Concorde Hotel Singapore, 9 September 2011..


Saya tengah merebahkan diri di sofa kamar hotel sambil menonton TV ketika sebuah BBM masuk ke ponsel saya, dengan segera sayapun meraih ponsel saya yg berada di meja samping tempat tidur tersebut. Sebuah BBM dari salah satu sahabat yg jujur membuat saya merasa gemes, gatal serta sedikit gerah, sehingga membuat saya merasa perlu untuk menulis artikel di blog ini agar segala sesuatunya menjadi lebih jelas serta gamblang..


BBM salah satu sahabat tersebut berisi tentang beberapa pertanyan. Pertanyaan tersebut diantaranya, apakah betul pada hari rabu tgl 7 September 2011 saya bertemu Alfred Riedl..?? Apa yg kami bicarakan..?? Dan untuk tujuan apa saya bertemu mantan pelatih saya tersebut..??


Jam di ponsel saya menunjukkan pukul 23:03 waktu Singapura, ketika saya menekan huruf (C) pada kalimat Concorde di awal artikel ini. Dewi yg terlihat cukup lelah sudah mulai terlelap dalam tidurnya. Ditemani secangkir teh panas tanpa gula buatan Dewi sebelum ia berangkat tidur, saya ingin menceritakan dengan detail sebuah peristiwa yg ketika saya menulis artikel ini (Di Singapura) tengah menjadi berita yg sangat hangat atau bahkan panas di Indonesia..


Tulisan ini akan sangat berkorelasi dengan salah satu tulisan saya beberapa bulan lalu yg berjudul, (Warna Bendera Dan Lambang Garuda Itu Tidak Akan Pernah Berubah Sampai Kapanpun : 16 Juli 2011). Pada artikel tersebut saya bercerita bahwa pada tgl 13 Juli 2011 malam, saya sempat berbicara melalui telephone dengan Alfred Riedl, pelatih tim nasional yg baru saja dipecat. Disamping berbicara mengenai keadaan tim, malam itu saya juga sempat mengajak mantan pelatih saya tersebut untuk minum kopi atau teh untuk sekedar mengucapkan terima kasih dan selamat tinggal sebelum Alfred kembali ke Austria..


Keesokan harinya atau tgl 14 Juli di Hotel Kartika Chandra, Ketua Umum PSSI yg ketika itu didampingi Wakil Ketua Umum beserta beberapa anggota EXCO baru PSSI menemui kami para pemain. Saat itu terjadi dialog yg sangat hangat antara para pemain dengan pengurus PSSI yg baru, guna membahas kelangsungan tim nasional yg lebih baik dimasa yg akan datang..


Pada kesempatan terpisah setelah pertemuan tersebut, secara pribadi saya menyampaikan kepada Ketum dan Waketum PSSI jika saya dan beberapa pemain berencana menemui Alfred Riedl untuk sekedar menyampaikan salam perpisahan dan rasa terima kasih. Saat itu Ketum dan Waketum mengijinkan dan mendukung hal tersebut, menurut mereka hal tersebut baik untuk menjaga silaturahmi...


Pada perkembangannya, dikarenakan satu dan lain hal pertemuan itu sendiri tidak pernah dapat terlaksana. Kesibukan kami dalam persiapan timnas guna menghadapi play off melawan Turkmenistan dan kesibukan Alfred dalam mengurus kasusnya dengan PSSI, membuat kami pada akhirnya harus menunda pertemuan tersebut sampai dengan batas yg belum ditentukan..


Singkat cerita sampailah pada tgl 5 September 2011 yg lalu. Malam hari setelah saya atau kami lebih tepatnya pulang dari ujicoba lapangan sebelum pertandingan melawan Bahrain, terdapat sebuah missed call di ponsel saya, tertulis nama Alfred Riedl disana. Malam itu sejujurnya saya berniat untuk melakukan panggilan balik ke Alfred, akan tetapi saya pikir akan lebih baik jika saya menghubungi pelatih saya tersebut setelah pertandingan...


Pada tgl 6 September sekitar pukul 23:15 WIB (Setelah pertandingan), saya baru berbicara dengan Alfred melalui telephone. Saat itu di kamar saya terdapat Firman Utina, Markus Horison serta bang Uci (Pembantu umum). Ketika itu Alfred menyampaikan rasa empati serta turut prihatin atas kekalahan Indonesia pada pertandingan yg baru saja usai, Alfred sendiri hanya melihat pertandingan tersebut melalui layar kaca televisi...


Dalam perkembangan pembicaraan kami, saya menyampaikan kapan kiranya kami dapat merealisasikan acara minum kopi atau teh seperti yg sudah kami rencanakan beberapa waktu yg lalu, sekedar sebagai tanda terima kasih dan ucapan selamat tinggal. Kemudian Alfred menyampaikan bahwa dia hanya akan beberapa hari berada di Indonesia, karena pada hari sabtu atau minggu Alfred akan bertolak ke Laos dan mungkin selanjutnya akan kembali ke Austria..


