Anda sekalian boleh setuju dengan judul di atas, namun saya juga tidak akan keberatan jika ada yang tidak sependapat dengan judul yang saya buat. Namanya juga pendapat jadi ya bebas-bebas saja lah, tidak perlu dibuat sulit.

Sudah lama saya “berpuasa” menulis, tulisan terakhir di website saya adalah sebuah puisi berjudul “Merdeka”, tertanggal 17 Agustus 2017. Artinya sudah hampir setahun saya tidak membuat artikel.

Hal tersebut dikarenakan terpusatnya segala konsentrasi, dan energi menulis saya untuk menyelesaikan Novel Victory yang semakin lama semakin menarik, sehinggga membutuhkan waktu lebih lama untuk diselesaikan.

Perseteruan lama antara Bambang dengan para penguasa ternyata masih meninggalkan luka lama yang belum sepenuhnya mengering. Hingga akhirnya Bambang, Dewi, Bagas dan Bayu pun memutuskan untuk terbang ke Zurich, dan menyerahkan benda tersebut secara langsung. 

Hallaaah malah jadi “spoiler” Novel Victory hehehe, kembali ke artikel.

Segala perdebatan, intrik, serta politik jelang laga tunda antara Persija melawan Persib yang akan digelar pada tanggal 30 Juni 2018, membuat saya tiba-tiba ingin sedikit menulis.

Seperti yang saya sampaikan di awal tadi jika judul di atas adalah pendapat saya pribadi, dimana siapapun boleh setuju atau tidak. Dan sudah menjadi kebiasaan saya sejak lama, ketika mengeluarkan pendapat sebisa mungkin akan saya barengi dengan hal-hal yang menjadi dasar mengapa saya berpendapat demikian. Sehingga jikalau pada akhirnya terjadi perdebatan, setidaknya mereka mengetahui dasar-dasar dari pendapat saya tersebut.

Saya tentu memiliki alasan mengapa menilai Persija Vs Persib bukanlah laga klasik. Jangankan diberi label “Laga Klasik”, kedua tim disebut “Rival” saja rasanya kok juga kurang pas. Mengapa demikian?

Dari apa yang saya tahu (silakan dikoreksi jika salah), rekor penonton terbanyak di liga Indonesia terjadi pada final kompetisi perserikatan antara PSMS Medan melawan Persib Bandung, di Stadion Utama Gelora Bung Karno, pada hari sabtu, tanggal 23 Februari 1985. Jumlah penonton ketika itu diperkirakan mencapai 150 ribu orang. 

Besarnya antusiasme masyarakat untuk menyaksikan laga “ulangan" final dua tahun sebelumnya tersebut, membuat pertandingan hampir saja tidak dapat digelar. Penonton yang meluber hingga sisi lapangan, membuat pihak keamanan mengalami kesulitan untuk dapat mengontrol keadaan. Pada era perserikatan pertemuan kedua tim memang selalu ditunggu, dan dinantikan oleh seluruh pecinta sepak bola di Indonesia.

Data di atas membuat saya memilih bersepakat dengan pendapat beberapa legenda, punggawa, serta pendukung Pangeran Biru yang mengatakan jika laga klasik itu ya Persib melawan PSMS, bukan Persija melawan Persib. 

Menurut saya Persija dan Persib juga kurang pas jika disebut “Rival”. Mengapa demikian? fakta menyebutkan (sekali lagi silakan dikoreksi jika salah) dari 38 pertandingan yang telah dilakoni oleh kedua tim, Persija Jakarta berhasil merebut 16 kemenangan, sedangkan Persib Bandung hanya berhasil menang 6 kali. Sementara 16 laga sisanya berakhir dengan hasil imbang.

Bagaimana bisa disebut “Rival” jika salah satu tim mendominasi hasil di atas lapangan. 16 kemenangan berbanding 6 kemenangan tentu tidak dapat dikatakan dekat.

