Kegagalan Tim Nasional Indonesia untuk lolos ke Piala Asia Qatar tahun depan jelas menyisakan duka yang mendalam bagi seluruh masyarakat sepakbola Indonesia. Ini adalah kegagalan pertama kita setelah dalam 4 edisi penyelenggaraan Piala Asia sebelumnya, kita selalu mampu berpartisipasi. Sejarah yang kurang bagus telah tercipta, mengingat di 4 edisi sebelumnya, menurut saya kita tidak hanya berpartisipasi akan tetapi kita juga mampu berbicara di kancah persaingan kompetisi tertinggi antar negara di benua Asia tersebut…


Kita mungkin masih ingat ketika di Piala Asia 1996 kita mampu menahan Kuwait, sebelum akhirnya kalah dari Korea Selatan dan Arab Saudi. Sedang di Piala Asia 2000, kita juga mampu meraih 1 poin dari Kuwait sebelum mengakui kehebatan Korea Selatan dan China. Pada Piala Asia 2004, kita bahkan sempat memukul Qatar sebelum pada akhirnya kandas dari China dan Bahrain. Sedangkan saat menjadi tuan rumah pada Piala Asia 2007 yang lalu, publik sempat mempunyai harapan yang tinggi ketika kita mampu memukul Bahrain di partai pertama, sebelum pada akhirnya kita harus mengakui keunggulan Arab Saudi dan Korea Selatan. Saya sendiri merasa cukup bangga dan bersyukur, mengingat dari 4 kali keikutsertaan Indonesia di Piala Asia, 3 diantaranya saya berada dalam squad Tim Nasional Indonesia saat itu (2000, 2004 dan 2007)…


Dalam setiap kegagalan maka harus ada pihak-pihak yang bertanggung jawab, menurut saya itu sangat wajar dan sangat profesional. Begitu pula dengan kegagalan Indonesia melaju ke putaran final Piala Asia tahun depan, harus ada pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kegagalan ini. Tim Nasional Indonesia adalah milik seluruh rakyat Indonesia, oleh karena itu, seluruh masyarakat berhak menilai penampilan kami dan mereka juga berhak memberikan kritik serta saran demi kebaikan Tim Nasional itu sendiri. Kekalahan sebuah Tim Nasional adalah kekalahan seluruh bangsa, begitu juga sebaliknya kemenangan sebuah Tim Nasional adalah kemenangan yang pantas dirayakan oleh seluruh elemen sebuah negara, karena “Kami tidak hanya sekedar sebuah kesebelasan, akan tetapi kami mewakili bangsa ini”…


Dan beberapa hari yang lalu, saya sempat kaget dan sedikit tidak percaya ketika ada sebuah berita yang memuat komentar ketua umum PSSI Nurdin Halid, yang kurang lebihnya berisi demikian “Siapapun pelatihnya, siapapun ketua BTN-nya dan siapapun direktur tekniknya jika pemainnya masih seperti sekarang, maka Tim Nasional tidak akan pernah sukses”. beberapa hari kemudian disusul dengan komentar yang seperti ini “Pelatih Tim Nasional seharusnya hanya tinggal meramu strategi saja, akan tetapi di kita pelatih juga harus mengajarkan bagaimana cara menendang bola dengan benar”…


Secara pribadi saya mempunyai 2 tanggapan yang berbeda mengenai 2 komentar tersebut. Pada komentar yang pertama, sebagai salah satu anggota tim, jujur saya katakan saya cukup marah dan tersinggung. Akan tetapi pada komentar yang ke-dua saya justru merasa sependapat dengan ketua umum saya ini.


Pada komentar yang pertama saya sempat menulis dalam akun Twitter saya demikian “Bapak Nurdin Halid yang terhormat alangkah lebih bijaksananya jika Bapak berbicara kepada kami terlebih dahulu sebelum bapak berbicara kepada media” dan saya susul dengan “Andaikan kita punya Rooney, Lampard, Defoe, Gerrard, Cole, Beckham, Terry & James, pasti namanya bukan lagi Timnas Indonesia tetapi Timnas Inggris”…


Yang saya maksud adalah, alangkah lebih baik jika ketua umum memanggil seluruh pemain dan marah kepada kami secara langsung. Karena menurut saya seorang Bapak marah kepada anak-anaknya adalah hal yang wajar, sehingga di sana akan terjadi sebuah adu argumentasi dan diskusi yang hangat, yang pada akhirnya diharapkan akan muncul sebuah solusi guna memperbaiki kualitas Tim Nasional secara bersama-sama. Jika kita hanya berdebat di media, maka tidak akan pernah ada ujungnya, dan jangan pernah berharap ada solusi untuk memperbaiki keterpurukan yang sudah semakin parah ini..


