Jika Anda membaca judul di atas tanpa membaca secara keseluruhan artikel ini, saya yakin akan banyak pendapat yang berkembang. Apalagi tulisan saya ini saya buat ketika tim-tim kontestan Liga Indonesia tengah gencar melakukan perburuan pemain guna merealisasikan targetnya musim yang akan datang, terlebih dengan status saya yang masih menjadi pemain yang bebas terhitung mulai 31 Januari lalu…


Dalam banyak artikel di beberapa media, banyak berita yang menyatakan bahwa musim depan saya akan mencari peruntungan di tim lain, mengingat situasi Persija sendiri yang sampai saat ini belum memberikan kejelasan bagi armada musim lalu, tentu judul di atas seakan-akan mempertegas opini tersebut. Terlepas dari tetap di Persija atau berlabuh ke tim lain saya nanti, judul di atas sama sekali tidak terkait dengan situasi yang berkembang saat ini karena sebenarnya apa yang akan saya tulis adalah pengalaman masa lalu saya sebagai seorang pemuda yang berusaha meniti karir di dunia sepakbola.


Masyarakat sepakbola Indonesia mulai mengenal saya ketika saya tergabung dalam Tim Nasional U-19 tahun 1998 di Manila, Philipina. Saat itu beberapa nama yang nantinya sangat popular di kalangan masyarakat sebakbola juga menjadi bagian dari tim itu, sebut saja Ismed Sofyan, Ellie Aiboy, Ponaryo Astaman, Hary Saputra, Purwanto, Warsidi, dll. Saat itu kami hanya kalah selisih gol dari Korea untuk melaju ke babak final setelah hanya bermain draw 2:2 dengan Korea, dan pada perhelatan itu juga, saya dan Purwanto sama-sama mencetak 7 gol, dan sejak saat itulah saya mulai menapakkan kaki saya di dunia sepakbola profesional. .


Dalam karir sepakbola saya ada sesuatu yang unik yang mungkin tidak terjadi kepada pemain lain, yaitu ketika saya mendapatkan surat pemanggilan Tim Nasinal Senior untuk pertama kali, status saya masih sebagai pemain amatir karena saat itu saya masih tergabung sebagai siswa di Diklat Salatiga dan belum bermain dalam Liga Indonesia, saat itu kami dipersiapkan ke Sea Games Brunei tahun 1999.


Setelah perhelatan Sea Games selesai berakhir pula masa perdidikan saya di Diklat Salatiga dan itu berarti saya harus mencari klub untuk melanjutkan karir saya. Saat itu beberapa tim menawari saya untuk bergabung antara lain PSIS, Petrokimia Putra, Persitara dan juga Persijatim, sebenarnya saya sangat ingin bergabung ke Arseto Solo atau Bandung Raya, akan tetapi sayang kedua tim tersebut sudah bubar setahun sebelumnya..


Dalam benak saya waktu itu tidak pernah terpikir untuk bermain dalam tim sebesar Persija, karena saya harus realistis sebagai pemain yang sangat muda, saya sangat butuh jam terbang untuk meningkatkan potensi saya sedangkan di Persija saat itu becokol striker-striker papan atas di Indonesia seperti Widodo C. Putra, Rocky Putiray dan Miro Baldo Bento. Tentu sangat sulit bagi pemain muda seperti saya untuk sering bermain, apalagi saat itu Persija tidak tertarik kepada saya. Dan dari sekian pilihan tersebut akhirnya setelah berdiskusi dengan manager saya Mirwan Soewarso saya memilih Persijatim, karena mereka akan mengutamakan para pemain muda dan satu hal yang penting mereka melalui Muhammad Zein selaku manager berani menggaransi saya untuk menjadi starter..


Secara lisan saat itu saya sepakat bermain untuk mereka, akan tetapi saya belum menandatangani apapun sehingga secara hukum saya masih pemain bebas. Namun secara tiba-tiba terjadi eksodus besar-besaran dalam tubuh Persija banyak pemain yang pindah ke tim lain termasuk Rocky Putiray dan Miro Baldo Bento, sehingga saat itu Persija kekurangan striker dan hanya menyisakan Widodo C. Putra. Secara tiba-tiba pula melalui Mirwan Soewarso saya menerima kabar jika Persija tertarik merekrut saya dan mereka juga berani menjamin saya akan sering turun sebagai starter nantinya. Dan tentunya sebagai pemain siapa yang tidak memimpikan bermain untuk tim sebesar Persija dan bergabung dengan pemain-pemain kelas satu di negeri ini..


Sehingga setelah melakukan negosiasi yang tergolong singkat saya menetapkan hati untuk bermain di Persija. Bahkan saking singkatnya saya didaftarkan ke PSSI sehari sebelum kompetisi dimulai dan pada partai pertama liga melawan PSDS di Lebak Bulus saya menggunakan no. punggung 24 karena no. 20 belum dibuat.


Jika 9 tahun yang lalu saya benar-benar bergabung dengan Persijatim, mungkin saya saat ini akan berada di Palembang karena seperti kita tahu Persijatim sudah berubah menjadi Sriwijaya FC. Mengapa saya katakan demikian, karena sejujurnya sebagai pemain, saya sangat susah dan berat untuk berpindah-pindah klub. Seperti diketahui selama 9 tahun karir saya, hanya 3 klub yang pernah saya bela yaitu Persija (5th), EHC Norad (4 bulan), Selangor FC (2th) dan kembali ke Persija..


Dan ternyata pilihan saya tidak salah dengan bergabung di Persija saya mendapatkan banyak gelar, saya adalah satu-satunya pemain yang pernah merasakan gelar Pemain Terbaik Liga, Top Scorer dan Juara Liga Indonesia. Dan tentunya sebagai pemain, saya masih haus akan gelar walaupun saya sudah banyak mengoleksi gelar, baik secara tim maupun pribadi. Itu semua bukan karena saya serakah akan tetapi lebih kepada keinginan saya untuk menggali kemampuan saya sampai kebatas maksimal, dengan begitu saya selalu mempunyai motifasi dalam meniti karir. Hal itu perlu, agar kita tidak terjebak dalam situasi jalan di tempat dan sebagai pribadi “Saya Tidak Pernah Berhenti Untuk Bermimpi”….