Saya lebih setuju jika Persija Vs Persib diberi label laga “Sarat Gengsi”. Iya sarat gengsi dan ego dari mereka yang suka memelihara kebencian dalam hati mereka, dan mendapat keuntungan dari perseteruan yang terjadi di luar lapangan.

Sedang bagi saya pribadi laga melawan Persib akan selalu menjadi partai yang spesial. Sejak pertama kali berseragam Macan Kemayoran pada musim 1999, setiap kali melawan Persib adalah sebuah kesempatan emasi bagi saya, iya kesempatan untuk dapat berjibaku dan menimba ilmu dari bek-bek tangguh kelas satu yang menjaga pertahanan Persib. Dan dalam kurun waktu tersebut, sembilan gol sudah saya cetak ke gawang Maung Bandung.

Dengan fakta-fakta di atas tanpa mengurangi rasa hormat kepada siapa pun, rasanya kok saya tidak melihat adanya alasan mengapa Persija Jakarta, terlebih lagi saya harus takut untuk bertemu dengan Persib Bandung, seperti apa yang disampaikan oleh menejer mereka Pak Umuh Muhtar di media. Komentar yang rasanya dilontarkan tanpa dipikirkan terlebih dahulu. Lebih memalukan lagi (jika memang benar) Pak Umuh berkata “Sebaiknya Persija menyerah saja”, masak iya tim sehebat Persib mengharapkan kemenangan secara gratis? komentar yang menurut saya mendegradasi kebesaran Persib Bandung. 

Menurut hemat saya yang perlu dipertanyakan malah keengganan Persib Bandung untuk tampil di Jakarta. 

Komposisi pemain Persib musim ini boleh dikatakan menjadi salah satu yang terbaik di Indonesia. Peringkat sementara Persib juga lebih baik dari Persija. Hal tersebut membuat Persib “seharusnya” dapat bertandang ke Jakarta dengan kepercayaan diri yang tinggi.

Kapasitas stadion PTIK yang sangat kecil sudah pasti juga tidak akan mampu menandingi atmosfer luar biasa GBLA seperti saat Persib menjamu kami. Artinya “semestinya” tim setangguh Persib juga tidak perlu khawatir dengan teror penonton, wong hanya 1500 orang. 

Lagi pula sudah empat tahun lho Persib tak bertamu ke Jakarta, apakah Persib tidak kangen dengan suasana ibu kota? seperti kami yang selalu kangen, dan menunggu-nunggu untuk dapat kembali tampil di depan pecinta sepak bola Bandung yang terkenal fanatis dan militan.

Bukankah sahabat sejati sebaiknya saling mengunjungi, tidak hanya ingin dikunjungi?

Melalui tulisan ini, saya juga ingin menghimbau kepada seluruh pendukung Persija Jakarta (Jakmania) dimanapun kalian berada. Bahwa "wujud paling nyata dari cara mencintai adalah dengan menjaganya". Jika kalian benar-benar merasa mencintai Persija Jakarta, maka kalian harus juga menjaga nama baik Persija Jakarta dimanapun kalian berada. Menjaga nama baik Persija di atas lapangan adalah menjadi tugas kami sedang di dalam stadion, di sekitar stadion, di jalan-jalan, di pemukiman penduduk, atau dimanapun adalah tugas kalian. Ingat, apapun tindakan yang kita lakukan berpotensi mempengaruhi nama baik tim yang kita semua cintai dan banggakan. Baik buruknya Persija Jakarta ada di tangan kita semua.

Akhir sekali dengan segala keterbatasan dan kerendahan hati, ijinkan kami Persija Jakarta untuk mengundang dan menjamu rekan-rekan Persib Bandung di ibu kota. Kita semua tentu tidak ingin mengecewakan seluruh pecinta sepak bola Indonesia yang sudah tidak sabar menunggu segera digelarnya “Bukan Laga Klasik” ini.

Selesai…..