Semalam saya berkesempatan menghadiri acara diskusi sepakbola yang diselenggarakan oleh Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia, atau lebih kita kenal dengan nama APPI. Diskusi bertajuk “Ngobrol Sepakbola Bareng APPI” edisi perdana tersebut, mengangkat tema yang sangat menarik yaitu, “Standar Kontrak Minimum Bagi Pesepakbola Profesional”.


Mengapa saya menyebut tema ini menarik? Karena seperti yang kita ketahui bersama, akhir-akhir ini marak sekali terjadi kasus pelanggaran kesepakatan kontrak, yang dilakukan oleh pihak klub terhadap pemain, dalam hal ini masalah penyelesaian hak. Dengan begitu banyaknya kasus yang dialami para pemain profesional di Indonesia, maka timbullah pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut.


Apakah kontrak yang ditanda tangani setiap pemain sudah benar-benar melindungi si pemain? Jika sudah benar-benar melindungi, mengapa pihak kedua atau dalam hal ini klub, begitu mudah untuk mengingkari isi dari kontrak kerjasama tersebut? Dan apakah sudah terjadi keseragaman standar kontrak minimum, bagi seluruh pesepakbola profesional di negeri ini?


Berbicara mengenai kontrak dan perlindungan terhadap pemain, saya teringat dengan salah satu scene dalam film Iron Man 3, yang saat ini tengah booming di seluruh dunia. Scene di awal film, ketika Tony Stark berkata “A famous man once said, we create our own demons. Atau kurang lebih dalam bahasa Indonesia berarti, kita lah yang menciptakan musuh kita sendiri.


Mengapa saya katakan demikian. Karena kelalaian, kecerobohan, atau kekurang hati-hatian pemain dalam hal mempelajari, dan pada akhirnya menandatangani kontrak, akan menyebabkan permasalahan bagi pemain itu sendiri di kemudian hari. Karena hal tersebut dengan sendirinya akan memberikan ruang serta kesempatan bagi klub, untuk bertindak semena-mena terhadap pemain yang bersangkutan.


Berdasarkan pengalaman saya sebagai pemain. Sebagian besar pemain di Indonesia hanya memperhatikan tiga hal dalam menandatangani kontrak. Nama yang tercantum di halaman depan kontrak, nominal nilai yang tertera dalam kontrak, dan lama durasi kontrak tersebut berlangsung. Sedangkan mengenai detil-detil yang lain mengenai hak dan kewajiban, baik bagi pemain maupun klub, biasanya akan dilewatkan begitu saja.


Hal tersebut biasanya terjadi karena tiga hal. Pertama, murni karena ketidaktahuan pemain mengenai standar kontrak minimum pesepakbola profesional. Kedua, adanya tekanan terhadap si pemain. Tekanan yang saya maksud adalah, pemain tidak memiliki waktu dan kesempatan untuk membaca detil dari kontak itu sendiri.


Dan yang ketiga karena si pemain terlalu nyaman terhadap klub. Kenyamanan di sini karena ada keterkaitan emosional antara pemain dengan klub yang bersangkutan, sehingga pemain merasa jika kontrak hanyalah formalitas belaka. Biasanya hal seperti ini terjadi pada pemain-pemain yang sudah sangat lama bermain di klub tersebut.


Mungkin memang sifat dasar manusia yang selalu berpikiran positif terhadap segala hal, sehingga dalam hal ini pemain berpikir positif jika klub tidak akan mencederai isi kontrak yang telah disepakati bersama-sama. Akan tetapi fakta yang terjadi di lapangan sangat bertolak belakang. Ketidaktahuan atau kekurang hati-hatian pemain dalam mempelajari isi kontrak, sering kali dimanfaatkan oleh klub untuk menekan atau memperlakukan pemain dengan semena-mena.


Kasus-kasus yang banyak menimpa pemain sepakbola profesional di Indonesia akhir-akhir ini menjadi sebuah pembelajaran yang sangat berharga. Bahwa ternyata berpikiran positif saja terkadang tidak cukup, hal tersebut juga harus dibarengi dengan tindakan antisipasi.


