Qantas Airways QF 051 Jakarta - Sydney, 27 Feb 2010, 01:43 WIB..
Keadaan di dalam pesawat Qantas Airways yang saya tumpangi saat ini, dapat dikatakan sangat membosankan, film-film yang diputar dalam penerbangan kali inipun menurut pendapat saya juga kurang menarik. Semua bertambah menjemukan ketika lampu di kabin sudah mulai dipadamkan, di sebelah saya Markus mulai nampak tertidur dengan lelapnya, Ismed dan Firman yang berada di depan dan belakang saya, juga nampak terbuai dengan suara dengkuran mereka masing-masing…
Sedangkan saya sendiri..?? Masih dengan penyakit lama saya, yaitu susah tidur dalam pesawat, jika menempuh perjalanan yang lebih dari 3 jam. Dan seperti biasa, sayapun berinisiatif mengeluarkan sebuah barang kesayangan saya, yaitu laptop Toshiba M600 butut berwarna putih, yang sejujurnya sudah tidak lagi tampak berwarna putih…
Saya adalah salah satu penggemar Fariz RM, lagu-lagu beliau sudah akrab di telinga saya sejak di bangku sekolah dasar. Keadaan pesawat yang membosankan ini memberikan sebuah ide kecil di kepala saya, ide mengundang Mas Fariz untuk melakukan konser kecil di dalam pesawat ini. Bukankah tokoh kanak-kanak Barney selalu berkata “Use your imagination”, atau kurang lebih berarti “Gunakan imjinasimu”…
Maka tanpa ragu sayapun menyalakan iTunes dalam laptop saya, dan mulai memutar lagu-lagu Fariz RM. Maka tembang-tembang lawas seperti Barcelona, Antara Kita, Nada kasih, Cinta Kian Menepi, Hanya, Batas Rindu, dll pun mulai melantun menemani kesunyian perasaan saya malam ini…
Saya memilih mas Fariz untuk menemani saya malam ini, bukan tanpa alasan. Alasan pertamanya adalah. Beberapa hari yang lalu, saya sempat membaca berita di sebuah media, jika Fariz RM akan melakukan konser di Makassar, ini adalah konser pertamanya setelah 2 tahun beliau vakum menyanyi. Alasan keduanya adalah, pertama kali saya mulai mengenal lagu-lagu Fariz RM adalah pada sekitar awal tahun 90an…
Dan pada kesempatan malam ini, saya ingin mengajak rekan-rekan sekalian untuk kembali ke masa 20 tahun di belakang kita. Saat dimana saya berkembang dari seorang bocah kecil yang mulai beranjak remaja, dan mulai tertarik serta menyukai berbagai hal, walau dengan dasar yang samar, aneh atau bahkan tidak masuk akal sama sekali. Ditemani lagu-lagu lama tersebut, jari jemari sayapun menari diatas tuts laptop butut tersebut dan mulai menceritakan sebuah kisah yang terjadi 20 tahun yang lalu…
Getas, Kab. Semarang: pertengahan tahun 1990..
Seperti yang pernah saya kisahkan sebelumnya, saya mulai belajar bermain sepakbola dengan baik dan benar sejak usia 8 tahun. Sebagai seorang anak kecil yang mulai menjadikan sepakbola sebagai sebuah hobi, maka sudah sewajarnya jika saya juga ingin memiliki pemain idola, klub favorit serta negara yang saya dukung….
Pemain favorit saya adalah Paul Gascoigne. Saya mulai menyukai pemain ini, sejak pertama kali saya melihat Gazza bermain untuk Inggris, di Piala Dunia Italia 1990. Sedangkan negara yang saya dukung saat itu adalah Argentina, alasannya cukup sederhana, karena dalam tim Argentina terdapat seorang pemain ajaib bernama Diego Armando Maradona…
Serta satu hal lagi, ibu saya pernah membelikan sebuah kaos bernomor punggung 10 dengan gambar Maradona di bagian depannya. Baju yang boleh dikatakan, akan saya pakai minimal 3 hari dalam hitungan satu minggu (cuci - kering - pakai - cuci - kering - pakai dst), sampai kaos tersebut terlihat lusuh dan memudar…
Sedang untuk klub favorit, saya sendiri masih sangat kebingungan. Saat itu satu-satunya saluran TV di Indonesia (TVRI) hanya menyiarkan partai-partai antar negara, seperti Piala Eropa ‘88 atau Piala Dunia ‘90. Hal tersebut membuat saya kurang mengerti, atau malah tidak mempunyai referensi sama sekali, tentang klub-klub yang hebat di Eropa atau belahan dunia yang lain…
Hingga sampailah pada suatu pagi, ketika ibu saya pulang dari pasar dan membawa oleh-oleh nasi jagung kegemaran saya. Nasi tersebut di bungkus dengan daun jati yang dilapisi dengan kertas koran di bagian luarnya. Setelah selesai menyantap nasi jagung tersebut, sayapun berniat membuang bungkusnya ke tempat sampah. Tanpa sengaja saya melihat gambar 2 pesepakbola di kertas koran pembungkus nasi tersebut, dan seketika sayapun mengurungkan niat saya untuk mencampakkan bungkus nasi tersebut ke tempat sampah…
