Gelaran Piala AFF 2016 resmi berakhir. Thailand kembali membuktikan jika mereka adalah raja Asia Tenggara. Mengalahkan Indonesia di final, membuat mereka mengoleksi gelar Piala AFF ke-5 mereka, sepanjang diadakannya turnamen ini. Gelar pemain terbaik, dan pencetak gol terbanyak pun mempertegas dominasi mereka.

Seperti apa yang saya tulis sebelum partai final, bahwa apapun hasil di final nanti seharusnya tidak mengurangi sedikitpun apresiasi kita terhadap tim nasiona Indonesia. Karena sejatinya, di tengah segala konflik dan permasalahan yang terjadi selama dua tahun terakhir. Ditambah segala macam kendala yang harus dihadapi dalam proses pembentukan tim nasional, Boaz Salosa dan kawan-kawan telah memberikan segalanya untuk merah-putih.

Kiprah tim nasional sepanjang Piala AFF kali ini menjadi topik yang paling banyak diperbincangkan oleh masyarakat, setidaknya dalam sebulan terakhir. Baik oleh masyarakat awam, maupun mereka yang mengerti, dan terlibat langsung sebagai pelaku sepak bola tanah air. Termasuk juga oleh kami para mantan pemain tim nasional.

Beberapa hari setelah partai final, kami para mantan pemain nasional yang terlibat aktif menjadi Exco Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI), berkumpul guna melakukan Annual General Meeting.

Disela-sela pertemuan tersebut, saya sempat berbincang-bincang mengenai kiprah tim nasional selama Piala AFF dengan senior sekaligus idola saya Kurniawan Dwi Yulianto.

Begitu banyak hal yang kami bahas. Mulai dari sisi tehnis, strategi, hingga hal-hal yang sifatnya non tehnis. Pembahasan yang dengan sangat disayangkan tidak dapat saya share melalui artikel ini.

Dalam beberapa hal, terjadi perbedaan pandangan diantara kami.  Namun pada sebuah titik saya harus bersepaham dengan mentor saya tersebut, jika secara individu kita memang tidak kalah dengan Thailand, namun "sebagai sebuah tim" harus diakui jika Thailand satu tingkat di atas kita.

Dan dengan besar hati, rasanya kita juga harus mengakui jika dengan kualitas permainan yang mereka tampilkan sepanjang gelaran Piala AFF kali ini, mereka memang sangat layak menjadi juara.

Di partai final sendiri, terjadi sebuah insiden kontroversial di akhir pertandingan. Yaitu tindakan Abduh Lestaluhu yang dengan sengaja menendang bola ke arah bangku cadangan Thailand. Hal yang membuat Abduh mendapatkan kartu merah, dan harus meninggalkan lapangan lebih awal.

Banyak pembelaan terhadap apa yang Abduh lakukan, namun tidak sedikit juga yang mengkritik tindakan emosional dari bek berusia 23 tahun tersebut.

Bagi saya, dengan alasan apapun apa yang dilakukan Abduh Lestaluhu dalam pertandingan tersebut tidak lah dapat dikatakan benar. Namun demikian, dalam sebuah pertandingan yang sangat menguras emosi dan dalam tekanan yang luar biasa, apalagi dalam keadaan tim tengah tertinggal, maka hal-hal seperti demikian sering kali secara spontan terjadi.

Pada akhirnya yang terpenting adalah, secara terbuka Abduh telah mengakui jika dirinya lepas kontrol, dan meminta maaf kepada masyarakat. Tidak banyak pesepakbola yang berani berlaku demikian. Abduh masihlah pesepakbola muda, karirnya masih sangatlah panjang,  kebesaran hatinya lah yang nantinya akan membuat dia menjadi pemain besar dikemudian hari.

Mengenai kiprah tim nasional, menurut hemat saya kemenangan terbesar mereka bukanlah keberhasilan mencapai final. Namun kemenangan terbesar mereka adalah di tengah maraknya permasalahan kebhinekaan yang terjadi akhir-akhir ini, untuk kesekian kalinya sepak bola melalui tim nasional mampu menyatukan seluruh elemen bangsa ini.

Sekali lagi magis olah raga bernama sepak bola, mampu membuat mereka yang berasal dari berbagai macam ras, suku, agama dan golongan memiliki rasa yang sama. Kesedihan yang sama ketika timnas kalah. Kegembiraan yang sama ketika timnas menang. Kekhawatiran yang saya ketika timnas tertekan. Kesenangan yang sama ketika timnas mendominasi pertandingan. Serta kebanggaan yang sama ketika menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Menjadi runner up bukanlah hal yang luar biasa, mengingat sebelum ini empat kali sudah kita menjadi runner up. Namun di tengah segala permasalahan yang harus dialami oleh persepakbolaan Indonesia pada umumnya, serta tim nasional pada khususnya, maka menjadi runner up pada edisi kali ini rasanya sangat layak untuk diapresiasi dengan setinggi-tingginya.

Dengan terbentuknya kepengurusan federasi yang baru, pencapaian tim nasional ini rasanya harus dapat kita jadikan sebagai tonggak awal, dari kebangkitan sepak bola Indonesia. Apa yang terjadi selama gelaran Piala AFF ini rasanya juga dapat menjadi gambaran, betapa besarnya potensi yang kita miliki sebagai sebuah bangsa.

Kita tidak pernah kekurangan talenta pesepakbola. Fanatisme suporter kita teramat sangat luar biasa. Potensi bisnis dari sepak bola juga sangat menjanjikan. Serta yang tidak kalah penting, sepak bola terbukti dapat mempersatukan bangsa ini.

Hal-hal yang jika kita dapat manfaatkan dan kelola dengan baik, bukan tidak mungkin akan membuat olah raga ini mampu melangkah ke level yang lebih tinggi.

Jangan lagi mengulangi kesalahan dengan mempolitisasi sepak bola. Jangan lagi memanfaatkan modal berharga yang saya sebut diatas tadi, untuk kepentingan-kepentingan yang sifatnya pribadi, atau hanya untuk golongan tertentu. Jangan ada lagi yang sok menjadi pahlawan dari euforia yang dihasilnya oleh tim nasional.

Mengapa saya berkata demikian, karena sejujurnya kita semua saya yakin sudah muak dengan permasalahan demi permasalahan yang selama ini menimpa persepakbolaan kita. Permasalahan yang terjadi karena ego dan keculasan pihak-pihak tertentu, yang pada umumnya tidak mengerti tentang apa itu sepak bola.

Bagi mereka yang mengerti dan mencintai sepak bola, begitu besarnya potensi yang kita miliki akan dilihat sebagai sebuah modal berharga, untuk dapat memajukan sepak bola Indonesia. Mereka ini dapat dikategorikan sebagai golongan para pejuang.

Sedang bagi sebagian lagi, potensi luar biasa tersebut akan dilihat sebagai sebuah kesempatan yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan individu, atau golongan-golongan tertentu. Orang-orang seperti ini akan selalu ada, dan mengincar setiap kesempatan sekecil apapun. Mereka adalah golongan para benalu sepak bola Indonesia.

Kita tentu tidak mau untuk kembali terjerembab di lubang yang sama.

Akhir sekali saya atau kita semua lebih tepatnya tentu berharap, jika di kepengurusan PSSI yang baru ini, dan "dengan dukungan" penuh dari pemerintah, kita dapat meminimalisir pergerakan benalu-benalu yang ada di sepak bola kita.

Sehingga gerakan nasional perbaikan sepak bola Indonesia yang telah dicanangkan, dapat benar-benar terlaksana, dan terlihat hasilnya.

Semoga, iya semoga.

Selesai....