Kuwait Airways, Flight KU 416; Jakarta-Kuwait City (03:15 AM  Waktu jam tangan saya)…


Beberapa waktu yang lalu negara kita sempat dikejutkan dengan sebuah peristiwa yang cukup mengerikan. Sebuah serangan teroris telah menghancurkan dua buah hotel berbintang 5 di Jakarta. Hotel J.W. Marriot dan Hotel Ritz Carlton luluh lantak oleh serangan bom bunuh diri. Peristiwa mengenjutkan yang memakan korban jiwa sebanyak kurang lebih 9 orang dan puluhan lagi menderita luka-luka ini, seketika menjadi berita yang sangat menghebohkan baik di dalam maupun luar negeri…

Sebenarnya bom ini sendiri memang tidak sebesar bom J.W. marriot yang pertama, akan tetapi harus kita akui bahwa gaung dari efek terjadinya bom J.W. Marriot jilid 2 ini, sama atau malah lebih besar dari bom J.W. Marriot yang pertama…


Mengapa saya katakan demikian. Pertama, bom ini meledak tepat setelah dilakukannya pemilu Presiden, yang notabene boleh dikatakan dalam keadaan aman terkendali. Kedua, bom ini meledak hanya 3 hari menjelang kedatangan salah satu tim terbaik di dunia yaitu Manchester United. Seperti kita ketahui bersama, Manchester United direncanakan melakukan pertandingan persahabatan dengan Tim Indonesia Allstar, dalam rangka Tur Asia mereka di Jakarta…


Sontak kejadian inipun memantik reaksi keras dari khalayak international, dan akibatnya pihak Manchester United mengeluarkan pernyataan untuk membatalkan lawatan mereka ke Jakarta, atau menundanya sampai dengan batas waktu yang belum ditentukan…


Di atas pesawat Kuwait Airways yang terbang dengan ketinggian 47 ribu kaki ini, saya akan mencoba menceritakan pengalaman saya mengenai peristiwa yang hampir merenggut nyawa kami (Squad Tim Nasioanl) tersebut. Ditemani secangkir teh panas tanpa gula (kegemaran saya) dan lantunan suara merdu Anya dalam album Best of Anya. Saya akan mencoba menceritakan kronologi kejadian, serta pendapat pribadi saya mengenai peristiwa tersebut…


J.W. Marriot: 17 Juli 2009..


Jam menunjukkan pukul 06:20 WIB ketika alarm Iphone saya menyala dengan lantangnya, seketika saya terbangun dan mencoba meraih Iphone tersebut yang berada di atas meja di samping tempat tidur saya, mematikan alarmnya adalah tindakan saya selanjutnya. Jadwal pagi ini seharusnya kami pergi berlatih pukul 8. Akan tetapi semalam, entah karena alasan apa, telah terjadi perubahan jadwal dari pukul 08:00 menjadi pukul 07:00 tim akan meninggalkan hotel menuju lapangan C Senayan…


Pukul 06:55 pagi semua pemain sudah berada di dalam bus dan bersiap bertolak menuju tempat latihan, akan tetapi regu piket hari itu melaporkan jika 2 personil belum memasuki bus, 2 orang tersebut adalah Pak Sudarno (pelatih kiper) dan Bung Oktafianus (pelatih fisik). Beberapa menit kemudian kedua orang tersebut muncul dan segera memasuki bus, ternyata mereka berdua masih berpikir jika kita baru akan bertolak dari hotel pukul 8 seperti jadwal semula, itu yang membuat mereka terlambat pagi ini. Setelah semua personil lengkap, pukul 07:15 akhirnya tim bergerak meninggalkan Hotel J.W. Marriot menuju lapangan C Senayan, tempat di mana kami biasa berlatih…


Pagi ini semua berjalan normal seperti biasa, mataharipun bersinar dengan gagahnya pagi ini, tidak tampak ada tanda-tanda jika pagi ini akan terjadi sesuatu yang sangat menghebohkan. Pukul 07:30 kamipun sampai di tempat latihan, dan kamipun segera berlatih seperti biasa…