Sedangkan jadwal saya sendiri cukup padat sampai dengan hari minggu ini, satu-satunya hari kosong yg saya punya hanyalah pada hari rabu tgl 7 September. Karena pada tgl 8 September saya harus melakoni kewajiban saya melakukan shooting untuk salah satu iklan. Sedang pada hari jum\'at tgl 9 sampai minggu tgl 11 September, saya akan berada di Singapura untuk menjenguk manager Persija Jakarta Bpk Harianto Bajoeri yg tengah sakit dan dirawat disana...


Oleh karena kesibukan tersebut sayapun mengajak Alfred untuk bertemu pada hari Rabu tgl 7 September, karena dalam perhitungan saya itu adalah satu-satunya kesempatan untuk dapat bertemu dengan Alfred. Di akhir pembicaranya melalui telephone tersebut, saya berkata "Besok siang antara pukul 12:00 atau 13:00 saya akan telephone untuk memastikan jadi atau tidaknya", diujung sana Alfred menjawab, "Ok saya tunggu telephone kamu besok Bambang"...


Keesokan harinya tgl 7 September siang hari akhirnya disepakati jika kami akan minum teh di Plaza Senayan pada sore hari, ketika itu Alfred meminta saya untuk memilih tempatnya. Dan dengan sangat yakin sayapun memilih salah satu restaurant favorit saya di Plaza Senayan yaitu Roemah Rempah, yg berada di lantai 4 tepat di bawah XXI Cinema..


Saya sempat menyampaikan rencana pertemuan saya tersebut kepada beberapa pemain timnas yg berdomisili di Jakarta. Beberapa pemain menyampaikan keinginannya untuk bertemu Alfred Riedl, akan tetapi dikarenakan rencana ini sangat mendadak dan kesibukan pemain-pemain sendiri, akhirnya hanya ada 3 orang pemain yg bertemu dengan Alfred Riedl dan Wolfgang Pikal sore itu (Bukan 7 pemain seperti yg berkembang di media masa). Pemain tersebut adalah saya (Bambang Pamungkas), Firman Utina dan Markus Horison (Dapat di cek di akun instagram saya @bepe20, terdapat photo kami berlima yg saya upload pada kisaran pagi hari tgl 8 September 2011)..


Pertemuan tersebut sendiri berjalan dengan sangat hangat, kami banyak bercerita dan bercanda sambil menikmati teh pesanan kami masing-masing. Suasana Plaza Senayan sore itu boleh dikatakan cukup hiruk-pikuk, restaurant Roemah Rempah sendiri nampak cukup ramai...


Sebuah kebohongan besar jika dua pelatih sepakbola yg tengah bertemu dengan tiga pemain sepakbola tidak membicarakan tentang sepakbola. Maka dari itu kamipun banyak berdiskusi tentang hal-hal yg terjadi akhir-akhir ini dalam dunia sepakbola, tidak luput mengenai pertandingan semalam antara Indonesia melawan Bahrain...


Dalam perbincangan tersebut tidak ada sedikitpun ucapan Alfred yg terkesan memprovokasi kami untuk melawan Wim Rijsbergen, seperti asumsi yg berkembang di masyarakat luas. Kabar 7 pemain nasional yg menyatakan tidak ingin bermain di bawah asuhan Wim Rijsbergen, sejatinya sudah terjadi sejak malam setelah pertandingan tgl 6 september. Sedang kami sendiri baru bertemu dengan Alfred dan Wolfgang pada tgl 7 September, sore hari..



Jadi jika ada berita yg beredar bahwasanya pertemuan saya dengan Alfred Riedl lah yg menyebabkan 7 pemain tidak bersedia dipanggil timnas jika Wim Rijsbergen masih menangani timnas, jelas sebuah kesalahan besar. Sedekar untuk di ketahui, jika 7 pemain yg menyatakan tidak bersedia bermain di bawah Wim tersebut, menyampaikannya kepada management timnas sesaat setelah pertandingan selesai, atau pada kisaran pukul 24:00 WIB tgl 6 September. Sedang saya sendiri baru mengetaui berita tersebut dari Manager tim nasional Ferry Kodrat, saat beliau memanggil saya kekamarnya pada pukul 02:00 pagi hari tgl 7 September. Jadi logikanya bagaimana mungkin pertemuan sore itu tgl 7 September dapat mempengaruhi keputusan yg sudah dibuat tadi malam tgl 6 September, sangat tidak mungkin bukan. 


Sejujurnya hal yg membuat pemain sangat kecewa kepada Wim Rijsbergen adalah komentar beliau sesaat setelah pertandingan, yg terkesan melempar segala kesalahan kepada pemain. Saya yakin semua pemain kecewa dengan komentar tersebut, akan tetapi sejauh ini hanya 7 pemain yg menyampaikan keberatan untuk bermain di bawah asuhan Wim di tim nasional..


