Sudah lama rasanya saya tidak menulis artikel untuk web saya, sebenarnya banyak sekali cerita yang ada dalam kepala saya, akan tetapi rasa lelah akibat program latihan Timnas yang cukup keras, membuat keinginan saya untuk menulis terkalahkan oleh empuknya bantal dan sejuknya udara AC di kamar saya, sehingga membuat saya selalu tertidur pulas setelah lelah berlatih.. (Common…)


 


Pada suatu siang 9 tahun yang lalu seorang laki-laki berlari agak tergesa-gesa menghampiri saya. Saat itu saya tengah melahap menu makan siang saya bersama teman-teman Diklat Salatiga di ruang makan. Orang itu adalah Pak Slamet (bidang kesiswaan dalam struktur kepengurusan Diklat Salatiga) setengah tergopoh-gopoh, Pak Slamet menyampaikan bahwa ada telepon dari Jakarta untuk saya dan katanya penting. Kemudian saya bertanya “Dari siapa pak..? kemudian Pak Slamet menjawab “Katanya dari Mirwan, nanti dia akan telepon setengah jam lagi, mungkin dari PSSI..”, Ok Pak, saya akan segera ke kantor, terima kasih. Setelah diam sejenak timbul pertanyaan dalam hati saya, Mirwan siapa ya..? Nama Mirwan terasa kurang familiar di kepala saya, yang saya tahu Pak Nirwan Darmawan Bakrie. Apakah mungkin Pak Nirwan yang menelepon saya..? Ah rasanya tidak mungkin, untuk tujuan apa..? berbalut rasa penasaran saya pun bergegas ke kantor menuju ruangan Pak Slamet tempat di mana para siswa biasa menerima telepon dari kerabat kami..


Setelah agak lama menunggu akhirnya bunyilah telepon tua di ruangan Pak Slamet. Secara reflek saya langsung menyambar gagang telepon tersebut. Hallo.. bisa berbicara dengan Bambang Pamungkas..? terdengar suara dari ujung sana, “Iya pak ini saya sendiri..” jawab saya dengan sedikit gemetar..


Mirwan: Perkenalkan nama saya Mirwan..
Bepe  : Iya Pak saya Bambang.. Ini pak Mirwan siapa ya..?
Mirwan: wah akhirnya saya menemukan Anda.. Saya Mirwan Soewarso saya mempunyai tawaran menarik buat Anda.. apakah kamu ingin bermain di eropa..?
Bepe  : Haaah.. Erooopa…?


Itu adalah sekilas bagaimana saya mengenal seorang yang bernama Mirwan Soewarso, yang dikemudian hari menjadi manager dan sahabat saya. Setelah berbicara panjang lebar akhirnya kamipun sepakat bertemu di Jakarta 1 minggu kemudian..


Setelah berpikir matang dan meminta nasehat seluruh keluarga, akhirnya saya berangkat ke Jakarta menemui Pak Mirwan Soewarso, seseorang yang hanya saya kenal melalui telepon. Walaupun sebenarnya keluarga saya kurang setuju dengan keputusan saya ini, tetapi akhirnya mereka melepas saya untuk pergi, walau dengan perasaan khawatir karena pada saat itu saya masih berumur 19 tahun. Agak nekat dan sangat berisiko memang, tetapi keinginan saya untuk untuk menggali kemampuan saya sampai ke batas maksimal mampu mengalahkan logika saya waktu itu.


Berangkat melalui Terminal Salatiga kota, menumpang bus Raya Indah jurusan Solo-Jakarta akhirnya saya pun bertolak ke Ibukota. Tujuan saya adalah terminal Lebak Bulus, Jakarta Selatan tempat di mana kami sepakat bertemu. Selama dalam perjalanan banyak hal bergejolak dalam kepala saya, apakah tindakan saya ini benar..? Siapa sebenarnya Mirwan..? Melihat orangnya pun saya belum pernah, bagaimana saya akan mengenali dia..? Dan jika ternyata saya tidak bertemu Mirwan akan kemana saya di Jakarta..? Seketika saya merasa bahwa keputusan saya untuk pergi adalah salah besar dan sangat egoistis, saya pun memaki dalam hati sendiri betapa bodohnya saya, saya begitu kalap ketika mendengar nama Eropa. Dasar anak kampung yang bodoh… Terbalut rasa kesal dan serba salah akhirnya saya pun tertidur pulas…