Saat kami melakukan pemanasan tiba-tiba seorang rekan wartawan, yang pada akhirnya kami ketahui bernama Marco, berkata kepada saya dan Ismed yang kebetulan berdiri di tepi lapangan. Dia memberi kabar jika telah terjadi bom di Hotel J.W. Marriot. Reaksi pertama kami berdua saat itu adalah, tertawa santai dan berkata “Ah ada-ada aja lo”


Beberapa saat kemudian, kami mendengar suara sirine mobil polisi bergema di jalanan sekitar senayan, kamipun mulai merasa ada sesuatu yang janggal. Saya dan Ismed berinisiatif menyampaikan berita yang sejujurnya belum kami yakini tadi ke pelatih kepala Benny Dollo, Om Benny pun berkata “Ah yang bener, coba tanya pak Chandra itu” sambil menunjuk ke seseorang di tribun…


Pak Chandra adalah assisten manager Timnas yang selalu bersama tim kemanapun kami pergi. Saat kami bertanya, jawaban pak Chandra saat itu adalah “Nggak ada apa-apa Hotel aman, hanya jenset meledak di J.W. Marriot”


Seketika kami semua pun tertawa dan melanjutkan latihan kami seperti biasa. Akan tetapi beberapa saat kemudian, pak Chandra terlihat berbicara dengan mimik sangat serius dengan seseorang melalui telepon, setelah itu pak Chandra terlihat berbicara dengan Om Benny. Dan tidak lama beselang latihanpun dihentikan dan seluruh pemain dipanggil untuk berkumpul di ruang ganti…


Pak Chandra berbicara di depan para pemain “Telah terjadi ledakan bom di Hotel J.W. Marriot dan Ritz Charlton pukul 07:47 pagi tadi”. Sontak wajah kamipun mendadak pucat, bom meledak di restaurant tempat biasa penghuni hotel melakukan sarapan pagi. Seketika kami semua termenung. Bagi beberapa pemain yang membawa HP mereka langsung memberi kabar kepada keluarga masing-masing. Sedang saya pribadi, bukan kebiasaan saya berlatih membawa HP, semua alat komunikasi selalu saya tinggalkan di kamar hotel. Hasilnya sayapun harus meminjam HP Ponaryo Astaman untuk mengabari istri saya, jika saya dan seluruh tim dalam keadaan baik-baik saja…


Mengingat J.W. Marriot tengah dilakukan penyisiran, maka kamipun harus berpindah ke Hotel Sultan di kawasan Senayan. Yang paling mengganggu saat itu adalah, kami tidak memiliki baju ganti sama sekali, kami hanya memiliki baju yang menempel di badan saat kami pergi berlatih pagi tadi…


Semua barang kami yang berada di kamar, tidak dapat diambil sampai dengan waktu yang belum ditentukan. Beberapa mobil pemain dan staf pelatih juga harus menginap lebih lama di parkiran hotel karena harus diperiksa secara detail, termasuk juga mobil saya…


Sore harinya PSSI yang diwakili Bpk. Nurdin Halid dan Pihak EO yang dalam hal ini Bpk. Agum Gumelar, melakukan segala daya upaya guna meyakinkan pihak Manchester United untuk tetap datang ke Jakarta dan tetap melakukan partai persahabatan melawan Indonesia All Star…


Sebuah rencana rahasiapun disusun saat itu, yaitu Indonesia akan menyediakan pesawat khusus untuk membawa rombongan Manchester United, untuk terbang beberapa jam sebelum pertandingan dari Kuala Lumpur menuju Jakarta. Manchester United akan mendarat di Halim Perdana Kusuma dan dengan pengawalan extra ketat akan langsung menuju stadion untuk bertanding. Dan setelah pertandingan, rombongan tersebut akan langsung menuju Halim dan kembali bertolak menuju Kuala Lumpur lagi…


Awalnya kami yakin bahwa pihak Manchester United akan setuju dengan rencana tersebut, akan tetapi jawaban pihak mereka adalah sebagai berikut. Manchester United tetap pada keputusan mereka, dan malah balik mengundang kami untuk bermain di Kuala Lumpur pada tanggal yang sama. Keputusan tersebut sudah final, dan itu adalah satu-satunya kemungkinan untuk kami tetap dapat beruji coba melawan mereka…


