Pesta olahraga dua tahunan negara-negara asia tenggara SEA Games ke 26 yang pada tahun 2011 ini di helat di Indonesia, seketika membuat seluruh masyarakat kita menjadi sadar tentang arti pentingnya olahraga bagi kehidupan manusia. Tidak saja arti harfiah dari olahraga yang dapat menyehatkan bagi tubuh kita, masyarakat pun mulai tersadar dengan esensi yang paling penting dari olahraga itu sendiri, yaitu adalah untuk menjalin persaudaraan dan juga menyatukan kemajemukan dalam sebuah kesadaran dalam berbangsa dan bernegara..
Cabang yang paling menyita perhatian tentu saja sepakbola. Maka dari itu ketika pada akhirnya tim nasional Indonesia mampu melaju sampai ke partai puncak, saya dan Dewi pun menetapkan hati untuk mendukung tim nasional U-23 secara langsung ke Stadion Utama Gelora Bung Karno. Tujuan kami sangat jelas, yaitu ingin menjadi saksi sejarah kembali diraihnya medali emas SEA Games dari cabang sepakbola, setelah terakhir kali kita gapai 20 tahun silam..
Awalnya kami sempat mengalami kesulitan untuk mendapatkan tiket pertandingan final tersebut, karena di semua tempat penjualan tiket sudah terpampang taulisan sold out. Namun setelah bertanya kesana-kemari dengan gigihnya dan berkat bantuan salah satu eh,, salah dua sahabat saya Desta dan Vincent, akhirnya dapatlah saya tiket pertandingan malam itu. Maka bergegaslah saya, Dewi dan mas Nanang (Kakak Dewi) berangkat menuju stadion lengkap dengan atribut merah-putih yang memang sudah kami persiapkan sejak semalam. Awalnya saya ingin menggunakan salah satu jersey tim nasional pusaka koleksi saya (Jersey bernomor 10 milik idola saya Kurniawan D J, saat menjalani partai terakhir bersama tim nasional ketika melawan Borussia Dortmund), akan tetapi setelah menimbang satu dan lain hal, akhirnya saya mengurungkan niat tersebut..
Perlu diketahui, ini adalah untuk pertama kalinya saya kembali mendukung tim nasional Indonesia berlaga secara langsung di Gelora Bung Karno, setelah terakhir kali pada tahun 2004 (Tiger Cup - Indonesia Vs Malaysia, saat itu saya dicoret oleh pelatih Peter Withe saat persiapan menjelang kejuaraan digelar). Hal tersebut bukan dikarenakan saya tidak mendukung atau tidak mencintai tim nasional Indonesia, akan tetapi lebih kepada setiap tim nasional berlaga di Gelora Bung Karno saya selalu berada di dalam lapangan atau setidaknya duduk di bangku cadangan pemain. Dengan kata lain, saya berada di stadion sebagai orang yang berjibaku dilapangan, bukan yang mendukung dari tribun penonton..
Sore itu suasana di sekitar kawasan Senayan berubah memerah, para pendukung tim Merah-Putih menyemut di jalanan sekitar Stadion Gelora Bung Karno, padahal ketika itu waktu masih menunjukkan pukul 16:00 WIB dan pertandingan sendiri baru akan digelar pukul 19:30 WIB. Banyak sekali muka-muka yang sangat familier diantara kerumunan orang-orang beratribut merah dan putih tersebut. Diantaranya terdapat artis, politikus, musisi dan juga pejabat pemerintahan. Banyak orang yang tiba-tiba menjadi nasionalis dan suka sepakbola, padahal sebelumnya tidak pernah menginjakkan kaki di Stadion kebanggaan rakyat Indonesia tersebut. Inilah hebatnya sepakbola, sebuah olahraga yang dapat menyatukan segala lapisan masyarakat dalan sebuah stadion walaupun dalam keadaan panas dan juga barang tentu gerah luar biasa..
Bersama Dewi, Mas Nanang, Desta, Vincent dan istri, Hamka Hamzah serta beberapa sahabat yang lain kamipun berjalan beriringan membelah lautan manusia dari Hotel Century, tempat kami bertemu menuju pintu VIP Barat Stadion Utama Gelora Bung Karno. Setelah melalui perjalanan yang lumayan ribet tapi penuh semangat tersebut, akhirnya kami berhasil memasuki rumah ibadah para pencinta sepakbola negeri ini tersebut. Waktu menunjukkan pukul 17:30 WIB, suasana stadion sudah nampak merah, kurang lebih 3/4 sudah penuh terisi oleh para pendukung fanatik tim Garuda, padahal kick off sendiri masih 120 menit lagi dari sekarang..