Saya mengibaratkan sebuah kontrak pemain sama dengan sebuah pesawat tempur. Jika besi dengan berat sekian ton bisa terbang itu, diibaratkan sebuah pemikiran positif. Maka kursi lontar pilot lengkap dengan payung udaranya, adalah tindakan antisipasinya.


Artinya, dalam keadaan apapun seorang pemain profesional berhak untuk membaca dan memahami isi dari klausul kontrak yang akan ditandatangani. Karena hak tersebut mutlak untuk berjaga-jaga melindungi pemain di kemudian hari, selama durasi kontrak tersebut berlangsung.


Standar kontrak minimum pemain adalah meliputi sebagai berikut. Dasar hukum dibuatnya kontrak, dalam hal ini tentu mengacu kepada peraturan FIFA. Kemudian ada aturan-aturan umum, yaitu mencakup lamanya kontrak, kontrak harus dibuat rangkap, ditandatangani oleh kedua belah pihak dan seterusnya.


Kemudian juga harus mengatur mengenai kewajiban klub seperti pembayaran gaji, bonus, asuransi, dana pensiun, akomodasi, pajak, liburan, kebebasan berpendapat, kesehatan, serta rekam medis bagi pemain.


Selanjutnya harus juga terdapat kewajiban pemain. Antara lain memberikan kemampuan terbaik, menjalani latihan dan pertandingan sesuai instruksi pelatih, menjaga gaya hidup sehat, mematuhi peraturan, mengikuti acara-acara klub, menjaga nama baik klub, memberitahukan dengan segera jika mengalami cedera, tidak bermain judi, dan lain sebagainya.


Di samping itu tercantum juga hak penampilan, atau kesepakatan antara pemain dan klub yang mengatur mengenai eksploitasi sepanjang tidak berbenturan dengan sponsor klub, jika ada.


Dan hal yang tak kalah penting adalah harus ada pasal penyelesaian masalah. Penyelesaian masalah yang dimaksud adalah tempat atau lembaga yang disepakati oleh kedua belah pihak untuk menyelesaikan segala sengketa yang terjadi di kemudian hari, selama kontrak tersebut berlangsung.


Setiap pemain atau klub boleh menambahkan klausul lain di dalam kontrak, selama klausul tersebut disepakati oleh kedua belah pihak. Misalnya hal-hal yang mengatur permintaan pribadi, tambahan untuk kenyamanan pemain yang bersangkutan. Hal tersebut menjadi sah, jika klub menyetujui klausul tersebut. Begitu juga sebaliknya, jika klub mengajukan klausul tambahan yang juga disetujui oleh pemain, maka hal tersebut juga menjadi sah.


Hal-hal semacam klausul tambahan dalam kontrak tersebut, belum begitu familiar diterapkan di negara kita. Mengapa? Karena jangankan menambahkan klausul baru di dalam kontrak, klausul standar minimal saja masih sering dilanggar oleh pihak klub. Sebagai contoh gaji misalnya. Gaji yang menjadi hal paling mendasar dalam klausul kontrak pun, faktanya masih banyak ditunggak oleh klub-klub di Indonesia.


Dengan kondisi seperti demikian, maka mempelajari isi dari klausul kontrak menjadi hal yang teramat sangat penting bagi pemain. Pemain tentu tidak ingin meniru kesalahan Tony Stark dalam Iron Man 3, yang karena menganggap remeh atau ceroboh dalam memperlakukan Aldrich Killian, hingga pada akhirnya membuat Tony harus berhadapan dengan Aldrich di kemudian hari.


Begitu juga dengan pemain, kelalaian atau ketidakpahaman terhadap klausul kontrak yang ditandatangani akan mengakibatkan permasalahan di masa yang akan datang. Karena sekali lagi, hal tersebut dapat memberikan celah kepada pihak klub untuk dapat berlaku semena-mena terhadap pemain.


Dan jika hal tersebut terjadi, maka kita sendirilah yang sebenarnya menciptakan masalah atau musuh bagi kita sendiri, We create our own demonspersis seperti apa yang disampaikan oleh Tony Stark.


Selesai….