Saat itu terjadi perdebatan yang cukup sengit, diantara para pengurus PSSI dan para pemain sendiri mengenai tawaran tersebut. Sebagian merasa jika lebih baik kita menerima tawaran untuk bermain di Kuala Lumpur, sebagian lagi bersikukuh jika mereka tidak mau bermain di Jakarta , maka lebih baik laga tersebut dibatalkan sama sekali…


Saat itu secara pribadi saya berada dipihak yang kedua, yaitu memilih untuk membatalkan sama sekali pertandingan tersebut. Dan pada akhirnya, setelah melewati diskusi yang sangat alot antara para pertinggi PSSI dan pihak EO, maka secara resmi pertandingan Indonesia All Star vs Manchester United secara resmi dibatalkan…


Saya sangat setuju dengan keputusan tersebut. Mengapa..?? tujuan awal diadakan pertandingan ini adalah untuk memberikan jam terbang kepada Timnas sekaligus memberikan hiburan kepada masyarakat Indonesia. Apa yang didapat oleh masyarakat jika kami harus bermain di Kuala Lumpur, hal tersebut mungkin malah hanya akan menambah kekecewaan masyarakat yang telah membeli tiket dengan mahal…


Hal yang lain adalah, sebagai pemain tentu dapat bermain melawan tim sekelas Manchester United adalah sebuah pengalaman yang sangat berharga dan membanggakan. Akan tetapi apakah kita tidak memikirkan perasaan seluruh negeri yang tengah berduka saat itu. Keadaan negara saat itu tengah sangat terpuruk di mata dunia, dan menurut saya sangat tidak pantas jika kami tetap bermain di Kuala Lumpur, sedangkan keadaan negeri kita tengah menangis…


Sejujurnya saya sangat berharap pertandingan tetap dapat digelar di Jakarta, dengan konsekuensi keamanan yang teramat sangat extra ketat. Mengapa..?? jika hal itu dapat kita laksanakan, maka hal tersebut sekaligus dapat menjadi bukti kepada dunia luar, bahwa bangsa kita masih sanggup mengawal keadaan dan itu artinya situasi Jakarta tidak seburuk yang dunia luar pikirkan…


Akan tetap pada akhirnya kita harus menerima keadaan jika pertandingan urung dilaksanakan. Banyak pemain yang kecewa dengan kenyataan tersebut, karena banyak diantara punggawa Timnas adalah pendukung Manchester United, termasuk 2 sahabat saya Ismed Sofyan dan Ponaryo Astaman…


Akan tetapi bagi saya pribadi, tidak sedikitpun ada rasa kecewa dalam benak saya saat itu. Keadaan negara memang mengharuskan pertandingan batal digelar di Jakarta, dan juga kurang dewasa rasanya jika kita tetap bermain di Kuala Lumpur sedang keadaan negara kita sedang hancur secara psikologis, akan sangat menyedihkan jika hal tersebut sampai terjadi…


Dan mungkin satu alasan lagi yang membuat saya merasa baik-baik saja dengan pembatalan tersebut adalah, karena saya bukanlah pendukung Manchester United. Satu-satunya hal yang membuat saya sedikit kecut hanyalah, kegagalan saya untuk bertemu dengan seorang Michael Owen. Mengapa..?? karena Michael Owen sebelum bermain di Manchester United adalah kapten Newcastle United, dan saya adalah pendukung Newcastle United selain tentunya Internazionale Milano…


Seandainya pagi itu tim tetap pada jadwal semula, berangkat jam 08:00 dari hotel, maka artinya sekitar pukul 07:45 sampai 07:55 kami akan berada di area lobby hotel. Jika hal tersebut terjadi, maka mungkin saya tidak akan pernah dapat menulis artikel ini serta menyampaikannya kepada Anda semua. Dan untuk itu saya sangat bersyukur kepada Allah SWT yang masih melindungi saya dan seluruh anggota Tim Nasional Indonesia…


Selesai..