Mendengar penjelasan itu, kepala saya langsung pusing tujuh keliling. Apa jadinya kalau saya harus pulang kembali ke Jakarta? Apakah perjuangan saya dan Mas Mirwan selama seminggu terakhir hanya akan berakhir sampai di sini? Kemudian saya mencoba kembali berdialog dengan si petugas tersebut..


 


*Bepe    : Tapi meneer, bagasi saya ada di penerbangan pertama ke Kerkrade jam 8 ini, bagaimana dengan bagasi saya..?


*Petugas : Jangan khawatir Mr. Peng-peng, kami bisa mengurus semuanya nanti..


*Bepe    : Meneer bagaimana kalau saya terbang ke Kerkrade dulu dengan pesawat pertama, siapa tau Van Balkom sudah menunggu di sana dan nantinya dia akan menjelaskan semuanya.. (ucap saya dengan memohon)


*Petugas : Maaf Mr. Peng-peng, di sini kami yang menentukan dan Anda tidak berhak untuk berpendapat.. (Katanya dengan nada yang sedikit agak tinggi)


*Bepe    : Maaf Meneer.. akan tetapi apa salahnya toh semua dokumen saya Anda yang memegangnya, so saya tidak mungkin melarikan diri juga bukan.. (rayu saya kepada “si Mcmanaman”)


*Petugas : Ehm.. ok saya akan coba tanyakan kepada atasan saya, akan tetapi saya tidak bisa janji apa-apa kepada Anda..


*Bepe    : Terima Kasih Meneer..


Setelah itu petugas tadi pergi memasuki ruangan yang lain, dan saya pun harus kembali menunggu tanpa ada kepastian, jam di tangan saya sudah menunjukkan  pukul 7:30 ketika petugas tadi kembali muncul dari balik pintu..


*Petugas : Ok Mr. Peng-peng, kami memberi ijin Anda terbang ke Kerkrade dengan pengawasan penuh, akan tetapi ingat, jika nantinya tidak ada kejelasan tentang penjamin Anda, menerbangkan Anda kembali ke Jakarta adalah langkah yang akan kami tempuh..


*Bepe    : Ok Meneer terima kasih, tetapi bagaimana saya harus ke Gate, sedangkan sekarang pesawat sudah hampir berangkat.. (kata saya sambil melihat jam di tangan saya)


*Petugas : Tenang saja, kami akan memberikan pengawalan penuh kepada Anda dan saya jamin pesawat tidak akan meninggalkan Anda, mari ikut saya..!


Saya pun berjalan mengikuti petugas tersebut melalui sebuah lorong yang melewati beberapa pintu dan untuk melewatinya petugas tadi harus menggunakan kode keamanan. 5 menit kemudian kami muncul di sebuah parkiran. Sebuah mobil van telah menunggu kami di sana dan kami pun menaikinya dengan segera. Petugas tadi duduk di depan bersama sang sopir, sedang saya duduk di belakang sendiri. Saya sempat melihat sang sopir melalui kaca spion di tengah, siapa tau sopir itu wajahnya mirip Paul Gascoigne, akan tetapi ternyata wajahnya asing sekali dan malah terlihat agak aneh di mata saya. Mobil van ini mirip dengan mobil tahanan karena di setiap kacanya dilapisi teralis besi dan saya pun terkurung di dalamnya. Mobil melaju dengan lincahnya, meliuk-liuk di antara pesawat-pesawat yang sedang parkir. Sekitar 5 menit kemudian sampailah kami di sebuah pesawat yang sedang berhenti dan pesawat itulah yang akan membawa saya terbang ke Kerkrade. Petugas tadi membawa saya memasuki pesawat melalui pintu depan, di sana sudah menunggu seorang pramugara dan mereka pun berbicara dengan Bahasa Belanda yang saya tidak tahu artinya, kemudian petugas tadi menyerahkan semua dokumen saya kepada pramugara tersebut. Pesawat ini ternyata sudah penuh dan keliatannya hanya tinggal menunggu saya untuk lepas landas. Semua penumpang melihat saya dengan sedikit terheran-heran, mungkin mereka bertanya-tanya siapakah gerangan orang ini sehingga harus dikawal polisi bandara segala. Sebagian mungkin mengira saya seorang penjahat, akan tetapi mana mungkin tampang seperti saya menjadi seorang penjahat he he he..


