Beberapa waktu yg lalu, ada salah satu follower twitter saya yg menyampaikan sebuah link berita yg cukup menarik kepada saya. Sebuah artikel yg berisi tentang komentar seseorang terhadap diri saya secara pribadi. Dan harus saya akui, jika saya cukup tertarik dengan link berita itu. Karena orang yg berkomentar dalam artikel tersebut adalah seseorang yg sangat berpengaruh dalam karir saya. Iya, seorang yg sangat saya hormati, baik secara pribadi maupun sebagai seorang atlit profesional (Pesepakbola)...


Orang tersebut adalah Kurniawan Dwi Julianto, seorang pribadi yg secara tidak langsung telah membuat hati saya merasa yakin untuk memilih sepakbola sebagai karir dan jalan hidup. Dalam artikel ini, saya tidak tertarik untuk membahas tentang pendapat Kurniawan mengenai diri saya seperti yg di sampaikan dalam artikel tersebut. Melainkan saya lebih tertarik untuk mengurai saat pertama kali saya bertemu dan bertatap muka secara langsung dengan orang yg sangat saya idolakan tersebut...


Suatu ketika dimana rasa takut, malu, grogi, semangat, penasaran dan rasa bangga hadir secara bersamaan dalam perasaan saya. Sebuah keadaan yg mungkin juga akan di rasakan oleh kebanyakan orang, saat bertemu dengan idola mereka untuk yg pertama kalinya...


Hahahaha,, sebuah cerita yg mungkin akan sedikit memalukan atau mungkin dapat juga dikategorikan norak, akan tetapi tidak dapat saya pungkiri jika saat itu adalah saat dimana saya menjadi yakin dan percaya dengan sebuah kalimat yg berkata:


"Jangan pernah berhenti bermimpi, karena mungkin suatu saat mimpi kalian akan menjadi kenyataan"...


Maka dari itu jika anda sekalian tidak keberatan, pada artikel ini saya ingin mengajak anda sekalian untuk sedikit terbang kembali ke masa lalu, kembali ke masa 12 th kebelakang tepatnya di th 1999. Yaitu saat pertama kali saya bertemu dengan seorang Kurniawan Dwi Julianto secara langsung. Di sebuah hotel, dalam sebuah pemusatan latihan bersama tim nasional Indonesia, di ibukota negara Indonesia - Jakarta...


Dan inilah cerita selengkapnya:


Hotel Atlet Century Jakarta, pada pertengahan bulan juni 1999..


Ketika saya menginjakkan kaki di lobby hotel ini, jam Guess (Palsu) di tangan kanan saya menunjukkan pukul 05:30 WIB di pagi hari. Suasana hotel ini sendiri masih cukup lengang pagi ini, masih belum nampak kegiatan yg cukup berarti di lobby hotel ini. Tanpa basa-basi sayapun segera melangkahkan kaki menuju resepsion untuk melaporkan kedatangan saya serta mengambil kunci kamar saya. Saya ingat betul jika ketika itu, saya mendapatkan kamar di lantai 4 bersama 3 pemain yg lain, pemain -pemain tersebut adalah Agung Setyabudhi, I Komang Putra dan Ali Sunan (Ketiganya adalah pemain dari PSIS Semarang ketika itu)...


Dari keempat penghuni kamar tersebut, saya adalah pemain pertama yg sampai ke pemusatan latihan. Ke tiga pemain yg lain baru datang siang harinya, karena latihan pertama tim nasional baru akan di gelar sore harinya, di Stadion Utama Gelora Bung Karno...


Setelah meletakkan barang dan merebahkan diri sejenak, saya memutuskan untuk pergi ke belakang hotel ini untuk sarapan (Ketupat sayur kaki lima). Saat sarapan itulah saya berjumpa dengan beberapa staff perlengkapan tim yg juga tengah sarapan, dari staff tersebut saya mengetahui jika beberapa pemain ternyata juga sudah bergabung sejak semalam. Diantara pemain tersebut adalah Kurniawan DJ, Rochy Putiray, Bima Sakti dan Widodo C Putra...


