Akhir-akhir ini harus kita semua akui bahwa kondisi persepakbolaan di negara kita tercinta ini sedang dalam keadaan yang sangat kurang baik, jika kita tidak ingin menyebutnya dengan kata sekarat. Sebuah negara yang 20 atau 30 tahun yang lalu konon menjadi salah satu kekuatan di kawasan asia ini sekarang hanyalah menjadi sebuah tim pelengkap di berbagai turnamen. Jangankan berbicara di level dunia atau Asia, di level regional Asean saja kita masih sangat sulit. Terakhir kita mampu menjadi juara di Asean atau SEA Games adalah pada tahun 1991 atau 17 tahun yang lalu. Tentu itu suatu hal yang sangat ironis mengingat Indonesia merupakan negara yang sempat memiliki liga terbesar di dunia, dengan jumlah tim di divisi utama mencapai 36 tim, rasanya di belahan dunia manapun tidak ada yang sanggup menandingi kita dari segi jumlah kontestan. Akan tetapi dengan jumlah yang begitu besar mengapa sangat sulit bagi negara ini untuk membentuk sebuah tim nasional yang tangguh dan berkualitas. Salah siapakah sebenarnya..?


Jika kita mencari kesalahan demi kesalahan tentu tidak akan pernah ada ujungnya, disaat negara-negara lain mulai berlari kita terkesan hanya berjalan di tempat. Orang selalu berbicara bahwa dahulu Jepang belajar bermain bola dan belajar menggelar sistem kompetisi dari kita, dahulu kita pernah menahan imbang Rusia O:O di Melbourne, kita pernah hampir lolos ke Olimpiade Montreal, bahkan kita pernah ambil bagian dalam penyelenggaraan pertama Piala Dunia ketika masih bernama Hindia Belanda, dll. Menurut saya saat ini kita hanyalah menjadi negara yang suka bernostalgia, kita hanya mengingat hal-hal yang terjadi pada jaman dahulu, padahal sejujurnya itu semua sudah menjadi bagian dari sejarah panjang sepakbola negeri ini. Jika kita selalu membanding-bandingkan dan hanya mencari kesalahan-kesalahan tanpa mencari solusi yang tepat untuk mengatasi keterpurukan kita, rasanya mimpi untuk memiliki sebuah tim nasional yang tangguh di masa yang akan datang hanyalah sebuah mimpi di siang bolong…


Mengapa kita tidak bersikap dewasa dengan duduk bersama untuk berdiskusi,berkoordinasi,mengeluarkan ide-ide serta mencari terobosan-terobosan yg sekiranya tepat agar kondisi persepakbolaan kita ini mempu berdiri tegak seperti sediakala,bukan tugas yg mudah memang dan juga memerlukan waktu yg juga tidak singkat,akan tetapi jika tidak kita mulai dari sekarang kapan lagi hati kita akan tergerak untuk menyelamatkan keadaan yg sudah sedemikian parah ini,apakah kita akan menunggu sampai persepakbolaan negara kita ini benar-benar hancur berantakan dan mati suri.Awal sekali tentu yg harus kita perbaiki adalah pondasi dari persepakbolaan kita itu sendiri,yg saya maksut dengan pondasi disini adalah sistem pembinaan usia dini serta sistem kompetisi yg kita miliki,karena untuk membentuk sebuah tim nasional yg tangguh di butuhkan tatanan pembinaan serta sebuah kompetisi yg juga bagus serta kondusif.Selama ini kita selalu mencoba jalan yg instan dengan mengirim sebuah tim nasional berlatih di luar negeri selama beberapa bulan atau bahkan tahunan,akan tetapi harus kita akui bahwa jalan itu ternyata buntu dan terkesan menghambur-hamburkan uang karena tim nasional yg tangguh tidak juga terwujut..