Setelah mendapatkan tempat duduk yang menurut kami cukup nyaman untuk menyaksikan jalannya pertandingan, maka sama seperti kebanyakan pendukung yang lain di dalam stadion ini, kamipun berphoto ria untuk sekedar mengabadikan moment yang kami yakini akan menjadi sejarah tersebut. Dan saat itulah, di tengah riuh rendahnya pendukung yang mulai bernyanyi, terjadilah sebuah peristiwa yang cukup lucu, menggelikan atau boleh juga dikatakan memalukan..
Beginilah ceritanya:
Ketika itu kebetulan kami duduk tepat didepan ruang siaran salah satu radio legendaris Republik ini, yaitu Radio Republik Indonesia (RRI). Entah siapa yang memulai dahulu (Seingat saya Desta) terlepas kalimat yang berbunyi, "Eh itu ada Om Rully". Mendengar nama salah satu pemain legendaris Indonesia disebut, yang kebetulan juga salah satu idola dan juga pernah menangani saya saat bermain di tim nasional U-19 tepatnya 12 tahun yang lalu, seketika sayapun berteriak "Mana bro..??". Desta pun segera menujuk ke arah sebuah ruangan kaca yang berada tepat dibelakang posisi kami duduk, dan seketika kami semua menoleh ke arah yang di tunjukkan Desta tersebut..
Di dalam ruangan kaca tersebut terdapat dua orang yang tengah bekerja menyampaikan siaran pandangan mata suasana stadion menjelang partai puncak SEA Games yang akan digelar beberapa jam lagi. Suasana di dalam ruangan tersebut memang sedikit agak temaram, karena diterangi oleh lampu bohlam yang berwarna kuning (Mungkin untuk menjaga cita rasa klasik dari RRI sendiri hehehe), ditengah ruangan yang sedikit temaram tersebut sekilas pandang nampak seseorang yang menyerupai mantan pelatih saya tersebut. Maka tanpa berpikir panjang sayapun berteriak, "Wooiiii Om Rullyyyyyy..!!", sambil mengacungkan tangan saya dalam posisi tergenggam tinggi-tinggi ke udara. Teriakan saya tersebut spontan diikuti oleh Vincent dan juga Hamka, mereka juga berteriak "Kaka Rullyyyyyy...!!" dengan hebohnya. Hal tersebut membuat seluruh penonton yang berada di sektor tempat kami duduk, ikut heboh dibuatnya..
Beberapa saat kemudian Hamka Hamzah berkata, "Ah tapi keliatannya bukan Om Rully deh", hal tersebut membuat kami sedikit bimbang, akan tetapi kemudian saya menukas "Ah iya,, itu Kaka Rully" dan sayapun kembali berteriak dengan penuh semangat, "Kaka Rullyyyyyy...!!! Kaka Rullyyyyy...!!!" kali ini saya berteriak sembari mengangkat tinggi-tinggi bendera Merah-Putih yang memang sengaja saya bawa dari rumah. Beberapa saat kemudian, orang yang kami maksud tersebut pun tersenyum sambil mengangkat kedua jempolnya ke atas. Kemudian sayapun menegaskan kepada sahabat-sahabat saya tersebut, "Nah bener kan itu Om Rully". Dan sahabat-sahabat sayapun berkata "Oh iya bener itu Om Rully", tanda setuju..
Maka setelah itu obrolan kamipun beralih membahas mengenai kehebatan sosok Rully Nere semasa jayanya dahulu. Bahkan saya sempat memperlihatkan sebuah photo lama saya, ketika rambut saya cukup panjang dan terlihat kribo, saat itu saya berujar, "Nih,, rambut gue ini terinspirasi dengan rambut Om Rully nih". Seketika itu juga keluarlah tanggapan dari Desta setelah melihat photo tersebut, "Iya, itu kan sama kayak pas lawan qatar kemarin, model rambut Bolu Kukus hahaha", tidak mau kalah Vincent pun segera menimpali "Itu sih bukan Rully Nere masbroo, tapi Jackson Five mau reunian". Mendengar kalimat tersebut seketika kamipun tertawa terbahak-bahak bhahahaha..
Beberapa saat berselang, ditengah keseruan Vincent dan Desta yang tengah mengolok-olok diri saya, datanglah seseorang lelaki menghampiri kami. Orang tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah salah satu penyiar radio RRI di dalam ruangan kaca diatas. Setelah berdiri tepat di depan kami, orang tersebut pun menyapa, "Selamat sore mas, apa kabar..??", dengan serentak kamipun menjawab "Sore, baik mas, baik". "Ikut siaran yuk mas, sebentar saja 15 menitan lah" kata orang tersebut melanjutkan, "Wah jangan saya deh mas, Hamka saja ya", tukas saya sambil melihat Hamka. Secepat kilat Hamka pun merespon, "Waduh saya ngga bisa ngomong mas, Desta saja deh", tanpa menunggu lama Desta pun menyaut "Hah jangan gue, Vincent aja deh Vincent"..