Karena Kurniawan adalah senior saya yg sama-sama berasal dari Diklat Salatiga, maka secara etika sudah seharusnya jika saya menghadap atau lebih halusnya menyampaikan kedatangan saya kepada senior saya. Oleh karena itu setelah selesai sarapan, sayapun berinisiatif untuk menuju kamar Senior saya tersebut, yg kebetulan juga berada di lantai 4 tidak jauh dari kamar saya...


Sebelum menuju kamar Kurniawan, saya sempat kembali kekamar saya terlebih dahulu untuk mandi. Karena ini adalah pertama kalinya saya akan bertemu dengan Kurniawan secara langsung, maka secara jujur saya katakan jika ketika itu saya dalam keadaan yg sangat gugup. Sebentar lagi saya akan bertemu dengan seseorang yg selama ini sangat saya kagumi dan hanya dapat saya lihat dari layar televisi. Rasa bangga, takut, deg-deg\'an, grogi serta malu bercampur aduk menjadi satu. Bahkan, walaupun ketika itu saya baru saja selesai mandi, akan tetapi baju saya mulai basah oleh keringat yg keluar secara perlahan melalui pori-pori kulit di sekujur tubuh saya...


Jarak kamar saya dengan kamar Kurniawan tidaklah begitu jauh, kami hanya terpisah kurang lebih 4 kamar saja. Sejujurnya, hati saya sempat ragu saat melangkah menuju kamar idola saya tersebut, akan tetapi karena rasa penasaran dan bangga yg begitu tinggi, dan juga di topang oleh sebuah etika wajib lapor kepada senior, maka sayapun membuang jauh-jauh rasa ragu tersebut itu dan mempertegas langkah saya menuju kamar senior saya itu...


Sesampainya di kamar Kurniawan, saya sempat menempelkan telinga saya ke daun pintu kamar sebelum mengetuk pintu kamar berwarna coklat tua tersebut. Hal itu saya lakukan untuk memastikan jika memang sudah terjadi aktivitas di kamar tersebut. Tentu saja saya tidak ingin kedatangan saya nantinya akan mengganggu aktivitas si empunya kamar. Karena jika hal tersebut terjadi, tentu akan meninggalkan kesan negatif di awal pertemuan saya dengan idola saya...


Saat saya sudah dapat memastika jika si penghuni kamar sudah bangun, maka sayapun memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar tersebut. Dari balik pintu terdengar suara langkah kaki seseorang yg tengah berjalan mendekat, seketika detak jantung sayapun berdetak lebih cepat dari biasanya. Dan ketika pintu kamar hotel itu terbuka, nampaklah seseorang dengan perawakan sedikit lebih tinggi dari saya akan tetapi juga sedikit lebih kurus dengan model rambut yg cepak cederung botak...


Orang tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah Kurniawan Dwi Julianto, orang yg sangat saya kagumi dan selama ini hanya dapat saya lihat melalui layar kaca televisi. Melihat kedatangan saya, Kurniawan seketika berkata "Eh nembe teko yo, piye kabare..?? ayo kene mlebu" (Eh baru sampai ya, apa kabar..?? Mari sini masuk". Saat itu saya sempat terpaku sejenak sebelum akhirnya menjawab "Alhamdulillah apik mas, iyo iki nembe teko", (Alhamdulillah baik mas, iya ini baru saja sampai". Saya butuh beberapa saat untuk mengendalikan diri, dan ketika saya sudah tenang sayapun berjalan memasuki kamar tersebut...


Saat saya memasuki kamar tersebut, terlihat Rochy Putiray tengah merebahkan diri di tempat tidur sambil memainkan ponselnya. Sayapun segera menghampiri nya untuk bersalaman sambil memperkenalkan diri saya. Di kamar ini sendiri tidak nampak sebuah televisi, iya saat itu kami memang mendapatkan jatah kamar khusus untuk atlit, yg tidak terdapat televisi di dalam kamar. Sehingga jika kami ingin melihat televisi, maka kami harus pergi ke aula untuk berbagi 1 televisi dengan atlit-atlit dari cabang olahraga yg lain..