Mengapa kita tidak mulai lagi dengan hal yang sangat mendasar, lupakan hal-hal yang selama ini telah terlanjur salah. Mari kita kembali kepada sistem pembinaan usia dini yang terprogram dan berjenjang. Mengapa tidak kita perbanyak kompetisi dari usia dini dan mari kita beri kesempatan kepada bibit-bibit muda ini untuk terus mengasah diri dan berkembang. Mari kita beri kesempatan para talenta muda kita untuk unjuk gigi, sehingga kita harapkan pada saatnya nati kita mampu melihat mereka menjadi pemain-pemain yang tangguh. Jika kita kembali menegok kepada sistem kompetisi kita saat ini, saya melihat kesempatan para pemain muda untuk menimba ilmu dan serta merasakan atmosfer kompetisi yang ketat sangatlah kurang. Dengan peraturan 5 pemain asing dalam setiap klub, membuat talenta-talenta muda kita seakan terpinggirkan oleh ramainya para pemain asing yang mengadu peruntungan di negeri kita ini. Dengan kuota 5 pemain asing tentu setiap klub akan lebih mengedepankan para pemain asing dari pada para pemain muda kita, untuk meraih ambisi setiap klub agar menjadi yang terbaik. Dan menurut saya ini adalah kesalahan terbesar dalam sistem kompetisi kita yang pada akhirnya nanti boro-boro kita akan memiliki sebuah tim nasional yang kuat akan tetapi bisa jadi talenta-talenta muda kita akan hilang dengan sendirinya sebelum mereka berkembang..


Jika kita tengok ke tubuh tim nasional senior kita saat ini, berapa banyak pemain muda yang mampu menembus ke dalam squad, mungkin kita masih bisa hitung dengan jari. Rata-rata kita masih mempercayai para pemain yang berusia 27 keatas, tentu ini bukan hal yang baik untuk regenerasi timnas kita. Dalam hal ini lebih spesifik saya ingin mengomentari posisi pemain depan di dalam squad tim nasional kita. Untuk saat ini kita masih mengandalkan para pemain yang sudah cukup malang melintang menghuni tim dan matang secara usia, sebut saja Bambang Pamungkas (28 tahun), Aliyudin (28 tahun) serta Saktiawan Sinaga (26 tahun) memang mereka masih dalam masa keemasan, akan tetapi 2 atau 3 tahun lagi siapa yang akan menggantikan mereka, kemana para striker muda kita dari squad U-19, U-21 atau U-23. Itu semua terjadi karena hampir semua kontestan Liga Indonesia lebih mengandalkan para striker asing dalam mengarungi ketatnya kompetisi, mungkin hanya Persija Jakarta yang musim lalu lebih banyak mengandalkan pemain lokal pada diri Bambang Pamungkas dan Aliyudin. Jika kita lihat pada daftar pencetak gol terbanyak, nama-nama para pemain asing terlihat sangat dominan, tercatat hanya Bambang Pamungkas(17 gol), Aliyudin(17 gol), Boaz Salosaa(13 gol) dan Kurniawan D.J. dengan (12 gol) selain itu para pemain lokal kita tidak ada yang menyentuh angka 10 gol..


Seharusnya fakta ini mampu membuat PSSI berpikir ulang dalam menentukan kuota untuk pemain asing, dengan fakta yang seperti ini sudah sepantasnya kita mengurangi jumlah 5 pemain asing menjadi 4 pemain, dengan kondisi 3 pemain menjadi starter dan 1 pemain menjadi cadangan, saya rasa jumlah itu adalah solusi yang menguntungkan semua pihak. Dengan 4 pemain asing, sebuah tim tetap bisa menjadi tim yang kuat dan para pemain muda pun akan lebih mendapat kesempatan untuk mengasah kemampuan mereka sampai batas maksimal. Karena jika kita mau sedikit menegok kebelakang pada tahun 1999-2003 di saat jumlah 4 pemain asing dengan sistem 3 inti dan 1 cadangan di berlakukan, talenta-talenta muda itu bermunculan. Kita masih ingat bagaimana pada saat itu banyak sekali para pemain muda mampu menembus squad tim nasional senior contohnya Bambang Pamungkas, Ellie Aiboy, Budi Sudharsono, Ismed Sofyan, Gendut Doni, Ponaryo Astaman, Jendry Pitoy, Firman Utina, Isnan Ali, Aliyudin, Zaenal Arief dan masih banyak lagi. Mereka mampu menembus squad senior karena diberi kesempatan sangat besar dalam kompetisi kasta tertinggi saat itu, sehingga mereka segera matang secara permainan serta psikologis. Semoga data ini mampu membuat para petinggi PSSI untuk kembali ke pakem lama kita dengan mengutamakan pembinaan para pemain muda, karena dengan banyaknya para pemain muda yang bermain dalam kompetisi akan membuat mereka menjadi pemain yang siap pakai pada saat mereka sudah mencapai masa-masa emas usia mereka nanti. Dan dengan sistem pembinaan berjenjang yang terprogram dengan baik sebuah timnas yang tangguh dan solid rasanya akan mampu kita hasilkan di masa-masa yang akan datang.. Semoga..