Setelah 8 tahun Indonesia puasa gelar, akhirnya pada tgl 29 Agustus lalu kita mampu menjadi Juara di Turnamen Pertamina Piala Kemerdekaan. Kemenangan yang seharusnya terasa indah, karena ini juga mampu menjadi kado ulang tahun kemerdekaan Indonesia yang ke-63. Akan tetapi, sangat disayangkan diluar itu semua pertandingan final sendiri berakhir anti klimaks…


Seperti yang kita ketahui, pertandingan final sendiri tidak mampu dihelat sampai menit terakhir. Kubu Libya yang menjadi lawan Indonesia di partai final menolak melanjutkan pertandingan di babak kedua, dengan alasan terjadi kekerasan terhadap pelaih mereka. Sehingga dengan menolak bertandingnya Libya membuat Indonesia menjadi juara dengan kemenangan WO, hal ini sangat disayangkan mengingat Libya sendiri sebenarnya sudah unggul 1:0 pada babak pertama, dan berpeluang menjadi juara jika mampu mempertahankan kedudukan sampai akhir pertandingan..


Sampai saat ini masih terdapat tanda tanya yang cukup besar di kalangan masyarakat, Apakah benar terjadi pemukulan malam itu..? Apa yang sebenarnya terjadi antara pelatih Libya dengan Pelatih Kiper Idonesia Soedarno di lorong menuju ruang ganti..? Saya sendiri saat kejadian sudah berada di dalam ruang ganti, karena saya masuk lorong bersama rombongan paling depan, sedangkan kejadian terjadi pada rombongan paling belakang, sehingga sejujurnya saya sendiri baru tahu terjadi insiden setelah kami berada di lapangan untuk bersiap memulai babak kedua, akan tetapi yang kami tahu hanya sekedar adu mulut biasa yang tidak terlalu serius..


Pertandingan sendiri berjalan cukup menarik di babak pertama, kedua tim saling menyerang silih berganti. Indonesia sendiri lebih banyak menguasai pertandingan dengan beberapa peluang yang seharusnya berbuah gol, akan tetapi gagal dimaksimalkan menjadi gol. Sedangkan Libya sendiri berhasil mencuri gol melalui sebuah serangan balik yang tertata rapih. Dengan keadaan yang demikian saya sempat berpikir dalam hati, jika pertandingan terus berlanjut saya sangat optimis kami mampu menyamakan kedudukan atau bahkan memenangkan pertandingan malam itu. Setelah dipastikan Libya tidak melanjutkan pertandingan, seorang wartawan tv sempat mewawancarai saya di tengah lapangan, dan saya sempat memberikan pernyataan bahwa “Saya sangat kecewa dengan pertandingan malam ini, menurut saya apapun hasilnya seharusnya pertandingan final harus diselesaikan sampai menit terakhir”. Partai final sendiri seperti menjadi bumbu pelengkap turnamen ini yang terkesan diadakan secara seadanya, setelah sepanjang turnamen jumlah penonton yang hadir sangat sedikit dan tim-tim yang hadir juga terkesan tim-tim kelas dua ditambah partai final sendiri tidak berjalan sampai akhir. Tentu ini semua bisa dijadikan pelajaran serta acuan dalam penyelenggaraan Turnamen Piala kemerdekaan di masa-masa yang akan datang..


Setelah sampai di hotel tempat kami menginap, saya sempat bertemu dengan Pak Darno dan berbincang-bicang dengan beliau. Dan menurut pengakuan Pak Darno beliau hanya berusaha memisah pertengkaran yang terjadi antara Manager Tim Pak Andi D.T dengan Pelatih Kepala Libya, akan tetapi secara tidak sengaja mendorong muka dari sang pelatih yang mengakibatkan kacamatanya terjatuh. Bahkan Pak Darno sempat berujar bahwa pelatih Libya tersebut hanya membesar-besarkan keadaan, jika betul pelatih itu saya pukul mungkin mukanya sudah Bengep (Lebam-lebam) karena mukanya tepat di depan saya. Mengingat bentuk fisik Pak Darno yang besar dengan bentuk kepalan tangan sebesar kepala bayi, ada betulnya juga jika kena bogem mentahnya pasti lebam-lebam. Terlepas dari kontrofersi di atas, semoga kasus ini berhenti sampai disini, semoga kejadian tadi tidak berbuntut hal-hal yang nantinya akan merugikan persepakbolaan negeri kita..


Selamat Kepada Tim Nasional Indonesia Yang Berhasil Menjadi Juara Pertamina Piala Kemerdekaan 2008, Walaupun dengan cara yang “Tidak Biasa”..