Pertemuan saya, Firman, Markus, Wolfgang dan Alfred sendiri lebih kepada ucapan perpisahan dalam kapasitas sebagai sahabat, tidak lebih dan tidak kurang. Dan apakah ada yg salah mengenai hal tersebut, saya rasa tidak. Jika dilihat dari waktu pertemuannya, mungkin memang sedikit kurang tepat, akan tetapi pada kenyataannya hanya pada hari itu saya mempunyai kesempatan untuk dapat bertemu dengan Alfred. Jika saya tidak melakukannya sore itu, mungkin saya tidak akan memiliki kesempatan lagi untuk mengucapkan terima kasih dan selamat tinggal kepada Alfred Riedl..


Pertemuan tersebut sekali lagi hanyalah acara minum sore sebagai sahabat, tidak ada agenda lain seperti yg dituduhkan oleh beberapa kalangan. Karena acara tadi yg bersifat santai, maka kami memilih Plaza Senayan yg notabene sangat ramai dan terbuka. Bahkan saya sempat memasang photo kami berlima di akun instagram saya @bepe20. Itu artinya acara minum sore ini tidak dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau kami rahasiakan..


Jika acara tadi bertujuan negatif dan di rahasiakan, mengapa kami tidak bertemu di apartement Alfred saja atau sebuah hotel misalnya, yg tidak memancing perhatian khalayak ramai. Sekali lagi karena acara ini tidak mengandung tendensi apapun, maka kami membuatnya di sebuah restaurant yg berada di pusat perbelanjaan yg sangat terkenal di ibukota negara ini..


Jika pada akhirnya pertemuan saya dengan mantan pelatih saya tersebut, mengusik ketenangan instansi PSSI. Maka secara pribadi maupun sebagai kapten tim nasional, saya bersedia dan siap dipanggil Ketua Komisi Disiplin Bernard Limbong guna dimintai keterangan, seperti berita yg berhembus di Jakarta hari ini (9 September 2011)..


Bahkan sore tadi melalui BBM dari Singapore, saya sempat menyampaikan pesan kepada Manager tim nasional Ferry Kodrat yg berisi demikian..


"Boss kalo Komdis mau ketemu aku, sekarang posisiku di Singapore.. Minggu depan baru balik Jakarta.. Minggu depan saya siap menghadap jika dipanggil.."


Yang harus Ketua Komisi Disiplin lakukan hanyalah menekan nomer tlp saya di ponsel nya dan meminta saya menghadap. Dan sesegera mungkin saya akan menghadap beliau di kantor PSSI..


Di tengah keheranan saya akan terlalu dibesar-besarkannya masalah ini, sempat terlintas di benah saya. Jika saja waktu itu saya bertemu dengan pelatih lain seperti Rahmad Darmawan misalnya. Apakah mereka juga akan berpikir jika pemain berniat curhat dan lebih suka jika dilatih oleh pak RD, yg notabene sukses dan sangat berpengaruh dalam mendampingi Wim Risjbergen, dalam 2 partai awal melawan Turkmenistan. Atau jangan-jangan pertemuan saya dengan alfred riedl tersebut menjadi sebuah masalah, karena sosok Alfred yg sekarang membuat PSSI harus berurusan dengan FIFA karena masalah pelanggaran kontrak kerja..??


Mari kita fokus pada permasalahan dan jangan berpikir terlalu sempit saudara-saudara. Sekali lagi permasalahan yg sebenarnya adalah komentar Wim Risjbergen setelah pertandingan yg terkesan melimpahkan segala kesalahan kepada pemain, bukan masalah pemain bertemu siapa setelah pertandingan tersebut. Toh pertemuan itu sendiri sejatinya dilakukan disaat pemain sudah keluar dari pemusatan latihan, itu artinya setiap pemain bebas dan berhak bertemu dengan siapapun serta membahas masalah apapun..


Jika saja ada waktu yg lebih panjang, maka sudah pasti saya akan menunda pertemuan saya dengan Alfred Riedl. Akan tetapi dikarenakan jadwal kami yg cukup padat, maka pertemuan tersebutpun harus dilaksanakan pada hari rabu 7 September atau sehari setelah pertandingan. Jadi sejujurnya apapun hasil dari pertandingan hari Selasa itu (Menang, draw ataupun kalah), tidak akan berpengaruh sama sekali pada rencana pertemuan saya dengan Alfred Riedl..


Bangsa kita selalu dengan bangga mengatakan jika kita adalah bangsa yg ramah, penuh sopan santun serta menjungjung tinggi adat ketimuran. Akan tetapi jika pertemuan saya, Firman dan Markus dengan Wolgang serta Alfred yg sejatinya hanya untuk menjaga silahturahmi dan ucapan rasa terima kasih tersebut, di beritakan dengan begitu berlebihan. Saya menjadi sangsi, apakah kita sudah cukup ramah dan sopan sebagai sebuah bangsa..?? atau kita sudah mulai melupakan budaya arif yg sudah turun temurun dari nenek moyang kita tersebut..??


Mari kita tanyakan kepada hati kecil kita masing-masing..


Selesai..