Dengan muka yang sedikit bingung karena kami ping-pong, orang tersebut pun berbicara dengan nada sedikit pasrah, "Yaudah siapa saja boleh deh, ayo Mas Vincent". Seketika Vincent pun menjawab dengan nada nyablak khasnya "Enak aja,, jangan gue,, jangan gue, emang mau ngobrolin apa sih Mas..??", "Ngobrol-ngobrol seru-seruan tentang suasana stadion saja mas, ringan kok", kata penyiar tersebut mencoba menjelaskan. Melihat ke empat dari kami nampak segan untuk naik ke studio, penyiar tersebut pun akhirnya berkata dengan pasrah, "Yasudah mas kalo begitu, terima kasih ya", seketika sayapun menjawab "Iya lah mas, lagian kan sudah ada nara sumber yang lebih berkompeten diatas sana", seketika penyiar tadi menjawab "Siapa Mas..??". "Nah itu kan sudah ada Om Rully Nere di atas", jawab saya dengan yakinnya sambil menunjuk ke arah ruangan kaca diatas. Dengan buru-buru penyiar tersebut pun menjawab "Oh bukan mas, itu bukan Om Rully Nere, itu salah satu penyiar kami"..
Seketika dengan serempak kami pun berkata "Huuaaaa,, masak sih..!!", "Iya mas, dia salah satu penyiar kita", kata sang penyiar sambil permisi berlalu untuk kembali ke studio. Seketika terjadilah perdebatan diantara kami, "Kan tadi gue bilang apa, itu bukan Om Rully", celetuk Hamka. "Dia nih yang yakin bener kalo penyiar itu Om Rully", tukas Vincent dan Desta serempak sambil menujuk saya. Dan sayapun hanya dapat cengar-cengir sambil menahan rasa malu, "Pantesan penyiar yang kita kiraOm Rully tadi agak bengong dan mengangkat tangan dengan sedikit ragu-ragu ya. Abis mirip banget sih bro, mana orang udah ikutan heboh lagi" jawab saya membela diri..
Beberapa saat kemudian Vincent berkata "Orang itu pasti bingung, ko mereka pada kenal sama gue ya, kenal dimana mereka kira-kira..??", tidak mau kalah Desta pun menyaut, "Bingung lah bro, ko mereka bisa tau gue kan gue penyiar radio, kalo orang dengerin radio kan ngga keliatannya muka penyiarnya", kalimat tersebut seketika membuat kami semua (Termasuk Dewi, Mas Nanang, Istri Vincent dan beberapa sahabat yang lain) tertawa dengan keras dan lantang nya hahahahaha..
Itu adalah cerita menarik dibalik pengalaman saya menyaksikan final SEA Games sepakbola beberapa waktu yang lalu, antara Indonesia melawan Malaysia. Pertandingan final sendiripun seperti kita ketahui bersama, berakhir dengan kekalahan bagi tim nasional Indonesia U-23, melalui drama adu tendangan pinalty dari seteru abadi kita Malaysia..
Terlepas dari kekalahan di partai final tersebut, perjuangan Garuda Muda Indonesia patut untuk kita beri apresiasi dengan sangat tinggi. Karena selama perhelatan SEA Games itu sendiri, mereka mampu tampil dengan sangat impresif dan menunjukkan semangat juang yang luar biasa. Pemain-pemain muda kita seperti Titus Bonai, Patrich Wanggai, Okto Maniani, Egi Melgiansyah, Andik Vermansyah, Hasim Kipuw, Abdurahman, Diego Michiels, Kurnia Meiga dll mampu memberikan angin segar dimasa yang akan datang. Dengan kualitas pemain seperti mereka, setidaknya masa depan persepakbolaan Indonesia terlihat sangatlah cerah..
Akhir sekali, pada akhir artikel ini ijinkanlah saya untuk menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya dari lubuk hati yang paling dalam kepada mantan pelatih, senior dan juga salah satu idola saya, Rully Rudolf Nere. Piristiwa yang saya ceritakan di atas murni terjadi karena adanya kesalahan pahaman, tanpa ada faktor kesengajaan sedikitpun. Sekali lagi mohon maaf Kaka Rully hehehe..
Terima kasih karena sudah menyimak cerita saya diatas, itulah lebih kurangnya kronologi dari kejadian lucu yang secara tidak saya sengaja membawa nama salah satu pahlawan sepakbola Indonesia dimasa silam, cerita yang sering kami (Vincent, Desta, Hamka dan saya) singgung di jejaring sosial bernama Twitter. Sebuah cerita yang saya beri judul sesuai dengan nama salah satu \'Mutiara Hitam" kebanggan bangsa ini yang lahir pada tgl 13 mei 54 tahun yang lalu, yaitu:
"The Legendari Rully Rudolf Nere"
Selesai..