Saat itu terjadilah percakapan ringan antara saya dan idola saya tersebut. Sebuah percakapan yg dalam versi aslinya terjadi dengan menggunakan bahasa jawa. Akan tetapi karena saat menulis artikel ini saya tengah berbaik hati, maka akan saya terjemahkan percakapan tersebut ke dalam bahasa Indonesia, agar dapat anda sakalian pahami maksud dan artinya hehehe...


Percakapan tersebut kurang lebihnya berisi seperti di bawah ini:


Kurniawan: Ayo duduk sini, kapan sampai..??


Saya: Baru saja mas jam 5:30 an, kemarin berangkat dari Salatiga jam 5 sore (Perjalanan menggunakan bus malam)..


Kurniawan: Ooooo, sekamar sama siapa..??


Saya: Sekamar saya Ali Sunan, Agung Setyabudhi dan I Komang Putra mas. Tapi mereka pada belum datang, mungkin nanti siangan baru masuk. Oh iya mas dapat salam dari Mas Hariyadi (Sekarang pelatih Persiba Balikpapan) dan Om John Ozok (Keduanya adalah pelatih Diklat Salatiga dan juga pernah melatih Kurniawan saat masih di sana)..


Kurniawan: Oh iya-iya, apa kabar mereka..?? Masih galak ngga mereka..?? hahaha..


Saya: Ya lumayan lah mas hehehe.. Ngomong-ngomong suasana latihan di timnas senior itu gimana ya mas..?? saya kok masih grogi dan sedikit takut dan sungan ya mas..


Kurniawan: Kenapa takut..?? Sama sajalah seperti latihan tim-tim biasa, apalagi kamu kan sudah pernah bekerja sama dengan Bernard Schoem di tim U-19 dan U-23. Tapi kalo main di timnas senior ada peraturan-peraturan yg harus di taati. Diantaranya rambut harus rapih, jangan seperti sekarang awut-awutan gitu, karena kita kan membela nama negara...


Ketika itu rambut saya memang cukup gondrong dan awut-awutan. Tipe asli rambut saya sendiri memang keriting, sehingga jika sudah mulai memanjang maka rambut saya akan mengembang keatas. Eehhmm,, mungkin mirip seperti rambut Edi Brokoli namun dalam versi yg sedikit lebih pendek tentunya..


Saya: Oh gitu ya mas, kalo begitu nanti siang saya akan potong rambut..


Kurniawan: Satu lagi, di tim pra olimpiade kan kamu pakai nomer 10, jadi kalo misalnya kamu mau pakai nomer 10 di timnas senior pakai saja, nanti aku akan cari nomer lain...


Saat itu tiba-tiba Rochy Putiray menyaut, "Udah pakai aja mbang, ngga usah malu dan ragu Kurniawan udah abis hahaha", celetuknya sabil tertawa kecil (Tentu sembari bercanda). Mendengar perkataan tersebut, sayapun segera menjawab dengan sedikit tersipu..


Saya: Oh ngga mas terima kasih, itu kan sudah menjadi ciri sampeyan, saya sih pakai nomer berapa saja ngga masalah. Lagipula saya kan baru ikut seleksi, lolos juga belom tentu hehehe.. 


Kurniawan: Pokoknya jangan sungkan-sungkan di timnas senior ya, anggap saja semua pemain sama. Kamu di panggil pasti karena pelatih berpikir kamu juga mempunyai kelebihan, jadi jangan merasa rendah diri disini..


Saya: Iya mas terima kasih. Yasudah mas saya pamit dulu mau istirahat..


Dan sayapun kembali bersalaman dengan Kurniawan dan jua Rochy Putiray sebelum akhirnya saya meninggalkan kamar tersebut...


