Ada apa dengan Persija?

Pertanyaan yang akhir-akhir ini banyak bergelayutan di benak hampir seluruh pendukung Persija Jakarta. Rentetan penampilan buruk yang berimbas pada posisi Persija yang berada di zona merah, membuat kecintaan terhadap tim kesayangan mereka tengah mendapatkan ujian yang berat. Kegarangan tim juara musim lalu, seperti hilang tidak berbekas di putaran pertama musim ini.

Ketika ini, jangankan datang langsung ke stadion, untuk sekadar menyaksikan dari layar kaca pun dibutuhkan nyali yang tidak kecil. Kekecewaan demi kekecewaan membuat sumpah serapah tak kuasa lagi dibendung, tumpah ruah membasahi lini masa.

Seketika saya teringat dengan dawuh Gus Baha (KH. Ahmad Bahauddin Nursalim), dalam salah satu kajiannya beliau pernah berkata, “Mencintai itu tidak cukup dengan tidak melukai yang dicintai. Tapi juga harus sabar saat dilukai oleh yang dicintai”. Begitulah kira-kira ujian yang harus dijalani oleh pendukung Persija Jakarta saat ini.

Dalam situasi seperti saat ini, sangat tidak mudah menjadi pendukung (pecinta) Persija Jakarta. Mereka tidak hanya harus menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal “negatif” yang dapat merugikan tim. Namun juga harus dapat meredam rasa sakit, dari hasil-hasil buruk yang tidak dapat dimungkiri melukai hati mereka.

Seperti biasa, saya kurang tertarik membahas sesuatu yang sudah terjadi, atau apa yang membuat Persija hingga seperti saat ini. Di samping hanya akan membuat kita melihat ke belakang, hal tersebut juga memberi kesan jika kita tengah mencari-cari alasan. Saya lebih tertarik untuk melihat ke depan, dengan membahas apa yang harus dilakukan agar kita dapat keluar dari situasi sulit ini.

Terpuruknya Persija Jakarta hingga pekan ke-21 Liga Indonesia 2019 ini, tak pelak membuat suara-suara sumbang yang berhembus sejak musim lalu pun menjadi semakin nyaring terdengar, utamanya dari mereka yang tidak menyukai Persija dengan segala prestasinya.

Pada suatu titik saya pun teringat dengan kisah Luqman al-Hakim. Luqman al-Hakim adalah orang yang disebut dalam Al-Quran pada surah Luqman yang terkenal karena nasihat-nasihatnya kepada anaknya. Salah satu kisah Luqman yang “masyur” adalah tentang Luqman, anaknya, dan seekor himar (keledai).

Dikisahkan dalam sebuah riwayat, bahwa pada suatu hari Luqman al-Hakim menasehati anaknya, “Anakku, jika kamu yakin dengan kebenaran, maka lakukanlah, dan jangan peduli dengan apa kata orang”. “Maksudnya bagaimana?”, si anak nampak belum dapat menangkap arti dari nasehat sang ayah. Maka diajaklah si anak berjalan sambil menuntun seekor himar ke sebuah pasar.

Luqman memasuki pasar dengan menaiki seekor himar, sedangkan si anak berjalan mengikutinya dari belakang. Melihat tingkah laku Luqman itu, orang-orang di pasar berkata, "Lihat lah itu orang tua yang tidak bertimbang rasa, dia menaiki himar sedangkan anaknya dibiarkan berjalan kaki."

Mendengarkan desas-desus dari orang-orang tersebut, maka Luqman pun turun dari himarnya lalu ganti menaikkan anaknya di atas himar. Sedang Luqman sendiri berjalan kaki sambil menuntun himar. Melihat hal tersebut, maka orang-orang di pasar pun berkata pula, “Orang tuanya berjalan kaki sedangkan anaknya malah enak-enakan menaiki himar, sungguh kurang ajar anak itu."

Setelah mendengar kata-kata itu, Luqman pun naik ke punggung himar bersama anaknya. Kemudian orang-orang kembali berkata, "Lihat itu dua orang menaiki seekor himar, mereka sungguh menyiksakan himar itu." Dan karena ia tidak suka mendengar percakapan orang-orang, maka Luqman dan anaknya pun turun dari himar, dan berjalan sambil menuntun himar. Kemudian terdengar lagi orang berkata, “Bagaimana mereka itu, dua orang berjalan kaki, dan himar itu malah tidak dikendarai."

Dalam perjalanan pulang, Luqman al-Hakim menasihati anaknya mengenai sikap manusia dan ucapan-ucapan mereka. Ia berkata, "Sesungguhnya tidak ada seseorang pun yang lepas dari ucapannya. Maka orang yang berakal tidak akan mengambil pertimbangan kecuali kepada Allah saja. Siapa pun yang mengenal kebenaran, itulah yang menjadi pertimbangannya”. Si anak pun kemudian mengangguk paham.

Apa yang ingin saya sampaikan adalah dalam situasi seperti saat ini kita tidak perlu mendengarkan apapun cibiran, dan cacian dari mereka yang tidak suka terhadap tim ini. Karena pada akhirnya yang menentukan apapun hasil akhir dari apa yang kita kerjakan adalah kita sendiri, bukan mereka, bukan juga ocehan mereka.

“Kebenaran” yang harus diyakini oleh para pemain dan staf pelatih Persija saat ini adalah dengan terus bekerja lebih keras dalam setiap latihan, dan berusaha lebih maksimal dalam setiap pertandingan, untuk meraih hasil yang lebih baik. Sedang “kebenaran” bagi para pecinta Persija adalah dengan terus memberikan dukungan dengan sepenuh hati, dalam apapun keadaan tim ini.

Mari kita hadapi pertempuran demi pertempuran ini bersama-sama, semoga dengan hasil yang baik di setiap pertempuran tersebut, dapat membawa kita keluar dari masa-masa sulit, dan pada akhirnya memenangkan peperangan ini. Kita pernah berada di puncak tertinggi bersama-sama, maka kita juga akan melewati titik terendah ini bersama-sama.

“Dalam hidup kita boleh kehilangan apa saja. Satu yang tidak boleh hilang adalah harapan. Karena hanya harapan yang membuat kita layak untuk hidup”.

Pada suatu titik kita boleh saja kecewa dengan apa yang tengah terjadi, namun jangan pernah kehilangan harapan untuk masa depan yang lebih baik.

Dalam kehidupan, semua hal yang ada dan kita miliki bisa saja hilang. Pekerjaan, status sosial, rupa, kekayaan, popularitas bahkan orang-orang yang kita cintai pun jika sudah waktunya juga akan meninggalkan kita, atau kita yang akan meninggalkan mereka.

Satu-satunya hal yang tidak boleh hilang adalah harapan. Iya, harapan untuk semua hal yang lebih baik. Karena hidup adalah sebuah perjalanan untuk menemukan jati diri, menempa karakter diri, dan memaksimalkan potensi diri.

Saya sendiri berkeyakinan, jika musim ini akan menjadi musim yang spesial bagi Persija Jakarta. Satu harapan saya, di akhir musim nanti kita dapat bercerita dengan bangga tentang perjalanan "berat" musim ini. Sebuah cerita yang dapat menjadi referensi, serta inspirasi bagi orang lain.

Sekaligus menunjukkan kepada semua orang, siapa itu Persija Jakarta yang sebenarnya. Bagaimana sebuah persamaan nasib yang diikat dengan ketulusan cinta, dapat menjadi sebuah kekuatan yang luar biasa.

Semoga kita dapat membawa Persija Jakarta kembali ke tempat yang seharusnya. Aamiin.

Selesai….