Seperti yang pernah saya tulis sebelumnya (Red: Serdadu dan Narapidana) “Selama ini kita hanya mencari kambing hitam di setiap kegagalan, tanpa mau duduk bersama untuk mencari solusi terbaik untuk mengatasinya”. seharusnya kita melakukan konsolidasi kedalam secara bersama-sama, apa kira-kira hal-hal pokok yang selama ini kita lupakan sehingga persepakbolaan kita hanya berjalan di tempat. Persepakbolaan kita yang tak kunjung membaik adalah kesalahan kita bersama. “Kesalahan Bambang Pamungkas (mewakili seluruh pemain di Indonesia), kesalahan Benny Dollo (mewakili seluruh jajaran pelatih di Indonesia), kesalahan Nurdin Halid (mewakili seluruh pengurus di Republik ini) dan juga kesalahan supporter di negeri ini”..


Artinya berbagai unsur terkait dalam kegagalan ini, pemain tentu menjadi pelaku utama karena mereka yang bermain di lapangan, akan tetapi unsur-unsur yang lain juga harus turut bertanggung jawab. Maka saya tidak heran ketika setelah saya berkomentar, beberapa pemain yang lain seperti Ponaryo Astaman, Charis Julianto dan Isnan Ali turut merespon komentar ketua umum kami tersebut. Mengapa..?? karena sebagi pemain, komentar ketua umum tersebut membuat kami merasa ditinggalkan oleh orang tua kami sendiri. Jelas ini mengecewakan kami para pemain…


Mengenai komentar yang ke-dua, saya harus akui saya setuju dengan beliau. Mengapa saya katakan demikian? Di Timnas kita, pelatih tidak hanya harus meramu strategi, akan tetapi juga harus kembali membenahi hal-hal dasar yang selama ini terlanjur salah dalam pemahaman sepakbola secara modern. Mengapa demikian, saya juga pernah menyebutkan, jika iklim kompetisi di Indonesia ini masih sangat kurang kondusif, sebagian besar pemain masih terbiasa dengan sistem kompetisi yang tidak terprogram dengan rapi dan gaya bermain yang cenderung kasar serta menghalalkan segala cara. Tentu hal seperti ini tidak dapat ditolelir ketika kita harus bermain di dalam sebuah pertandingan internasional…


Mengapa saya sebutkan beberapa pemain Inggris dalam Twitter saya di atas, tujuan saya adalah, pemain seperti Rooney, Lampard, Gerrard, Cole, Beckham, Terry dan James dapat seperti sekarang tidak timbul dengan sendirinya. Saya yakin mereka juga melalui proses yang panjang untuk berada pada level seperti sekarang, mereka juga pasti melalui apa itu yang dinamakan akademi sepakbola usia dini, kompetisi level junior, pembinaan berkesinambungan dan juga kualitas kompetisi liga utama yang sangat berkualitas serta kondusif. Dan apakah negara kita sudah melakukan itu semua dengan baik dan benar..?? seharusnya kita mulai realistis dalam berfikir, tanpa itu semua jangan pernah berharap Indonesia mempunyai sebuah Tim Nasional yang kuat suatu saat nanti…


Dan tanggung jawab ini ada di mana.?? tentunya berada di pundak kita bersama. Artinya bapak-bapak yang di atas sana bertugas membuat program yang baik dan benar, dan tugas kami (pemain junior, senior, pelatih dan supporter) adalah menjalankan program itu dan mentaati segala peraturannya dengan sepenuh hati, niscaya keinginan kita bersama untuk melihat sebuah Tim Nasional yang tangguh dan kuat lambat tapi pasti akan terwujud..


Mungkin keterpurukan persepakbolaan tanah air ini, membuat beberapa kalangan putus harapan atau bahkan frustasi dengan kemajuan Tim Nasional Indonesia. Akan tetapi dari lubuk hati saya yang paling dalam, saya selalu berkeyakinan jika talenta-talenta muda yang dimiliki oleh bangsa ini tidak pernah kalah dengan negara manapun, tinggal sekarang bagaimana kita mencari formula yang tepat dalam menjaga dan mengasah mutiara-mutiara belia ini dengan baik, sehingga di kemudian hari mereka mampu membuat kita semua bangga, bangga sebagai bangsa Indonesia yang mempunyai sebuah Tim Nasional yang kuat dan disegani di level internasional..


“Kita tidak akan pernah dewasa jika tidak pernah mengalami benturan (masalah), bagaimana cara kita melompati tembok itulah yang nantinya akan membuat kita lebih bijak dalam melangkah dan menentukan sikap di masa yang akan datang”..


Semoga berbagai cobaan yang menimpa persepakbolaan kita ini, akan mampu membuat kita tersadar dan segera berbenah diri. Sehingga kedepan kita mampu menjadi lebih dewasa serta lebih baik lagi.. Semoga..


“Bola itu berada di tangan kita, sekarang tinggal bagaimana cara kita memainkannya”..


Selesai….