Siang itu juga saya memutuskan untuk memotong rambut saya, tempat potong rambut paling dekat dari Hotel Century adalah Plaza Senayan. Ketika itu saya memangkas rambut saya di sebuah salon bernama Johny Andrean. Sejujurnya sangat berat bagi saya untuk memotong rambut saya ketika itu. Karena sebenarnya, saat itu saya sedang dalam tahap untuk memanjangkan rambut saya, agar dapat saya ikat dengan model cornrows (Terinspirasi dengan gaya rambut Hendrik Larson)...


Akan tetapi mengingat ini adalah salah satu aturan di tim nasional senior (Menurut Kurniawan Dwi Julianto), maka rambut yg sebenarnya sudah saya biarkan panjang selama kurang lebih 3 bulan itu, akhirnya dengan sedikit berat hati harus saya relakan untuk dipangkas. Tidak sampai habis memang, akan tetapi setidaknya menjadi jauh lebih pendek dan rapi...


Sore itu adalah latihan pertama tim nasional yg di persiapkan untuk Sea Games 1999 di Brunei Darussalam. Sebuah sore yg akan selalu saya kenang dalam hidup saya. Iya, sebuah sore dimana menjadi saat pertama kalinya saya berlatih bersama squad utama tim nasional Indonesia (Senior). Saat dimana saya berkesempatan berlatih dalam satu lapangan, serta di bawah satu pelatih kepala bersama pemain-pemain kelas satu di negeri ini...


Ketika itu di Gelora Bung Karno, saya berlatih bersama pemain-pemain seperti Hendro Kartiko, Anang Ma\'ruf, Aji Santoso, Alm Eri Irianto, Kurnia Sandi, Widodo C. Putra, Bima Sakti dan tentu saja Kurniawan Dwi Julianto. Mereka adalah pemain-pemain yg selama ini hanya dapat saya liat dan saksikan melalui layar kaca televisi. Bayangkan, saya baru masuk Diklat Sepakbola Salatiga pada th 1996, dan 3 th kemudian saya sudah mampu menjadi bagian dalam tim nasional Indonesia senior. Tentu ini adalah sebuah impian yg menjadi kenyataan...


Pada perkembangannya, saya baru tahu jika ternyata Kurniawan berbohong kapada saya mengenai peraturan di tim nasional senior dalam hal rambut. Karena memang tidak ada peraturan yg mengatakan, jika seorang pemain nasional harus berambut pendek dan rapi. Awalnya saya cukup keki dengan kenyataan tersebut, akan tetapi ya sudahlah mungkin maksud Kurniawan sendiri sebenarnya baik, agar penampilan saya lebih rapi dan tidak kampungan hehehe. Lagipula di jahilin oleh seorang idola tentu malah akan menjadi sebuah cerita yg pantas untuk di kenang..


Satu hal yg sangat saya sayangkan ketika itu adalah, pada akhirnya Kurniawan harus terlempar dari tim dan tidak berangkat ke Sea Games di Brunei. Saat itu hanya tersisa Widodo C Putra, Rochy Putiray dan saya di barisan depan tim nasional Indonesia. Ketiadaan Kurniawan sendiri, seharusnya membuat saya mendapat kesempatan untuk menggunakan nomer punggung 10 di tim nasional, sama seperti saat saya bermain untuk tim nasional pra olimpiade. Akan tetapi setelah berpikir dengan matang, akhirnya saya memutuskan untuk menggunakan nomer punggung yg lain, sehingga saat itu nomer punggung 10 tidak di pakai oleh siapapun..


Saya memilih nomer lain dengan beberapa alasan. Pertama, karena saya sangat menghormati orang yg selama ini menjadi pemilik nomer tersebut (Kurniawan Dwi Julianto). Kedua, karena saya ingin memiliki sebuah nomer yg identik dengan nama saya, seperti halnya nomer 10 yg identik dengan Kurniawan, atau identikya nomer 7 dengan nama Widodo C Putra. Maka dari itu akhirnya sayapun memilih nomer punggung 20 untuk saya kenakan. Kebetulan nomer tersebut tengah tak berpemilik, karena di tinggalkan Hendro Kartiko yg berganti ke Nomer 1 setelah Kurnia Sandi (Pemilik nomer 1) harus terseingkir karena mengalami patah kaki dalam sebuah sesi latihan...


