Franz dengan mimik sedikit serius, dia pun membukakan pintu pagar dan mempersilahkan kami duduk di taman belakang..


Sambil minum teh dan makan roti di taman, berceritalah Mike dengan jelas dan gamblangnya tentang tragedi pagi tadi. Mendengar cerita tadi mereka bertiga tertawa terpingkal-pingkal sampai hampir membuat mereka tersendak, sedangkan saya hanya tersenyum kecut, seperti pesakitan yang diseret ke meja hijau. Setelah mereka selesai menertawakan saya dengan puasnya, Nyonya Franz pun berkata “Peng-peng, jadi benar ya apa yang kamu janjikan saat itu, bahwa apa yang kamu masak akan membuat orang lari terbirit-birit, dan beruntungnya itu bukan kami berdua”, saya pun menyahut dengan sedikit jengkel “Bambang Nyonya, sekali lagi Bambang bukan peng-peng” Dia pun menimpali “What eeevvveeerrr” dan kali ini kami pun tertawa bersama..


Itulah cerita tentang “Tragedi Momordica Charantia” atau orang Indonesia kebanyakan memanggilnya dengan sebutan “Buah Pare”. Sebuah cerita, yang menjadi salah satu kenangan indah masa-masa saya tinggal di Belanda. Dan apakah Anda ingin tau kelanjutan nasib si oseng pare tadi. Sepulang bersepeda, saya pindahkan semua isi oseng pare tersebut dari dalam wadahnya ke dalam perut saya tanpa ada sisa. Luar biasa….!!!! Rasanya nikmatnya setimpal dengan pengorbanan dalam membuatnya he he he..


The end..