2 pemain tersebut adalah Lothar Herbert Matthaus dan Franklin Edmundo Rijkaard. Matthaus menggunakan seragam berwarna biru hitam bertuliskan MIZURA di dadanya, sedang Rijkaard menggunakan seragam berwarna merah hitam bertuliskan MEDIOLANUM. Setelah saya baca dengan lebih seksama, saya baru tahu jika kedua pemain tersebut bermain untuk Inter Milan (Matthaus) dan AC Milan (Rijkaard). Kedua tim tersebut akan bertempur dalam derby kota Milan (yang tentunya sudah terlewat, karena kertas tadi hanyalah selembar koran bekas)…
Saat itu kakak ke-3 saya (Tri Agus Prasetyo) menjelaskan kepada saya, jika 2 tim tersebut adalah yang terbaik di Italia saat itu. Inter Milan memiliki Trio Jerman (Lothar Mattheus, Jurgen Klinsmann dan Andreas Brehme) sedang AC Milan mengandalkan trio Belandanya (Marco Van Basten, Ruud Gullit dan Frank Rijkaard). Kemudian sayapun bertanya, “Mas bagusan mana, Inter Milan apa AC Milan..??”, jawaban kakak saya saat itu adalah, “Ya bagusan AC Milan kemana-mana lah”, “Oh oke” itu adalah reaksi singkat saya saat itu…
Kertas tersebut saya simpan di resleting luar tas sekolah saya. Jika ada waktu luang , saya selalu menyempatkan diri untuk melihatnya kembali, dan beberapa hari kemudian saya berkata pada diri saya sendiri, mengapa saya tidak menjadi pendukung salah satu klub ini saja. Inter Milan atau AC Milan sama saja lah, yang penting mulai sekarang saya punya klub jagoan, gumam saya pada diri sendiri saat itu…
Setelah melihat gambar tersebut berulang-ulang dan dengan seksama, akhirnya saya menetapkan pilihan kepada Inter Milan. Alasannya adalah, dimata saya baju Inter Milan lebih bagus daripada baju AC Milan. Kombinasi warna Biru dan Hitam terasa lebih lembut tetapi mematikan, dibanding Merah Hitam yang memberi kesan galak serta kasar…
Saya sendiri kurang begitu paham, apakah opini tersebut menyembul karena terbawa oleh aura sang pemakai (Matthaus dan Rickaard). Akan tetapi satu hal yang pasti, saya sangat menyukai warna biru, sehingga apapun yang berunsur warna biru akan terkesan bagus dan indah di mata saya…
Maka sejak itulah saya menjadi pendukung Inter Milan, walaupun saat itu sejujurnya saya kurang begitu paham atau malah tidak tahu sama sekali, dengan klub bernama Inter Milan beserta para pemainnya. Yang saya tahu adalah, Inter Milan mempunyai seragam yang bagus dan saya menyukainya…
Jika gambar yang berada di dalam koran bekas saat itu adalah pemain Sampdoria, Atalanta, Chelsea, Boca junior, atau tim lain yang memiliki seragam berwarnya biru, maka saya rasa saya juga akan menjadi pendukung salah satu klub tersebut saat ini…
Terdengar lucu bahkan malah terkesan aneh memang, akan tetapi pada kenyataannya itulah yang terjadi. Dan sejak saat itu , sayapun mulai mengikuti sepak terjang klub kebanggan saya tersebut, yaitu Inter Milan. Perlahan-lahan sayapun mulai mengenal nama-nama seperti Giuseppe Bergomi, Walter Zenga, Roberto sosa, Roberto Carlos, Aldo Serena, Vladimir Jugovic, Youri Djorkaeff, Diego Simeone, Dennis Bergkamp, Gianluca Pagliuca, Benoit Cauet, Ivan Zamorano, Ronaldo, Christian Vieri, Aron Winter, Nwankwo Kanu, Roberto Baggio, Javier Zaneti, dll…
Sampai sekarang, saya tetaplah seorang Interista. Banyak orang berbicara jika Inter Milan adalah kuburan para pemain hebat, artinya banyak bintang hebat yang akan meredup jika bermain bersama Inter Milan, sejujurnya saya tidak perduli. Ketika Inter terseok-seok dan hanya menjadi klub medioker yang susah menjadi juara, saya sama sekali tidak risau. Ketika bintang-bintang top silih berganti pergi meninggalkan Inter, saya juga kurang begitu menghiraukannya….
Satu hal dasar yang membuat saya menyukai Inter Milan adalah, karena Inter Milan memiliki warna seragam yang bagus (Biru dan Hitam), mengenai siapapun pemainnya atau siapapun pelatihnya, saya sendiri kurang begitu tertarik. Saya akan selalu mendukung Inter Milan, dengan siapapun pemainnya dan siapapun pelatihnya, serta apapun prestasinya. Satu-satunya hal yang mungkin akan membuat saya berhenti mendukung Inter Milan adalah, jika suatu saat nanti Inter Milan sudah mulai meninggalkan seragam kebesarannya Biru dan Hitam, dan menggantinya dengan warna yang lain…
Saya memang Interista sejati, dan saya akan sedih jika Inter Milan kalah dalam suatu pertandingan. Akan tetapi jauh di dalam lubuk hati saya, saya akan merasa lebih sedih jika Persija Jakarta yang kalah bertanding, dan akan jauh lebih sedih lagi jika Tim Nasional Indonesia yang kalah dalam pertempuran…
Mengapa demikian..?? Karena pada kenyataannya kecintaan saya terhadap Inter Milan, tidak mampu mengalahkan cinta saya terhadap Persija Jakarta, apalagi kecintaan saya kepada Tim Nasional Indonesia…
Internazionale Milano ; Una storia importante..
Selesai…