Saya sendiri memilih nomer 20 bukan tanpa alasan dan tujuan. Alasan saya ketika itu adalah, saya ingin menggunakan sebuah nomer yg unik atau fidak lazim di gunakan oleh seorang striker. Dan angka 20 cukup mewakili akan hal itu, karena nomer tersebut memang lazimnya di gunakan oleh seorang penjaga gawang (Pada masa itu). Kemudian alasan berikutnya serta mungkin yg paling penting adalah, sebuah filosofi karangan saya di balik nomer 20 itu sendiri..


Yaitu, jika dalam sebuah mata pelajaran maka nilai 10 akan berarti istimewa. Dan jika angka 10 berarti istimewa, maka dari itu angka 20 juga dapat diartikan sebagai 2 x 10 atau 2 x istimewa hehehe. Jadi diharapkan dengan menggunakan nomer tersebut, di masa yg akan datang prestasi saya dapat melebihi si pemilik nomer 10 ( Kurniawan Dwi Julianto) atau setidaknya menyamai prestasi idola saya tersebut...


Agak terkesan arogan memang, akan tetapi sejujurnya filosofi tersebut saya buat untuk menantang, memotivasi serta sekaligus menjadi target saya dalam menjalani karir di dunia sepakbola. Dengan begitu, saya selalu mempunyai motivasi tinggi dalam menjalani karir saya, dalam apapun kendalanya. Dan tak terasa ternyata 12 th sudah saya menggunakan nomer punggung 20 dalam setiap pertandingan saya. Saya hanya sempat menggunakan nomer lain saat bermain di EHC Norad, ketika itu saya menggunakan nomer punggung 9..


Nomer punggung 20 selalu setia menemani saya dalam mengejar mimpi-mimpi saya sampai dengan saat ini. Saya mengalami banyak sekali kejadian-kejadian dalam karir sepakbola saya, baik yg menyenangkan maupun menyedihkan bersama dengan nomer punggung ini. Menjadi juara, pencetak gol terbanyak, pemain terbaik, patah kaki, depresi, memecahkan rekor gol tim nasional dan caps tim nasional, menaklukkan Malaysia bersama Selangor FC dan lain-lain adalah hasil kolaborasi saya bersama nomer punggung tersebut...


Seperti yg anda sekalian ketahui, saya adalah pribadi yg tidak pernah berhenti bermimpi. Sejauh ini saya sudah mampu mewujudkan beberapa diantara mimpi-mimpi tersebut. Akan tetapi memang masih banyak juga diantaranya yg belum dapat terwujud. Salah satu diantaranya mungkin mimpi untuk memberikan gelar untuk tim nasional Indonesia. Jika saya masih dipercaya dan diberi kehormatan oleh pelatih tim nasional untuk mengenakan seragam tim nasional Indonesia, maka sudah barang tentu saya akan terus berusaha dengan sekuat tenaga untuk mewujudkan mimpi tersebut, dan saya sendiri berharap masih memiliki kesempatan tersebut...


Sebagai manusia, kita tidak akan pernah tahu apa yg akan terjadi di masa yg akan datang. Sejatinya hal terpenting dalam sebuah kehidupan adalah, bagaimana kita berusaha semaksimal mungkin dalam setiap kesempatan, menjalani dengan sepenuh hati dan menerima apapun yg terjadi dengan ihklas dan lapang dada...


"Kita boleh saja tidak memiliki kompas ataupun peta. Akan tetapi, saya yakin jika kita semua diberi anugerah oleh sang pencipta sebuah hati, yg dapat digunakan untuk menentukan mana kira-kira arah yg tepat dan pantas untuk kita tuju"


Oleh karena itu, jangan pernah takut dan berhenti bermimpi, karena hal tersebut tidak akan pernah membuat kita tersesat...


Selesai...