Penerbangan ini memakan waktu 30 menit, karena jarak Amsterdam-Kerkrade tidak terlalu jauh, maka pesawat ini tidak terbang terlalu tinggi sehingga pemandangan di bawah sana terlihat luar biasa. Lembah-lembah yang berwarna hijau dipadu dengan indahnya bunga tulip berwarna-warni, terlihat cantik sekali dan di beberapa sudut terlihat kincir raksasa yang merupakan simbol negeri Belanda ini. Tetapi pemandangan indah di bawah sana itu tidak mampu menghapus rasa khawatir dan takut dalam hati saya. Bagaimana tidak, nasib saya di sini masih belom jelas, saya hanya berdoa semoga Frans Van Balkom sudah menunggu saya di sana sehingga saya bisa bebas untuk pergi dan tidak harus kembali ke Jakarta. Pesawat menyentuh landaran Bandara Kerkrade dengan mulusnya, jantung saya masih berdebar-debar menanti apakah gerangan yang akan terjadi berikutnya. Saya menjadi penumpang terakhir yang di ijinkan keluar dari pesawat ini oleh awak pesawat..


Saat ini seorang petugas berbadan sangat besar dan bermuka sangar mengawal saya seperti biasa. Yang berbeda adalah petugas ini membawa pistol dan borgol di pinggangnya, pemandangan ini tentu membuat semua orang yang melihat saya semakin mengernyitkan dahi. Kemudian saya di bawa ke sebuah ruangan kecil di bagian pojok bandara ini, di dalam ruangan sudah menunggu seorang petugas lagi dan kami pun berdialog..


*Petugas : Morning Mr. Peng-peng.. (ucapnya sambil melihat dokumen saya)


*Bepe    : Morning Meneer, bagaimana dengan nasib saya..?


*Petugas : Ehm, saya sudah tahu masalah Anda dari petugas di Amsterdam, dan keliatannya sampai saat ini nasib Anda masih belum jelas..


*Bepe    :Maksud Anda Meneer..?


*Petugas : Yah sampai saat ini belum ada jawaban dari kantor Roda JC, biasanya mereka mulai bekerja jam 10, itu artinya sampai jam 10 Anda akan berada dalam ruangan ini..


*Bepe    : Bagaimana dengan seseorang yang akan menjemput saya? Mengapa Anda tidak mencoba mencarinya di antara para penjemput di luar sana..?


*Petugas : Kami sudah melakukannya Mr Peng-peng, tetapi tidak ada nama Frans Van Balkom di antara mereka..


Muka saya semakin pucat mendengar penjelasan petugas tersebut, seorang petugas yang membawa senjata tadi masih saja mengawasi saya dengan sangat seksama, mukanya yang sangar tidak memberikan ekspresi apapun, wah di mana gerangan Van Balkom..? tanya saya dalam hati. Satu hal lagi yang merasa saya sangat jengkel, semua orang yang saya temui selalu salah membaca nama saya, nama saya Bambang bukan Peng-peng..


*Bepe    : Trus bagaimana dengan bagasi saya Meneer..? (ucap saya kembali bertanya)


*Petugas : Tenang Mr. Peng-peng, kami sudah menyimpannya, kami akan menyerahkan kepada Anda segera setelah ada kejelasan tentang Anda..


Akhirnya saya pun harus menunggu di ruangan ini bersama seorang petugas bersenjata tadi yang masih dengan setia mengawasi saya tanpa ada ekspresi apapun di wajahnya. Jam sudah menunjukkan pukul 9:15 dan saya pun masih tetap menunggu dengan penuh kecemasan. Beberapa saat kemudian petugas yang mengintrogasi saya tadi memasuki ruangan bersama seorang berbadan sedang dan agak gemuk dengan rambut agak botak..


*Petugas : Mr. Peng-peng, ada seseorang yang ingin bertemu dengan Anda. Silahkan..


