Pagi ini tiba-tiba terlintas sebuah ide di kepala saya. Sebuah keinginan untuk mengajak followers Twitter saya, berdiskusi mengenai Tim Nasional Indonesia. Pemikiran ini menyeruak, lebih kepada keingintahuan saya tentang antusiasme serta harapan masyarakat kepada Tim Nasional Indonesia itu sendiri…

Saya sempat melempar 3 topik bahasan pagi ini, diantaranya:


1. Untuk menangani Tim Nasional, lebih pas pelatih lokal atau pelatih asing, alasannya.??
2. Siapakah starting eleven Indonesia sepanjang masa menurut Anda, beserta polanya..??
3. Mengapa Tim Nasional Indonesia tidak kunjung berprestasi..??


Di luar dugaan saya, 3 topik tersebut direspon dengan sangat luar biasa oleh para followers saya. Sehingga pada kesempatan kali ini, perkenankan saya untuk membahas topik di atas satu persatu. Mengapa saya pisah menjadi 3 bagian? Tujuan saya adalah agar terdapat pemisahan yang tegas, sehingga terdapat penerjemahan yang jelas dalam setiap topiknya..


Pada artikel ini, saya ingin membahas tentang hal pertama, yaitu:


Siapakah yang lebih pantas, pelatih asing atau lokal untuk menukangi Timnas?


Pada topik yang pertama ini, boleh saya katakan jika keadaannya sangat berimbang. Banyak yang memilih pelatih asing untuk memoles Tim Nasional, akan tetapi tidak sedikit pula yang menghendaki, sekaranglah saatnya pelatih lokal mendapat kesempatan…


Mereka juga memberikan alasan-alasan yang sangat beragam guna memperkuat pendapat mereka tersebut. Alasan-alasan yang menurut saya sangat dapat dimengerti dan masuk akal serta logika…


Bagi yang merasa pelatih asing lebih tepat, mereka menyertakan alasan, yang antara lain sebagai berikut: “Pelatih asing lebih disiplin, mumpuni secara pengetahuan, tegas, obyektif, disegani, tanpa kompromi, dsb”…


Bagi yang merasa pelatih lokal lebih pantas, alasan mereka adalah sebagai berikut: “Pelatih lokal lebih mengerti karakter setiap pemain di Indonesia, tidak akan mengalami kendala dengan bahasa, lebih murah sehingga menghemat biaya, saatnya mempercayai pelatih-pelatih muda kita, banyak pelatih kita yang juga sangat berkualitas, dsb”…


Sejujurnya semua pendapat rekan-rekan tadi sangat beralasan dan benar. Karena siapapun pelatih Timnas (baik lokal maupun asing), selama mereka mempunyai etos kerja yang baik serta komitmen yang tinggi untuk kemajuan Tim Nasional, tentu harus kita dukung sepenuhnya.


Mengenai pendapat saya sendiri adalah sebagi berikut. Saya lebih condong kepada pelatih asing, setidaknya untuk saat ini. Mengapa?? Karena pelatih asing biasanya akan lebih obyektif, tidak terpengaruh nama besar, berdisiplin tinggi, berani memberi kesempatan kepada pemain muda, dan tidak mudah diintervensi oleh siapapun.


Penjelasannya adalah sebagai berikut…


Kita mungkin masih ingat, bagaimana Indonesia meraih emas Sea Games Manila 1991. Saat itu ujung tombak utama Timnas diemban oleh dua pemain berusia 20 tahun, yaitu pada diri Widodo C. Putro dan Rocky Putiray (Pelatih Anatoly Polosin). Ketika Sea Games 1999, Bernard Schoem berani menjadikan pemuda belia berusia 19 tahun (Bambang Pamungkas), sebagai starting line up, padahal saat itu ia masih tercatat sebagai siswa Diklat Salatiga dan tanpa klub profesional. Sedang pada Tiger Cup 2004, Peter White berani mengambil resiko, untuk memasang Boaz Salossa yang saat itu belum genap berusia 19 tahun, sebagai pemain inti. Artinya, ini adalah indikasi jika pelatih asing sanggup mengambil resiko untuk menaruh kepercayaan kepada para pemain muda, tanpa silau dengan nama besar para pemain senior yang sudah mapan…


Kita juga mungkin masih ingat ketika Anatoly Polosin meninggalkan beberapa nama beken di Timnas saat menuju Manila 1991 karena indisipliner. Ivan kolev pernah menyisihkan nama-nama besar seperti Kurniawan D.J., Isnan Ali, Jet Donald La’ala dan Mukti Ali Raja, juga karena indisipliner saat tim bersiap menuju perhelatan Piala Asia 2004 di China…


Pada Tiger Cup 2004, Peter White pernah menyisihkan Bambang Pamungkas, karena dinilai tidak sesuai dengan gaya bermain dan kerangka tim saat itu. Padahal pada event yang sama 2 tahun sebelumnya, Bepe adalah top scorer tournamen tersebut. Yang terbaru, dan mungkin masih melekat dalam ingatan kita adalah saat Ivan Kolev menepikan Zaenal Arif sehari menjelang partai hidup mati melawan Korea Selatan, saat Piala Asia 2007 di Jakarta, juga dengan alasan indisipliner…


Pelatih-pelatih tersebut berani melawan arus untuk mempertahankan keyakinan serta pendirian mereka. Walaupun saat itu masyarakat mengkritik kebijakan mereka, akan tetapi mereka tetap pada pendirian masing-masing. Mereka bersikukuh, bahwa kendali Timnas sepenuhnya berada di tangan mereka. Mereka tidak ingin diintervensi oleh siapapun dan dari pihak manapun, karena pada akhirnya merekalah yang bertanggung jawab atas apapun hasil yang diraih oleh tim tersebut…


Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada para pelatih lokal, saya masih merasa pelatih asing masih lebih pantas memegang kendali Timnas, setidaknya untuk masa dimana persepakbolaan Indonesia tengah terpuruk, seperti saat ini. Karena dibutuhkan mental dan karakter yang sangat kuat dari seorang pelatih, untuk mampu menahan terpaan badai kritik dari masyarakat sepakbola Indonesia, yang terkenal kritis dan sangat militan…


Sekali lagi, hal di atas hanyalah pendapat saya secara pribadi. Bisa saja pendapat saya kurang tepat dan pendapat Andalah yang yang lebih tepat, atau malah sebaliknya. Karena tidak ada yang salah atau benar dengan pendapat siapapun. Karena semua orang berhak berpendapat dan pendapat tersebut harus kita hargai…


To be continued…