Ada dua hal penting yang menurut hemat saya harus menjadi dasar, jika kita ingin memperbaiki persepakbolaan Indonesia secara total. Dua hal tersebut adalah pola pikir dan pola kerja.

Pola pikir dalam hal ini adalah tata kelola, dimana didalamnya terdapat sistem, strategi serta kerangka utama apa yang sekiranya kita pilih, untuk membangun sebuah bangunan kokoh bernama sepabola Indonesia.

Sedang pola kerja, erat kaitannya dengar kemauan, kemampuan serta etos kerja. Dimana disana terdapat sebuah tanggung jawab tidak hanya bagi diri sendiri, federasi, namun juga pecinta sepakbola, dan juga seluruh masyarakat Indonesia.

Akan menjadi sebuah artikel yang panjang, berat dan membosankan jika saya membedah apa yang tersebut diatas satu per satu. Pada artikel ini, saya hanya akan coba membahas mengenai bagian kecil namun penting, yang sering kali luput dari perhatian kita. Yaitu mengenai pembinaan usia dini.

Kita selalu bertanya tentang kapan tim nasional kita juara ASEAN, Asia atau bahkan bermain di Piala Dunia. Tanpa pernah mau peduli apakah sistem kompetisi, dan pembinaan usia dini kita sudah baik dan ideal guna menunjang mimpi-mimpi itu.

Bangsa kita itu suka segala sesuatu yang instan. Budayanya instan, mienya instan, buburnya juga instan, oleh karena itu suksesnya pun kalau bisa juga dengan cara yang instan. Ini yang salah, ini yang harus dirubah, dan ini yang harus segera kita perbaiki.

Ada sebuah proses yang mau tidak mau harus kita lewati dan lalui, untuk pada akhirnya kita dapat mencapai mimpi-mimpi besar itu.

Berbicara mengenai pemain-pemain usia dini. Bagi siapapun pemain sepakbola, dapat bekerja sama dengan para pemain belia, akan selalu menjadi sebuah hal yang sangat menyenangkan. Karena hal tersebut akan kembali menggugah romantisme kami dimasa lalu. Saat-saat dimana kita masih seusia mereka, dan mencoba memulai langkah pertama, untuk merajut mimpi-mimpi besar dikemudian hari.

Badan-badan mungil beraroma matahari. Tatapan mata tajam penuh semangat. Langkah-langkah sigap penuh optimisnya. Dan antusiasme yang membuncah. Adalah gambaran betapa besarnya harapan, dan keyakinan mereka akan masa depan yang cerah. Kita tidak mungkin berpaling dari hal-hal seperti itu.

Pertanyaannya adalah, apakah kita sudah benar-benar memperhatikan mereka? Apakah kita sudah memberi kesempatan kepada mereka untuk menjadi seperti yang mereka inginkan? Dan apakah kita sudah benar-benar memfasilitasi mereka untuk meraih mimpi-mimpi besarnya?

Akhir-akhir ini banyak sekali sekolah-sekolah sepakbola atau akademi-akademi sepakbola di Indonesia, dimana hal tersebut adalah bagus. Artinya mulai banyak kesadaran akan arti pentinya pembinaa usia dini.

Namun hal tersebut tidak akan memiliki arti besar, tanpa diikuti dengan kompetisi berjenjang yang berkualitas, dan juga profesional. Di sini lah peran besar dan kepedulian pemerintah dalam hal ini federasi dibutuhkan.

Selama ini kompetisi usia dini lebih banyak digulirkan oleh pihak-pihak swasta, sedang perhatian dari federasi sendiri rasanya masih begitu minim. Yang lebih terlihat dari gambaran federasi selama 5 tahun terakhir, hanyalah permainan politik memperebutkan kekuasaan, yang sejatinya jauh dari esensi sepakbola itu sendiri.

Dalam sunyi anak-anak muda ini tetap berlatih dengan tekun. Dalam gelap talenta-talenta muda ini tetap memelihara keyakinan. Tujuan mereka hanya satu, mempersiapkan diri sebaik mungkin agar dapat mengahrumkan nama Bangsa dan Negara di kemudian hari. Sesederhana itu.

Talenta-talenta muda kita tidak pernah kalah dengan negara manapun. Namun mereka tidak akan pernah bersinar tanpa adanya perhatian dari kita bersama. Banyaknya sekolah-sekolah atau akademi sepakbola adalah sebuah modal dan pondasi yang sangat berharga, namun tidak ada artinya jika tanpa adanya perhatian dari pemerintah dalam hal ini federasi.

Mari bersinergi untuk masa depan sepakbola Indonesia yang lebih baik.

Selesai....