*Frans   : Hallo Yonges, apakah kamu Peng-peng dari Jakarta, Indonesia..?


*Bepe    : Iya betul saya Bambang, maaf Anda siapa..?


*Frans   : Aha.. Saya Frans Van Balkom teman dari Mirwan..


Muka saya berubah sumringah saat mendengar itu, secara reflek saya pun berdiri dan memeluk Frans, tanpa saya sadari mata saya berkaca-kaca entah karena ketakutan saya selama ini atau rasa gembira karena bisa bertemu Frans Van Balkom, karena itu artinya masalah saya akan teratasi sebentar lagi..


*Bepe    : Hallo Sir, saya Bambang. Terima kasih Anda telah menjemput saya..


*Frans   : Ya.. ya.. tadi saya menunggu di luar tetapi kamu tidak muncul-muncul, ternyata kamu berada di sini..


*Bepe    : Iya Sir, mereka menahan saya..


*Frans   : Ok.. ok.. sekarang semuanya sudah beres, segera ambil barangmu dan kita bisa pulang..


*Bepe    : Siap Sir, Meneer mana bagasi saya..? (tanya saya kepada petugas yang menahan saya tadi)


*Petugas : Sudah disiapkan Mr. Peng-peng, maaf telah menggangu kenyamanan perjalanan Anda, ini prosedur yang harus kami lakukan. Selamat datang di Kerkrade..


*Bepe    : Terima kasih Meneer, it’s okay..


Kami pun beranjak keluar dari ruangan ini. Sebelum keluar, petugas yang bersenjata tadi tiba-tiba menghampiri saya, saya terkejut dan hampir bergerak menjauh karena kaget bercampur takut. Seketika itu dia menyalami saya dan berkata “Selamat datang di Kerkrade mr., semoga Anda berhasil menjalani test di Roda, saya penggemar berat Roda JC Kerkrade, sampaikan salam saya kepada Zletko Kalac (Kiper) jika Anda berlatih bersama dia..” mukanya berubah menjadi sangat ramah kepada saya. Saya pun menjawab dengan sedikit agak ragu “Okey Meneer, terima kasih”..


Kami pun bergerak meninggalkan Bandara Kerkrade tersebut. Jalan-jalan di sini terlihat sepi, di kanan-kiri kami terhampar kebun-kebun bunga tulip yang sedang mekar berwarna-warni diterpa matahari pagi yang masih sedikit malu-malu menyinari bumi dari balik awan pagi. Sangat indah sekali, seindah hati saya yang merasa sangat lega sekali saat ini. Dalam perjalanan, saya dan Frans bercerita tentang banyak hal, diantaranya Frans bercerita tentang pengalaman dia ketika menjadi pelatih di Indonesia seperti Pardedetex, Niat Mitra dan Tim Nasional Indonesia. Dia menyebutkan beberapa nama yang familiar di telinga saya seperti, Joni Pardede (pemilik Pardedetex), Pak Wenas (pemilik Niat Mitra) dan Herry Kiswanto, nama terakhir ini disebut dia sebagai Franz Backenbauer-nya Indonesia. Dia pernah melatih Kang Herry Kiswanto ketika di Pardedetex dan Tim Nasional Indonesia. Oh iya, satu hal yang membuat saya tertawa, Frans sempat bercerita tentang sebuah makanan yang selalu dia makan ketika tinggal di Indonesia dahulu yaitu Nasi Goreng Kampung. Yang membuat saya tertawa adalah pengucapan kata nasi goreng kampung yang terdengar sangat aneh dan tidak jelas, sehingga membutuhkan beberapa kali pengulangan serta membuat saya berpikir agak keras agar akhirnya saya mengerti bahwa makanan yang dia maksud adalah nasi goreng kampung. Seketika terbayang di benak saya sedapnya memakan nasi goreng kampung di pagi yang indah ini, apalagi nasi goreng kampung extra pedas dengan ikan teri medan ditambah irisan cabe rawit serta pete di dalamnya, Whiiidiih.. Ora ono Musuhe mas he he he…


THE END..