Saya terbangun ketika tiba-tiba bus berhenti mendadak, dan ketika saya melihat jam Guess palsu di tangan saya waktu menunjukan pukul 5 pagi. Saya pun melihat keluar ternyata bus tengah membayar tol dan sudah mulai memasuki Jakarta, di pinggir jalan tertulis Tol T.B. Simatupang, Jakarta Selatan. Wah sudah dekat rupanya, saya pun bersiap siap dan berusaha menikmati suasana pagi Ibukota walaupun rasa khawatir tetap terselip di dalam hati saya. Seketika saya ingat perkataan Ibu saya “Jika kita tidak pernah berniat mencelakakan orang lain, Insya Allah orang lain juga tidak akan mencelakakan kita..”. Dan kata-kata itu selalu saya amalkan dalam setiap apa yang saya kerjakan sampai sekarang.. mengingat-ingat kata-kata tersebut, hati saya pun menjadi agak tenang. Semoga Allah melindungi saya, gumam saya. Tidak lama kemudian bus pun keluar dari jalan tol dan menepi untuk mulai beratur memasuki sebuah terminal, di sebelah kiri terlihat sebuah stadion yang rasanya tidak asing bagi saya, setelah melihat secara seksama, saya pun mengenali stadion ini, betul ini Stadion Lebak Bulus dan saya pernah bermain disini bersama Tim Nas U-19, (Stadion yang suatu saat nanti akan banyak memiliki kenangan manis dalam karir saya)..


Setelah bus memasuki terminal dan akhirnya berhenti, saya pun bergegas keluar. Sambil menenteng tas latihan yang cukup besar, saya pun berjalan menuju pintu keluar terminal karena memang di tempat itulah Pak Mirwan berjanji akan menjemput saya. Di sekeliling banyak calo dan tukang taksi yang berebut mencari penumpang. Dengan susah payah saya pun menolak dengan kalimat ajaib “Maaf pak sudah ada yang jemput..” walaupun sebenarnya belum tentu juga Pak Mirwan akan ada di sana menunggu saya. Sesampainya di pintu keluar, saya pun membuang pandangan saya ke sekitar. Ehm.. rasanya semua berjalan normal dan saya tidak melihat seseorang yang tengah menunggu seseorang. 10 menit sudah saya terpaku di tempat yang sama. Tiba-tiba dalam kebingungan saya terdengar suara seseorang memanggil nama saya dari seberang jalan, seketika saya pun menengok dan terlihat seseorang berbadan tinggi besar berusia kira-kira 30 tahun melambaikan tangan sambil berkata, “Bambang ini saya Mirwan,kesini mobil saya di sini..” Wah benar dia memang Pak Mirwan tetapi koq orang nya sangar banget.. Saya pun menyeberang ke arah orang besar yang mengaku bernama Mirwan tersebut..


“Hallo Pak, saya Bambang” kata saya membuka pembicaraan.. “iya saya Mirwan, bagaimana perjalanannya menyenangkan kah..?” jawab nya. “Ehm Lumayan Pak” jawab saya, tetapi dalam hati saya sebenarnya perjalanan tadi sangat menyebalkan karena dibalut rasa ketidakpastian.. “Ok masuk yuk.. nanti kita bicara di mobil saja, sekarang kita menuju ke rumah saya dulu ,Welcome To Jakarta “Big Boy”, ternyata loe kecil ya gue pikir gedhe soalnya di koran keliatan gedhe he he he..”. Saya pun tersenyum simpul sambil bergumam dalam hati, “Ya iyalah secara dia segedhe Shaquille O’neal ya pasti saya terlihat kecil he he he”. Kemudian kami pun bergerak di kemacetan jalanan ibukota di pagi hari menuju suatu daerah bernama Kemang…


TO BE CONTINUE…